Salah satu faktor yang perlu diperhatikan ketika anda berniat nikah beda agama
Kemarin hari ahad, saya ada pengajian di masjid Turki terbesar di kota Hannover, saking besarnya masjid ini seperti masjid-masjid di Indonesia, bahkan dalam kasus tertentu menurut saya lebih dibandingkan masjid di Indonesia, seperti bersih, ornamen yang ekslusif. Masjid ini juga Islamic Center di Hannover, karena masjid ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti supermarket, restoran, kantor, sekolah, ruang olahraga, dan berbagai fasilitas lainnya.
Singkat cerita kerinduan terhadap suasana masjid seperti masjid Al-Azhar pusat, di Jakarta selatan, Masjid Pondok Indah, bisa terobati dengan berkunjung dan beriktikaf di masjid ini. wah, kok jadi cerita masjid ya, namun ngak masalah karena saya memang "kepincut" dengan masjid Weidedamm, Hannover ini.
Nah di masjid inilah, saya ketemu dengan beberapa orang sahabat dari Hamburg, Bremen dan tentunya dari Hannover, kita bercerita tentang perkembangan Islam di masing-masing kota. Yang menarik adalah cerita seorang sahabat dari kota x (sengaja tidak disebutkan), untuk menjaga rahasia kasus ini, namun saya akan memaparkannya di sini untuk sama-sama kita ambil pelajaran, agar kasus serupa tidak terulang.
Seorang ibu bergama Islam warga negara Indonesia, di kota x, beberapa hari yang lalu meninggal, ketika sakratul mautnya, ada beberapa muslim dikota tersebut mendampingi, namun sayangnya anak semata wayangnya yang masih bernama asli Indonesia tidak hadir ditempat tersebut, dan ini dalam budaya di Jerman sangat lumrah, anda dengan mudahnya menemukan seorang ibu/bapak tua, tinggal sendirian dan tidak ditemani oleh anak-anaknya, apalagi kaum kerabatnya.
Lebih tragisnya lagi, beberapa tahun terakhir ini, sebagian orang-orang tua di Jerman, di pindahkan ke negara eropa lainnya, dengan alasan, dengan biaya assuransi yang mereka punyai di Jerman jika pindah ke negara lainnya, maka fasilitas yang didapatkan lebih bagus bila dibandingkan tetap bertahan di Jerman. Saat ini ribuan orang tua dari Jerman, pindah ke negara-negara eropa timur. Bagi saya ini tragis dan mengerikan, seolah-olah mereka yang telah berjasa membangun negara ini, dimasa tuanya diminta untuk numpang meninggal di negara lain. Menyedihkan.!
Namun begitulah faktanya, anak-anak dan kaum kerabat mereka tidak peduli dengan mereka, dan mereka melalui masa-masa tuanya dengan kesendirian yang menyedihkan.
Kembali kepada ibu x tadi, maka berakhir dengan meninggalnya ibu ini...Innalillahi wa innalillahi ro'jiun..... Selanjutnya adalah mengurus jenazahnya, disini muncul masalah baru, terdengar kabar bahwa ibu ini meninggalkan wasiat untuk di kremasi (dibakar), dan ini bagi orang Jerman yang rasional, merupakan cara paling murah dalam penyelengaraan jenazah.
Namun, ibu inikan muslimah, tentunya cara tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam, akhirnya beberapa muslim Indonesia yang ada dikota tersebut melakukan pendekatan ke keluarganya, memberikan pemahaman bahwa dalam Islam caranya bukan dikremasi, ada tata caranya tersendiri....anaknya masih bisa di ajak dialog, namun suaminya yang tidak muslim dan berwarga negara Jerman, tetap bersekukuh dengan wasiat istrinya, bahkan dia mengungkapkan bahwa wasiat tersebut tertulis.
Pelajaran
Anda yang berniat untuk melakukan pernikahan beda agama, apalagi tinggal di negara minoritas muslim seperti Jerman, ekstra hati-hatilah dalam memutuskan, karena saya yang sekarang mukim di negara minoritas ini melihat fakta, bahwa tidak mudah menjalankan rumah tangga beda agama tersebut. Jangankan beda agama, jika suami atau istri anda sekalipun yang berwarga negara asing sudah jelas-jelas memeluk Islam,. itupun tidak mudah untuk mengajarkan Islam kepadanya.
Bisa jadi anda membayangkan bahagia dalam perjalanan rumah tangga anda, namun ingat rumah tangga anda bukan rumah tangga yang akan anda jalanan 1 - 2 tahun, tapi rumah tangga anda akan melahirkan anak-anak yang perlu dijaga keIslamannya, mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa. Bagi kami yang sekarang melihat langsung sistim pendidikan dan kebebasan yang diajarkan orang Jerman kepada anak-anak mereka, sangat khawatir jika anak-anak kami tumbuh dan dibesarkan di lingkungan seperti ini. Sebagai contoh, pada level sekolah dasar kelas 4 sudah diajarkan pendidikan seks, yang menjurus pada free sex, misalnya masing-masing anak dimina untuk bercerita pengalaman pertama melakukan hubungan seksual....ini mengerikan!, belum lagi dengan mudahnya anak-anak kita melihat pemandangan tidak senonoh dari iklan, atau dari pakaian mereka ketika musim panas. Makanya tidak aneh, sebagian dari orang Indonesia yang awalnya berniat bekerja dan menetap di Jerman, setelah ditimbang-timbang dengan matang ketika anak-anaknya menginjak remaja, mereka memutuskan pulang ke Indonesia, alasan utamanya adalah menyelamatkan anak-anaknya dari pergaulan bebas.
Kami juga mendapati kasus seorang suami warga negara Jerman, yang curiga berlebih-lebihan kepada istrinya jika ikut dalam kajian keislaman, sampai muncul fitnah seolah-olah kajian Islam telah merusak keluarganya, kasihan...... Dan juga anda akan mengakhiri kehidupan bersama pasangan anda yang belum tentu mengerti aturan-aturan agama.
Kalaupun, anda akhirnya sudah memutuskan membangun rumah tangga bersama suami anda warga negara asing dan tinggal di negara minoritas, maka berusahalah dengan maksimal untuk belajar agama Islam, misalnya ikut kajian-kajian Islam yang diadakan oleh komunitas Indonesia di kota anda. Dengan cara itu, anda lebih mudah terjaga dan membangun keluarga dan anak-anak yang juga mengerti ajaran Islam. Jangan malah menjauhi dengan berbagai alasan,
Hannover, 25 Maret 2013
Singkat cerita kerinduan terhadap suasana masjid seperti masjid Al-Azhar pusat, di Jakarta selatan, Masjid Pondok Indah, bisa terobati dengan berkunjung dan beriktikaf di masjid ini. wah, kok jadi cerita masjid ya, namun ngak masalah karena saya memang "kepincut" dengan masjid Weidedamm, Hannover ini.
Nah di masjid inilah, saya ketemu dengan beberapa orang sahabat dari Hamburg, Bremen dan tentunya dari Hannover, kita bercerita tentang perkembangan Islam di masing-masing kota. Yang menarik adalah cerita seorang sahabat dari kota x (sengaja tidak disebutkan), untuk menjaga rahasia kasus ini, namun saya akan memaparkannya di sini untuk sama-sama kita ambil pelajaran, agar kasus serupa tidak terulang.
Seorang ibu bergama Islam warga negara Indonesia, di kota x, beberapa hari yang lalu meninggal, ketika sakratul mautnya, ada beberapa muslim dikota tersebut mendampingi, namun sayangnya anak semata wayangnya yang masih bernama asli Indonesia tidak hadir ditempat tersebut, dan ini dalam budaya di Jerman sangat lumrah, anda dengan mudahnya menemukan seorang ibu/bapak tua, tinggal sendirian dan tidak ditemani oleh anak-anaknya, apalagi kaum kerabatnya.
Lebih tragisnya lagi, beberapa tahun terakhir ini, sebagian orang-orang tua di Jerman, di pindahkan ke negara eropa lainnya, dengan alasan, dengan biaya assuransi yang mereka punyai di Jerman jika pindah ke negara lainnya, maka fasilitas yang didapatkan lebih bagus bila dibandingkan tetap bertahan di Jerman. Saat ini ribuan orang tua dari Jerman, pindah ke negara-negara eropa timur. Bagi saya ini tragis dan mengerikan, seolah-olah mereka yang telah berjasa membangun negara ini, dimasa tuanya diminta untuk numpang meninggal di negara lain. Menyedihkan.!
Namun begitulah faktanya, anak-anak dan kaum kerabat mereka tidak peduli dengan mereka, dan mereka melalui masa-masa tuanya dengan kesendirian yang menyedihkan.
Kembali kepada ibu x tadi, maka berakhir dengan meninggalnya ibu ini...Innalillahi wa innalillahi ro'jiun..... Selanjutnya adalah mengurus jenazahnya, disini muncul masalah baru, terdengar kabar bahwa ibu ini meninggalkan wasiat untuk di kremasi (dibakar), dan ini bagi orang Jerman yang rasional, merupakan cara paling murah dalam penyelengaraan jenazah.
Namun, ibu inikan muslimah, tentunya cara tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam, akhirnya beberapa muslim Indonesia yang ada dikota tersebut melakukan pendekatan ke keluarganya, memberikan pemahaman bahwa dalam Islam caranya bukan dikremasi, ada tata caranya tersendiri....anaknya masih bisa di ajak dialog, namun suaminya yang tidak muslim dan berwarga negara Jerman, tetap bersekukuh dengan wasiat istrinya, bahkan dia mengungkapkan bahwa wasiat tersebut tertulis.
Pelajaran
Anda yang berniat untuk melakukan pernikahan beda agama, apalagi tinggal di negara minoritas muslim seperti Jerman, ekstra hati-hatilah dalam memutuskan, karena saya yang sekarang mukim di negara minoritas ini melihat fakta, bahwa tidak mudah menjalankan rumah tangga beda agama tersebut. Jangankan beda agama, jika suami atau istri anda sekalipun yang berwarga negara asing sudah jelas-jelas memeluk Islam,. itupun tidak mudah untuk mengajarkan Islam kepadanya.
Bisa jadi anda membayangkan bahagia dalam perjalanan rumah tangga anda, namun ingat rumah tangga anda bukan rumah tangga yang akan anda jalanan 1 - 2 tahun, tapi rumah tangga anda akan melahirkan anak-anak yang perlu dijaga keIslamannya, mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa. Bagi kami yang sekarang melihat langsung sistim pendidikan dan kebebasan yang diajarkan orang Jerman kepada anak-anak mereka, sangat khawatir jika anak-anak kami tumbuh dan dibesarkan di lingkungan seperti ini. Sebagai contoh, pada level sekolah dasar kelas 4 sudah diajarkan pendidikan seks, yang menjurus pada free sex, misalnya masing-masing anak dimina untuk bercerita pengalaman pertama melakukan hubungan seksual....ini mengerikan!, belum lagi dengan mudahnya anak-anak kita melihat pemandangan tidak senonoh dari iklan, atau dari pakaian mereka ketika musim panas. Makanya tidak aneh, sebagian dari orang Indonesia yang awalnya berniat bekerja dan menetap di Jerman, setelah ditimbang-timbang dengan matang ketika anak-anaknya menginjak remaja, mereka memutuskan pulang ke Indonesia, alasan utamanya adalah menyelamatkan anak-anaknya dari pergaulan bebas.
Kami juga mendapati kasus seorang suami warga negara Jerman, yang curiga berlebih-lebihan kepada istrinya jika ikut dalam kajian keislaman, sampai muncul fitnah seolah-olah kajian Islam telah merusak keluarganya, kasihan...... Dan juga anda akan mengakhiri kehidupan bersama pasangan anda yang belum tentu mengerti aturan-aturan agama.
Kalaupun, anda akhirnya sudah memutuskan membangun rumah tangga bersama suami anda warga negara asing dan tinggal di negara minoritas, maka berusahalah dengan maksimal untuk belajar agama Islam, misalnya ikut kajian-kajian Islam yang diadakan oleh komunitas Indonesia di kota anda. Dengan cara itu, anda lebih mudah terjaga dan membangun keluarga dan anak-anak yang juga mengerti ajaran Islam. Jangan malah menjauhi dengan berbagai alasan,
Hannover, 25 Maret 2013
0 comments
Write Down Your Responses