Pengalaman berobat ke dokter anak di Jerman

Asuransi kesehatan untuk keluarga adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh visa kumpul keluarga di Jerman. Kami mendaftar ke asuransi kesehatan publik (di Indonesia seperti Askes) dibantu oleh koordinator program studi. Kartu asuransi (dilengkapi dengan chip) layaknya kartu debit, yang tinggal digesek oleh perawat yang sekaligus berperan sebagai petugas administrasi klinik atau petugas administrasi rumah sakit setelah kita berobat.
Sebelum berobat ke dokter anak di klinik, kita perlu membuat termin (jadwal) terlebih dulu lewat telpon. Perawat yang menerima telpon akan menanyakan nama anak, usia anak, asuransi kesehatan (nomor kartu asuransi) dan keluhan utama.
Kali pertama anak kami berobat karena demam tinggi, muntah dan diare selama dua hari. Perawat tersebut menyatakan jadwal kami adalah satu minggu lagi. Ini membuat kami terperangah, seminggu lagi... kondisi anak saat itu sudah lemas, tidak nafsu makan dan hampir tiap kali minum kembali muntah-muntah. Khawatir sekali terjadi dehidrasi serius selama menunggu jadwal berobat. Meski sudah dijelaskan kondisinya, perawat hanya berujar kalau memang darurat bisa dibawa ke IGD rumah sakit anak, lalu disebutkannya alamat rumah sakit anak tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu termin ke dokter anak di klinik itu dengan tetap waspada bila memang perlu membawanya ke IGD. Sementara itu kami memberi obat sirup penurun panas (ibuprofen), memberi makanan lunak dan minuman sesering mungkin, prinsipnya menjaga status hidrasi anak tetap baik . 3 hari kemudian kondisi anak kami, Alhamdulillah  membaik. Demamnya turun dan nafsu makannya berangsur kembali pulih. Bisa dikatakan saat memenuhi termin ke dokter anak, kondisi anak kami sudah tidak ada tanda-tanda sakitnya. 
Klinik dokter anak tersebut adalah praktek bersama konsulen bedah anak, jantung, endokrinologi anak dan dokter anak umum. Dokter anak kami bidangnya adalah pediatri sosial, dia bekerja di SPZ(Centre for Social Pediatric) rumah sakit anak milik pemerintah kota dan hanya satu hari dalam seminggu praktek sebagai dokter anak umum di klinik tersebut. Lokasi klinik berada di pusat kota, di lantai 3 dari bangunan yang lantai 1-nya tersambung ke apotik, lantai 2 terdapat praktek dokter THT. Ruang praktek dokter anak cukup apik, di dekat jendela ada banyak mainan anak-anak, wall papernya teddy bear membawa balon dengan warna-warna lucu, beberapa pajangan dinding di antaranya grafik tumbuh kembang anak dan gambar-gambar kartun. Tempat tidur periksa dilapisi kertas tissue khusus sepanjang bed pemeriksaan (disposable dan bisa digulung), meja dokter dilengkapi komputer dan alat-alat pemeriksaan. Dokter anak kami orang Jerman namun  bersedia untuk berbahasa Inggris, melakukan wawancara medis (anamnesis) dan mengetikkan riwayat penyakit anak di form yang sudah terprogram di komputernya. Dokter anak juga menanyakan sertifikat imunisasi (semacam kartu yang berisi jadwal imunisasi dan tanggal dilakukannya imunisasi) karena kami tidak membawanya maka dia menyampaikan agar dalam pertemuan berikutnya dibawa namun dia tetap menanyakan imunisasi apa saja yang telah diterima anak kami dan mengetiknya di form komputer. Ini penting untuk para ibu yang akan membawa buah hatinya untuk tinggal di luar negeri dalam jangka waktu relatif lama agar membawa buku kesehatan anak (buku pemeriksaan dokter anak mulai dari riwayat kelahiran, imunisasi, kunjungan ke dokter anak, dll).  Terus terang, kami baru merasakan pentingnya membawa buku itu setelah datang dan berobat ke dokter anak di sini. Pemeriksaan dilakukan dengan seksama, sesuai SOP dari ujung kepala hingga kaki. Lalu, dia menjelaskan diagnosa penyakitnya, viral diarrhea yang kemungkinan besar ditularkan oleh teman di TKnya. Tanya jawab pun berlangsung dengan ramah. Latar belakang profesi yang sama membuatnya semakin bersahabat. Dokter hanya meresepkan semacam oralit (sachet) untuk diberikan setelah diare atau muntah. Untuk menebus resep obat, kembali kami hanya menunjukkan kartu asuransi kepada apoteker, dia mengetikkan nomor kartu asuransi ke komputer untuk pembayaran dan kami tidak perlu membayar lagi. Karena anak kami sudah tidak muntah atau diare lagi, maka kami pun menyimpan saja oralit tersebut.
Kami pernah membawa anak kami yang kedua ke IGD rumah sakit kampus. Ketika itu hari Jum'at dan malam sebelumnya anak kami mengalami kejang demam. Mendaftarkan anak untuk berobat di IGD sempat berdebat dulu dengan petugas administrasi IGD. Dia menyatakan agar kami membawa anak kami ke dokter anak saja, namun kami berargumen kalau mesti membuat termin dan menunggu lagi tidak efektif untuk terapi kejang demamnya. Akhirnya pendaftaran kami pun diterima. Setelah menunggu hampir 2 jam di ruang tunggu IGD, kami masuk ke kamar pemeriksaan. Suasana di kamar pemeriksaan IGD anak memang kaku, standar IGD. Tempat tidur pasien dilengkapi monitor untuk memantau tanda vital, alat-alat resusitasi, meja periksa dokter dipenuhi alat-alat pemeriksaan, tidak ada dekorasi yang ramah untuk anak-anak. Anak kami pun hanya memeluk erat dan hampir tidak mau diperiksa sambil tiduran di tempat tidur pasien. Dokter yang memeriksa muda sekali, dugaan saya residen anak di rumah sakit kampus. Setelah memeriksa, dia pamit sebentar untuk berdiskusi dengan chef artz (barangkali setara dengan chief resident atau konsulen jaga) kemudian kembali dengan menuliskan resep obat suppositoria untuk mengatasi demam dan obat sirup untuk mengatasi kejang anak kami. Ada lembar informasi yang diberikan kepada kami tentang kejang demam (dalam bahasa Jerman), sampai di rumah kami pun menterjemahkan sendiri lembaran informasi tersebut lewat bantuan google translate. Isinya edukasi apa itu kejang demam, kenapa terjadi kejang demam, apa yang sebaiknya dilakukan saat anak kejang demam dan kapan kejang demam tersebut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Alhamdulillah anak kami tidak mengalami kejang demam lagi setelah itu.
Dari pemerintah kota, ada pemeriksaan kesehatan rutin anak secara berkala. Anak-anak kami melalui pemeriksaan untuk mengetes kematangan psikososial saat akan masuk Grundschule(sekolah dasar/SD). Ada surat panggilan dari pediatri sosial pemerintah kota yang isinya menjelaskan bahwa anak kami yang berusia hampir 6 tahun akan diperiksa tumbuh kembang ke klinik pediatri sosial milik pemerintah kota untuk mengetes apakah cukup matang untuk bersekolah atau tidak. Kami tinggal membawa surat panggilan tersebut dan kartu asuransi kesehatan ke klinik pediatri sosial. Anak kami yang pertama baru 6 bulan di Jerman saat menjalani pemeriksaan tersebut. Kosa kata Jerman yang dimilikinya masih terbatas, dengan kemampuan bahasa Jerman seadanya kami pun beberapa kali meminta dokter pemeriksa untuk mengulang perintah atau memperagakan apa yang mesti dilakukan anak kami. Dites pendengaran, visual, mengenali bentuk, huruf, angka, menyebutkan nama benda (ini tidak bisa dinilai karena kosa kata masih terbatas), menceritakan kembali berdasarkan gambar yang dilihatnya, tes fisik (keseimbangan, melompat dengan satu kaki, berjalan di garis lurus). Dua hari kemudian hasil pemeriksaan dikirim via pos, Alhamdulillah saat itu dinyatakan Alif lulus dan bisa masuk Grundschule milik pemerintah kota yang letaknya tak jauh dari tempat kami tinggal.
Sekali waktu, anak kami yang kedua terjatuh saat senam di TKnya, dua gigi depannya copot karena posisi jatuh ke lantai membentur rahang atasnya. Saya yang saat itu berada di kampus ditelpon oleh guru TKnya dan segera menjemput anak kami. Kami langsung bawa ke rumah sakit gigi dan mulut kampus untuk pemeriksaan lebih lanjut karena khawatir dampak benturan terhadap rahang atas (ada patah atau tidak). Darah masih mengalir dari bekas tempat copotnya kedua gigi seri. Saat itu sudah sore, praktek dokter gigi umum sudah tutup. Kami diminta menunggu untuk praktek dokter residen sore yang sekaligus unit IGD rumah sakit gigi dan mulut kampus. Suami dan  anak pertama datang menyusul. Kami menunggu satu jam. Dokter residen bedah mulut yang menangani sangat baik dan ramah, dia mengusulkan pemeriksaan rontgen namun kami menyatakan bahwa anak kami ini belum pernah dirontgen sebelumnya. Dia menghubungi kolega seniornya yang datang memeriksa rahang atas anak kami dan menyatakan bahwa dari pemeriksaan klinis tidak ada tanda-tanda fraktur, namun dia menyarankan agar anak kami disuntik tetanus karena luka menganga di bekas tempat copot kedua gigi serinya bisa menjadi sumber infeksi tetanus. Kembali kami ditanya riwayat imunisasi terutama tetanus dan sertifikat imunisasi. Karena sudah lama sekali sejak imunisasi DPT terakhir, maka anak kami disarankan untuk ke IGD kampus dan minta diinjeksi TT selain itu juga disarankan untuk kontrol ulang ke praktek dokter gigi umum seminggu kemudian. IGD kampus penuh dengan pasien-pasien kecelakan lalu lintas, ada pula pasien usia lanjut dengan kateter, infus, yang sedang menunggu pelayanan. Mereka dibawa oleh petugas ambulans. Mengantri di pendaftaran IGD cukup lama, kemudian oleh petugas administrasi dialihkan ke perawat IGD. Perawat IGD menanyakan ke dokter jaga apakah bisa ditangani di IGD, tak lama kemudian perawat datang dan menjelaskan bahwa sebaiknya anak kami besok dibawa ke dokter anak karena menurut mereka penanganan dokter anak akan lebih komprehensif dan bisa mendapatkan imunisasi kombinasi tak sekedar TT. Maka, keesokan harinya kami meminta ke klinik dokter anak agar bisa mendapat termin hari itu juga untuk imunisasi, kali ini kami mendapat termin meski hanya 15 menit.
Ada beberapa pengalaman lagi membawa anak kedua kami berobat. Saat winter tahun kedua, anak kami sempat mengalami radang paru-paru(viral penumonia) akut. Kami pun membawa anak kami ke IGD anak di kampus, dirontgen, diresepkan obat dan dia mesti tirah baring total selama 2 minggu di rumah. Kami pernah membawa anak kedua kami ke SPZ untuk evaluasi lanjutan tumbuh kembangnya karena hasil pemeriksaan pertama di pediatri sosial kota merekomendasikan untuk evaluasi lanjutan di SPZ. Semua layanan pengobatan ini kami peroleh hanya dengan menunjukkan kartu asuransi publik kami.
Setelah satu setengah tahun memiliki kartu asuransi publik, ada kendala administratif  (usia di atas 28 tahun dan status sebagai mahasiswa bukan sebagai pegawai) yang membuat kami beralih ke asuransi privat. Peralihan ini membuat kami berhitung sekali kalau ingin berobat. Tiap bulan kami membayar premi bulanan sebesar 40 euro per anak dan 70 euro per orang dewasa. Tiga bulan pertama, kami tidak bisa melakukan klaim bila berobat (disebut masa tunggu). Bulan keempat, kami membawa anak kami berobat, kami harus membayar tunai jasa pemeriksaan dokter dan tes-tes yang dilakukan. Juga harus membayar obat yang diresepkan dokter di apotik. Satu kali berobat kami bisa membayar lebih dari 100 euro. Dan ketika kami klaim ke perusahaan asuransi, klaim-klaim kami ditolak dengan alasan yang sifatnya sangat administratif (mesti menyertakan kwitansi asli/tidak boleh foto kopi, sudah lewat tanggal klaim, persentase pengali untuk jasa medis dan pemeriksaan terlalu tinggi, dll). Memang, untuk pemegang asuransi privat dikenakan biaya jasa medis, pemeriksaan, dan obat-obatan yang lebih tinggi persentase pengalinya dibandingkan asuransi publik. Masing-masing perusahaan asuransi privat memiliki batas persentase pengali sendiri untuk klaim asuransi dan ini belum kami sadari sebelumnya. Penting sekali untuk memperhatikan point-point di kontrak asuransi kesehatan privat.
Asuransi kesehatan sifatnya wajib di Jerman juga merupakan persyaratan untuk memperpanjang visa ijin tinggal ke kantor imigrasi setempat. Oleh karenanya, kami tetap mempertahankan asuransi kesehatan privat kami yang perlindungannya penting untuk kondisi darurat atau emergency.
Dari beberapa sahabat dosen yang studi di sini, ada beberapa pengalaman lain untuk menyiasati berobat ke dokter anak bagi pemegang asuransi privat. Seperti menitip lewat teman-teman Indonesia yang pulang agar dibelikan obat-obat yang lazim dipakai anaknya bila jatuh sakit atau minta resep obat kadang juga obatnya langsung ke profesor di institut yang berpraktek sebagai dokter.
Kesimpulan untuk para bunda yang akan membawa buah hatinya tinggal di luar negeri:
1. Mengenal sistem asuransi kesehatan di negara tersebut. Di Jerman, idealnya memiliki asuransi publik. Asuransi privat lebih mahal dan tidak senyaman asuransi publik. Sebelum menanda tangani kontrak asuransi kesehatan privat agar membaca point-point di kontrak dan bertanya lebih jauh tentang klaim asuransi, prosedurnya bagaimana.
2. Membawa buku kesehatan/tumbuh kembang anak dengan riwayat imunisasinya. Ini rutin ditanyakan oleh dokter anak.
3. Kendala bahasa bukanlah alasan untuk menghindari berobat ke dokter di negara tersebut. Umumnya dokter-dokter yang melayani pasien dari luar negeri akan lebih ramah dan terbuka untuk menjelaskan ke orang tua pasien.
4. Sistem referensi/rujukan berlaku dengan baik di luar negeri. Jadi, setiap anak mesti memiliki dokter anak umum sendiri. Informasi ini juga ditanyakan saat pendaftaran anak masuk TK atau SD (sekolah). Mesti sabar dengan sistem rujukan ini, artinya ke dokter anak ya mesti sabar dengan termin/ jadwal yang diberi.
5. Upaya pemeriksaan kesehatan/tumbuh kembang dari pemerintah kota. Ini yang patut dicontoh, ada klinik pediatri sosial kota yang secara administratif berhubungan dengan kantor imigrasi untuk mendata anak-anak luar negeri yang sudah masuk usia wajib sekolah untuk diperiksa kematangan psikososialnya untuk masuk sekolah. Hasil pemeriksaannya pun langsung dikirim ke pemerintah kota dan SD yang ditunjuk (secara geografis letaknya dekat dengan tempat tinggal).
Semoga bermanfaat
dr. Radiana D Antarianto, M.Biomed (Kandidat PhD dari Medizinische Hoschule Hannover)

, ,

1 comments

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

Write Down Your Responses

catatan2 universitas Kehidupan

"Inti dari Kecerdasan adalah Bermanfaat" . Powered by Blogger.