Idul adha di Jerman dan makna toleransi dalam pemotongan hewan
Seorang sahabat dari Indonesia, mengirim pesan via facebook, dari sekian banyak percakapan beliau menyanyakan, motong-motong hewan kurban ngak kemarin. Saya jadi tersentak, iya juga ya, disaat sebagian besar umat muslim diseluruh dunia merayakan idul qurban dengan cara menyembelih hewan kurban, kok kayaknya kami disini biasa saja, bertahun-tahun berkurban dengan cara mengirmkan dana ke petugas, selanjutnya biar petugas yang mengurusi.
Tidak salah, namun sepertinya makna dari kurban itu sendiri menjadi tereduksi. Jadi teringat kondisi kurban dinegeri minoritas seperti Jerman. Tidak dengan mudah memotong hewan di Jerman, harus mengikuti standar Jerman (lagi cari tahu persisnya seperti apa). yang jelas pemotongan hewan tidak bisa seenaknya kita seperti kita di Indonesia, kebayangkan misalnya dikampung, kita beternak ayam, bebek, kambing, dan jika ingin dikonsumsi, tinggal ditangkap trus langsung di sembelih.
Jangan pernah membayangkan fragmen seperti itu di Jerman, anda yang berternak ayam, bebek, atau domba, tidak serta merta bisa menyembelih hewannya, jika tidak bersertifikasi dari pemerintah Jerman.
Saking sulitnya, proses pemotongan hewan di Jerman, pernah dengar cerita seorang ustadz terpaksa memotong kambing akikah anaknya di kamar mandi appartemennya, agar mendapatkan daging yang halal. tapi anda bisa kebayang kah, serunya dikamar mandi melakukan pemotongan kambing...:). dan syukur sekali tidak ketahun, kalau ketahuan itu bisa menjadi perkara yang panjang.
Sampai saat ini pemotongan hewan dengan cara Islam masing dipermasalahkan oleh pemerintah Jerman, dianggap masih tidak memperhatikan hak-hak binatang. Sekarang ada peraturan baru yang akan diterapkan beberapa bulan ini, semua resotan yang menjual daging dari pemotongan secara Islam, harus mendapatkan izin khusus dari pemerintah. akhirnya semakin sedikit restoran yang mau menjual daging dari pemotongan yang sesuai dengan Islam.
Teringat, dengan toleransi di Indonesia...jika anda pernah, atua berada di negara dimana Islam menjadi minoritas, maka jika anda mau jujur, maka anda akan mengatakan bahwa toleransi di Indoensia tersebut, patut menjadi contoh bangsa manapun di dunia.
Umat muslim dinegeri minoritas menerima saja jika hak-haknya belum bisa di kabulkan pemerintah, seperti: sulitnya mendirikan masjid, tidak boleh adzan terdengar keluar masjid, walaupun saat bersamaan setiap jam lonceng gereja berbunyi sahut menyahut disekeling kita, kalau alasannya berisik, menganggu orang lain, kenapa lonceng gereja dibolehkan?.
Saat hari raya (idul fitri dan idul adha) jatuh dihari kerja, umat muslim berjibaku mensiasati, agar tetap bisa sholat hari raya, namun saat yang sama, nanti juga bisa ke kantor untuk bekerja, atau kalau yang sudha lama mensiasatinya dengan cara mengambil cuti.
jadi jangan dibayangkan bisa meriah, berlama-lama seperti di Indonesia, dapat saja sholat jama'ah di masjid sudah syukur alhamdulillah.
belum selesai...belum di edit, akan dilanjutkan....
0 comments
Write Down Your Responses