Sistematika Pembagunan Rasulullah (Suatu Kajian Historis)



Oleh Jaharuddin*

Pengantar

Kita menyadari bahwa prilaku ekonomi telah ada sebelum Muhammad menjadi Rasulullah, ini berarti perilaku ekonomi telah ada semenjak nabi-nabi sebelumnya, dengan demikian sejarah ekonomi silam sebenarnya telah lama ada , dan ekonomi hari ini pun ada merupakan mata rantai dari prilaku ekonomi yang telah ada sebelum jauh Adam Smith, membuat philosophy-philosophy ekonomi klasik, namun pada pembahasan ini, penulis akan menelusuri dari bahan-bahan yang dimiliki seperti apa perilaku ekonomi di zaman Rasulullah, yang pada akhirnya nanti akan memperlihatkan sempurnanya islam dan ternyata islam mempunyai koridor-koridor tersendiri tentang ekonomi, yang diilhami dari Kitabullah dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

Mengapa penulis mengambil perioderisasi zaman Rasulullah SAW, karena penulis mempunyai keyakinan ketika Rasulullah lah konsep-konsep ekonomi tersebut di matangkan dalam bentuk ejawantah operasional dan kita ketahui bersama ummat islam dan Non islampun mengakui keberadaan peradaban Madani di kota Madinah sampai hari ini merupakan peradaban terbaik yang pernah ada.

Dengan demikian akan sangat menarik bagi kita semua untuk menulusuri sejauh mana pemikiran ekonomi telah dilaksanakan dengan baik, sehingga peradaban tersebut menjadi peradaban terbaik dari segala dimensi.



Bagaimana Rasulullah membangun Peradaban terbaik dalam sejarah

Tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas, karena ketika hampir semua orang tidak percaya lagi dengan konsep ekonomi dan pembangunan yang selama ini ada, bahkan sebagian ekonom lagi mencoba melihat apakah sistem ekonomi islam mampu mengisi kekosongan sistem yang menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul akibat pembangunan ekonomi yang tiada arah pada dekade sebelumnya.

Kita menyaksikan ekonomi sosialis/komunis telah mengakhiri sejarahnya dengan runtuhnya Uni Soviet yang dilanjutkan anaknya Rusia yang sampai saat ini belum mampu keluar dari kesulitan ekonomi, bahkan dari hari kehari kita malah menyaksikan terpecah belahnya negara bekas adikuasa tersebut menjadi puluhan negara baru, ini merupakan bukti bahwa sistem yang selama ini mereka anut tidak mempunyai fondasi yang kokoh yang mampu menyelamatkan kehancuran Uni Soviet dan Rusia, disisi lain kita menyaksikan “Globo Cop” Amerika, Amerika sebagai Bapaknya Ekonomi Liberal sampai saat ini belum mampu memberikan pemerataan ekonomi yang baik diantara semua strata social masyarakat, malah yang terjadi penumpukan Kapital pada beberapa gelintir orang yang kebetulan mendapat jaminan dan kemudahan dari penguasa yang berkuasa saat itu, Amerika Sekarang di “stir” oleh pemilik modal di negara tersebut, yang terpusat pada segolongan yahudi yang kebetulan mampu mengendalikan calon penguasa dan pengusaha yang sedang berkuasa.

Begitu pula dengan Mixed Economy yang banyak dianut oleh negara-negara yang sedang berkembang di Asia dan Afrika, sampai saat inipun tidak mampu mempertahankan identitas mereka sebagai negara yang menganut Sistem ekonomi campuran, terutama pasca tumbangnya Uni Soviet yang menyebabkan Amerika menjadi satu-satunya penguasa dan mampu mempengaruhi arah perekonomian dunia, termasuk sistem ekonominya.

Kita melihat hampir semua negara yang dulunya closed dan cendrung sosialis sekarang telah mampu di buka pasarnya lebar-lebar oleh Amerika melalui lembaga-lembaga yang dikendalikannya, begitu pula negara-negara berkembang lainnya sampai saat inipun belum mampu beranjak jauh melejit dalam pembangunan ekonominya dengan sistem ekonomi campuran yang mereka anut, maka dapat diambil hipotesa bahwa ketiga sistem perekonomian tersebut belum mampu mengangkat ekonomi dan kemanusian sebagai mana pernah ada di zaman Rasulullah SAW.



Pembangunan yang dilakukan Rasulullah

Pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, tidak terlepas dari apa yang pernah dilakukannya melalui tuntunan Allah SWT selama di kota Makkah sebelumnya yang didasari oleh adat dan seperangkat nilai yang dianut oleh bangsa arab pada waktu itu, yaitu (1). Suatu sistem ekonomi yang dipengaruhi oleh adat istiadat bangsa arab yang gemar berdagang. (2). Suatu sistem ekonomi yang dipengaruhi oleh seperangkat nilai islami [1] , untuk membatasi permasalahan pada tulisan ini maka penulis akan melihat sistematika pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW melalui pentahapan sebagai berikut :



Bai’at Aqabah Pertama

Menurut Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury[2] terdapat 12 orang yang melakukan bai’at Aqabah pertama di Mina Makkah, dengan menyepakati hal-hal sebagai berikut :

“Kemarilah dan berbai’atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak sendiri, tidak akan berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak mendurhakaiku dalam urusan yang baik, Barang siapa diantara kalian menepatinya, maka pahalanya ada pada Allah. Barangsiapa mengambil sesuatu dari yang demikian ini, lalu dia disiksa di dunia, maka ini merupakan ampunan dosa baginya, dan barang siapa mengambil sesuatu dari yang demikian ini, lalu dia disiksa di dunia, maka ini merupakan ampunan dosa baginya, dan barang siapa mengambil sesuatu dari yang demikian itu lalu Allah menutupinya, maka urusannya terserah Allah, Jika menghendaki dai menyiksanya dan jika menghendaki dia akan mengampuninya.[3]

Dapat dilihat bahwa bai’at aqabah pertama ini lebih pada peletakan batu dasar pemahaman aqidah yang mantap, dikalangan penduduk Madinah yang sengaja di dakwahi oleh Rasulullah, dimana pada masanya nanti orang-orang ini pulalah yang menjadi pioner ditetapkannya kota Madinah sebagai tempat Hijrah, setelah disiapkan sedemikian rupa untuk menjadi kota tempat dibentuknya pemerintahan Rasulullah yang pertama.



Bai’at Aqabah Kedua

Bai’at Aqabah kedua di adakan pada musim haji tahun ketiga belas dari Nubuwah, tepatnya pada juni 622 M, lebih dari 70 muslimin penduduk Yastrib (Madinah) datang kekota Makkah untuk melaksanakan manasik haji dari kaumnya yang masih musyrik, Klausul bai’at aqabah kedua ini adalah sebagai berikut[4] :

Untuk mendengar dan taat tatkala bersemangat dan malas

Untuk menafkahkan harta tatkala sulit dan mudah

Untuk menyuruh kepada yang ma’aruf dan mencegah dari yang mungkar

Untuk tegak berdiri karena Allah dan tidak merisaukan celaan orang yang suka mencela Karen allah

Hendaklah kalian menolongku jika aku datang kepada kalian, melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri, istri dan anak-anak kalian, dan bagi kalian adalah surga



Dalam riwayat Ka’ab sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu ishaq tentang klausul yang terakhir, didalamnya juga disebutkan “Lalu Rasulullah SAW berbicara, membaca Al-Qur’an, berdo’a kepada Allah dan menyebutkan harapannya untuk islam, kemudian beliau bersabda” “Aku membai’at kalian, agar kalian melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri dan anak-anak kalian”

Dari klausul bai’at aqabah kedua ini memperlihatkan bahwa masih menekankan pada pemantapan aqidah, namun ada kemajuan yaitu permintaan Rasulullah untuk mempunyai loyalitas dalam memperjuangkan islam, dengan segala kondisi yang kemungkinan bisa menimpa mereka. Ini merupakan modal besar yang telah dilakukan Rasulullah dalam memantapkan aqidah ummatnya yang dibelakang hari menjadi pioneer umat terdahulu.



Sistematika Pembangunan Rasulullah

Setelah 13 tahun melakukan dakwah di kota Makkah, dengan berbagai rintangan yang di hadapi Rasulullah SAW, banyak kenangan manis karena dikota inilah rangkaian-rangkai dakwah dimulai oleh rasulullah SAW, sahabat-sahabat utama beliau tempa (tarbiyah) disini, sehingga menjadi pribadi-pribadi qur’ani, namun kejadian-kejadian pahit juga dialami oleh Rasulullah SAW di kota ini, seperti dilemparinya Rasulullah SAW di Thaif ketika handak mendakwahi komunitas yang ada disana. Akhirnya sampailah pada suatu keputusan yang tidak mudah, karena banyaknya kenangan dan pengorbanan yang akan bertambah ketika Rasulullah berserta pengikutnya berhijrah ke Madinah.Namun Rasulullah telah berketetapan hati dan tentunya keputusan ini merupakan tuntunan Allah SWT, sekitar tahun ke 13 kenabian maka Rasululllah beserta pengikutnya, berhijrah ke Madinah, berikut ini adalah langkah-langkah yang di lakukan Rasulullah ketika berhijrah ke Yastrib (Madinah).

1. Memahami Sosial politik dan Ekonomi Kota Madinah

Ketika Rasulullah dan sahabat agung memasuki kota Madinah, maka dalam salah satu riwayat tergambar bahwa tidak ada satu rumahpun yang tidak membicara kan beliau, ini memperlihatkan begitu antusiasnya penduduk kota Yastrib (Madinah) mendengarkan dan menanti-nanti kedatangan beliau, namun di sisi lain kondisi internal penduduk Madinah sebelum datangnya Rasulullah beserta kaum Muhajirin berada dalam kondisi konflik internal, tejadinya konflik antar suku dalam memperebutkan kekuasaan penguasa Madinah, Kondisi ekonomi yang tidak mapan karena masih sangat tergantung dari pertanian, dan yang paling kuat secara perekonomian pada saat itu adalah kaum yahudi, nah inilah yang menjadi bahan kajian yang mendalam yang dilakukan Rasulullah untuk mengawali sistematika pembangunannya yang pada akhirnya nanti ternyata inilah prototype pembangunan paling berhasil di muka bumi sampai hari ini , yaitu indahnya cahaya Madinatul Munawaroh, Kota yang bercahaya dan penuh barokah dimana

setiap orang mendapatkan haknya masing-masing dan faham dengan baik apa yang menjadi kewajiban mereka terhadap negaranya.

2. Reformasi Sosial Budaya

a. Membangun Masjid

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru yaitu Negara Madinah, Nabi Muhammad SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama adalah membangun mesjid, selain tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.[5] Jika ditelusuri lebih lanjut ternyata di bangunnya masjid sebagai pusat segala aktivitas pemerintahan, ekonomi, bisnis, dan ritual keagamaan ketika pertama kali Rasulullah membangun kota Madinah sebagai sebuah negara tidak terlepas dari perjuangan panjang yang melelahkan sebelumnya yang dilakukan Rasulullah sebelum di Madinah. Selama 13 tahun di Makkah Rasululullah benar-benar menjadikan aqidah dan pembentukan kepribadian islami di kalangan sahabatnya sebagai prototype islam yang syumul (Sempurna).

Pembentukan pribadi yang sempurna sesuai dengan nilai-nilai qur’ani ini tidak bisa dipisahkan dari peran sentral masjid sebagai wadah pembinaan kader-kader pejuang islam tersebut. Aspek lain kenapa Rasulullah mendahulukan masjid ini bisa dianalisa bahwa Rasulullah didalam membangun sebuah bangsa, dia tidak mau melepaskan diri dari nilai-nilai yang selama ini menjadi keyakinan dan ruh bergerak dari setiap individu yang menjalankan roda pemerintahan tersebut, ini berarti dengan dibangunnya masjid untuk pertama kalinya memberikan kejelasan, bahwa keyakinan aqidah ummat benar-benar harus menjadi prioritas pertama dan utama jika suatu bangsa ingin maju dan makmur .

b. Merehabilitasi kaum Muhajirin Madinah dan Makkah

Langkah kedua yang dilakukan Rasulullah adalah mempersaudarakan antar golongan Muhajirin dan Anshar sebagai penduduk Madinah[6]. Langkah ini menciptakan sausana Ukhuwah Islamiyah yang kental yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat selain agama. Rasulullah mencontohkan keterikatan emosional yang tanpa batas karena seagama bahkan Rasulullah memperlihatkan bagaimana seharusnya seorang hamba Allah yang baik memperlakukan saudara seimannya melebihi saudaranya yang diikat melalui tali keturunan. Akhirnya dari sini muncullah perasaan psikologis yang tiada tara dan kebangaan terhadap islam yang telah mampu menembus batas-batas territorial, batas-batas suku (Asyabiyah) yang begitu kental sebelumnya dikalangan masyarakat arab. Bahkan bukanlah cerita baru sebelumnya bangsa Arab berperang dan bertikai hanya gara-gara sentimen suku (Asyobiyah) yang teramat kental.

c. Menciptakan Kedamaian

Dasar selanjutnya yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah dengan menghubungkan tali persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam[7]. Lebih lanjut keterikatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian yang dalam konteks hukum tata negara disebut sebagai “Piagam Madinah”. Piagam Madinah merupakan suatu bentuk perjanjian antara umat islam yang diwakili oleh Rasulullah dengan semua elemen masyarakat yang ada di Madinah yang mengatur pola hubungan dan jaminan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat yang tidak dikotak-kotakan lagi dengan status agama.

Akhirnya kita melihat bahwa Piagam Madinah ini menjadi strategis dalam membangun sebuah bangsa yang kokoh, karena dengan adanya piagam Madinah ini, memberikan landasan persyaratan minimal adanya suatu negara dan memberikan legitimasi Rasulullah SAW sebagai pemimpin Negara Madinah yang mengayomi semua masyarakatnya baik islam maupun non islam.

d. Meletakkan Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat

Akhirnya dengan adanya landasan Konstitusi pola hubungan bermasyarakat memberikan acuan mendasar dalam menentukan bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh komunitas islam yang sehari-hari berinteraksi dengan elemen masyarakat lainnya. Termasuk dalam konteks ini adalah dikenakannya pembayaran diyat bagi non islam dan dalam proses pemenuhannya diatur begitu rinci dalam piagam Madinah. Untuk piagam Madinah akan kami uraikan pada topik reformasi bidang politik keamanan berikut ini.

3. Reformasi di Bidang Politik Keamanan

a. Piagam Madinah.

Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarkat Madinah yang plural, adil, dan peradaban. Ini merupakan konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia (Robert N. Bellah). Lengkapnya Piagam Madinah tersebut adalah[8] .

Preambule

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yastrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, mengabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1:

Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.

Pasal 2:

Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu membahu membayar diat diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukmin.

Pasal 3

Banu “Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4

Banu Sa’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5

Banu Al-Hrts, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasl 6

Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7

Banu An-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8

Banu “Amr Ibn “Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9

Banu Al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10

Banu Al-“Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat diantara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang berat menangung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.

Pasal 12

Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13

Orang-orang yang takwa harus menentang orang yang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu yang zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

Pasal 15

Jaminan Allah satu, Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukmin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.

Pasal 16

Sesungguhnya orang yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya)



Pasal 17

Perdamaian mukminin adalah satu. Seoarang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalal Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18

Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.

Pasal 19

Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertaqwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20

Orang Musyrik (Yastrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) quriasy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus di hukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dari Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi bantuan atau menyediakan tampat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah “Azza wa jalla dan (Keputusan) Muhammad SAW

Pasal 24

Kaum yahudi memikul biaya bersama mukmin selama dalam peperangan.

Pasal 25

Kaum Yahudi dari bani A’wf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecauali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.

Pasal 26

Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 27

Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 28

Kaum Yahudi Banu Saidah diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf

Pasal 29

Kaum Yahudi banu Jusyam diperlakukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf

Pasal 30

Kaum Yahudi banu al-‘Aws diperlukan sama seperti yahudi Banu ‘Awf

Pasal 31

Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi banu ‘Awf, kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.

Pasal 32

Suku Jafnah dari Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah)

Pasal 33

Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti yahudi banu “Awf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat)

Pasal 34

Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah)

Pasal 35

Kerabat yahudi (diluar kota madinah) sama seperti mereka (Yahudi)

Pasal 36

Tidak seorangpun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Itu tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan) ini.

Pasal 37

Bagi kaum yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya . Mereka (yahudi dan Muslimin) Bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menangung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38

Kaum yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

Sesungguhnya Yastrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40

Orang-orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42

Bila terjadi sauatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla, dan (keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini.

Pasal 43

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44

Mereka (Pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yasrib.

Pasal 45

Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46

Kaum Yahudial-‘awf, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (penghianatan). Setiap orang bertangung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (berpergian) aman, dan orang yang berada di Madinah aman kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.



Piagam Madinah ini memberikan fondasi yang kuat dan kokoh kepada pemerintahan islam di kota Madinah untuk menstabilkan politik keamanan, yang dalam sejarah duniapun memperlihatkan bahwa keamanan dan kestabilan politik merupakan icon penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara.

Menarik dikaji piagam Madinah ini merupakan piagam pertama dan terbaik didunia dalam sejarahnya dan ternyata ada beberapa pasal yang terkait dengan perekonomian seperti terlihat dalam pasal 2 - 11, yaitu tentang kewajiban setiap elemen masyarakat untuk membayar diat (denda), Pasal 20 tentang kewajiban bersama melindungi harta, Pasal 37-38 tentang kewajiban bersama menangung biaya untuk menghadapi pihak-pihak yang menentang piagam Madinah ini. Dengan demikian minimal terdapat terdapat 12 pasal yang mengatur tentang perekonomian secara langsung, yang kalau dilihat lebih jauh ini merupakan bentuk jaminan dalam keuangan negara, dengan cara bersama-sama (Takaful) menangung beban yang dihadapi negara tanpa membedakan agama dan suku.

b. Membangun sistem Pertahanan

Untuk melengkapi system yang seharusnya dimiliki oleh suatu negara, maka dibuatlah suatu kelengkapan pertahanan agama yang dilandasi Q.S Al-Anfal ayat 60 beikut ini : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. 8:60)”.

c. Membentuk Majlis Syuro

Allah SWT dalam Qur’an Surat At-Thalaaq ayat 6 memberikan amanah kepada Rasululullah SAW dan ummatnya untuk menyelesaikan perkara-perkara yang dihadapi dengan bermusyawarah “… dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; … (QS. 65:6). Dilandasi ayat ini pulalah akhirnya Rasulullah melakukan pembentukan Majelis Syuro, dan untuk mempermudah pengelolaan negara maka semenjak tahun ke-6 hijriah dibentuklah Sekretariat negara sebagai pusat pengelolan negara.

4. Reformasi Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat

1. Produksi

Wacana Konvensional umumnya menjelaskan produksi dari tiga sisi, yaitu apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/jasa diproduksi. Ini memastikan bahwa kegiatan produksi Feasible untuk mencapai economic Utility. Ekonomi islam menerima ketiga hal tersebut. Namun masih ditambah dengan nilai-nilai moral. Dalam islam kegiatan Produksi adalah bagian dari kewajiban Imaratul kaun, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk (Q.S 13:61). Sedang Fungsi Imarah merupakan bagian dari tugas Khilafah. Maka kegiatan produksi (Intaf) pada dasarnya adalah wajib Syar’I, sebab tugas Imarah tidak bisa diwujudkan tanpa berproduksi. Kerja sebagai unsur utama produksi harus ditunaikan untuk memenuhi hak Allah, hak hidup (aktualisasi diri), hak keluarga dan masyarakat[9].

Dalam pandangan Baqir Sadr[10] , ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dau bagian yaitu (1). Filosofi Ekonomi dan (2). Ilmu ekonomi. Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi. Bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syari’ah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.

Dengan kerangka berfikir semacam ini, faktor produksi dalam ekonomi islam tidak berbeda dengan faktor produksi ekonomi konvensional, yang secara umum dapat dinyatakan sebagai (1). Faktor produksi tenaga kerja, (2). Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, (3). Faktor produksi modal. Diantara ketiga faktor produksi ini, faktor modal yang memerlukan perhatian khusus karena dalam ekonomi konvensional diberlakukan sistem bunga. Pengenaan bunga terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas bagi tingkat efisiensi produksi.



2. Distribusi

Qur’an Surat Al-Qashash 76 – 83, merupakan kisah seorang kapitalis bernama Qarun di masa nabi Musa yang patut kita ambil pelajaran darinya, dari rangkaian 8 ayat ini dapat ditarik rangkaian tujuan ekonomi islam sebagai berikut[11] :

Mengutamakan Ketuhanan (Mencari Kehidupan akhirat)

Memperjuangkan kebutuhan Hidup Duniawi (dan janganlah melupakan Nasib di dunia)

Menciptakan kesejahteraan sosial

Negara menyingkirkan Kebinasaan (Kekacauan)

Untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi ini, terutama pada point yang ketiga yaitu menciptakan kesejahteraan sosial maka diperlukan pola distribusi yang tepat, sehingga pembangunan terditribusikan dengan baik kepada seluruh subjek dan objek pembangunan.

Dalam Konteks distribusi ini maka islam mempunyai beberapa metode ditribusi pendapatan seperti (1). Distribusi Pendapatan melalui pola kemitraan usaha (Q.S. Al Muzammil :20). (2). Distribusi melalui pola hubungan perburuhan, dengan dua metode operasional seperti upah dan memposisikan pekerja sebagai mitra. (3). Distribusi melalui pola mekanisme pasar. (4). Distribusi melalui sistem Zakat. (5). Distribusi melalui sistem pewarisan (Q.S. Al-Baqarah :180,240).

3. Konsumsi

Landasan mendasar dari konsumsi menurut islam terdapat dalam beberapa ayat dan hadis berikut ini :

“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S Al Baqarah : 183).

Ada 2 etika mendasar tentang pola konsumsi ini yang terdiri dari :

1. Hidup Sederhana

“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S A’raaf :31).

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Berhasillah orang yang menyrahkan diri kepada Allah (menjadi muslim) sedang rizkinya pas-pasan, tetapi Allah memuaskan”

2. Tidak Boros

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepad orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (Q.S Al Israa :26)

“Sesunguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya” (Q.S Al Israa : 27).

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW, bersabda “Sesungguhnya termasuk ‘isrof (pemborosan), seandainya anda memakan semua yang mendatangkan nafsu makan kepada anda”

Ini merupakan dua etika dasar pola Konsumsi yang digariskan dalam A-qur’an dan As-sunnah yang menjadi haluan pola konsumsi dalam islam, menurut Mukhamad Najib[12] Setidaknya terdapat dua batasan berkonsumsi : Pertama, Pembatasan dalam hal sifat dan cara, Kedua, Pembatasan dalam hal kuantitas atau ukuran konsumsi, seperti untaian indah Al Qur’an Surat (17: 29) berikut ini “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelengu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkanya…”. Sedangkan arahan islam dalam mengkonsumsi paling tidak ada tiga hal Pertama, Jangan Boros, Kedua, Seimbangkan Pengeluaran dan pemasukan, Ketiga, Tidak bermewah-mewah.

Dalam konteks teori yang lebih modern sekarang ini maka dalam Konsep konsumsi islam mengenal konsumsi Intertemporal. Monzer Kahf (1981)[13] berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami, dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut : (1). Islam dilaksanakan oleh masyarakat, (2). Zakat Hukumnya wajib (3). Tidak ada riba dalam perekonomian, (4) Mudarabah merupakan wujud perekonomian, (5). Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan.

Konsep ini didasari oleh hadist Rasulullah SWT “Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan…”. Dari konsep inilah akhirnya merubah fungsi konsumsi individu dalam konteks islam yaitu konsumsi di tambah dangan infak yang dikeluarkan oleh seorang muslim (Final Spending). Dalam tingkah laku ekonomi selanjutnya terjadinya perubahan fungsi konsumsi ini akan berpengaruh pada visi, dan perilaku individu ekonomi didalam islam, karena semakin tinggi konsumsi seorang individu dalam islam maka, akan meningkatkan infak yang dikeluarkan oleh seorang individu tersebut, akan berdampak pula pada motivasi berproduksi serta investasi yang lebih oleh seorang muslim, jika individu tersebut benar-benar mau menjadi makhluk ekonomi yang hakiki yaitu berproduksi, berkonsumsi, berinfak, berinvestasi (Saving), dan seterusnya, yang berakhir bahwa setiap individu ekonomi muslim, harus mempunyai kemampuan yang cukup bahkan dianjurkan lebih supaya fungsi ekonomi diatas dapat berjalan dengan lancar. Jika setiap individu mampu berperilaku seperti ini maka akan makmurlah negeri muslim.

4. Investasi

Terkait dengan Investasi, belum begitu banyak leteratur yang menjelsakan investasi yang dilakukan Rasulullah SAW ketika memimpin nagara Madinah pada zamannya, pad topik ini penulis akan mencoba membahas kerangka normatif yang behubungan dengan Investasi yang dimabil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan Koridor bergerak ekonomIslam.

a. Usaha-usahay yang tidak dibenarkan.

Hukum syariat islam telah menjadikan masalah pengembangan kepemilikan terkait dengan hukum-hukum yang tidak boleh dilanggar. Oleh karena itu, syariat islam melarang individu untuk mengambangkan kepemilikannya dengan cara-cara tertentu, anatara lain (1) Perjudian (Q.S Al-Maidah 90-91). (2). Riba ( Q.S Al-Baqarah : 275). (3). Penipuan (Al-Ghab). (4). Penipuan (Tadlis) dalam jual beli. (5). Penimbunan. (6). Pematokan harga[14].

Ghabn adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata, atau dengan harga yang lebih rendah dari harga rata-rata.[15]. Dan lebih jelas di ungkapkan dalam hadist Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah umar r.a bahwa ada seorang laki-laki mengatakan kepada nabi SAW, bahwa dia selalu menipu dalam jual beli, maka beliau bersabda :”Apabila kamu menjual, maka katakanlah :’Tidak ada Penipuan”.

Penipuan (Tadlis) dalam jual beli bisa timbul dari dua aspek yaitu penipuan oleh penjual yaitu dapat berupa penjual menyembunyikan cacat barang dagangannya, padahal dia dengan sadar mengetahui cacat barang tersebut,a tau bisa pula dengan mencoba menutupi cacat tersebut sehingga seolah-olah barang dagangan tersebut tidak cacat. Penipuan dari pihak pembeli bisa berupa pembeli memanipulasi alat pembayarannya, padahal dia dengan sadar mengetahui kecurangan tersebut.

b. Usaha-usaha yang dibenarkan

Sedangkan bentuk usaha –usaha yang dibenarkan dalam islam dapat berupa (1). Usaha Perniagaan (Q.S. An-Nisa’:29). (2). Bagi Hasil (Q.S Al-Muzammil : 20). (3). Pinjaman Lunak(Qardhul Hasan) (Q.S. Al-Baqarah : 245).

5. Kebijakan Fiskal

Prinsip islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang diadasarkan ats ditribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spritual pada tingkat yang sama.[16]

Lebih rinci Kebijakan Fiskal menyangkut kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealiasasikan tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan Fiskal mempunyai dua instrumen , pertama: kebijakan pendapatan, yang tercermin dalam kebijakan pajak, kedua; kebijakan belanja[17].

Di Makkah Sumber pendapatan Rasulullah sangat bergantung pada pendanaan Siti Khadijah dalm proses pengambangan dakwah islam, dan prinsip yang diterapkan pada saat ini adalah kerelaan untuk mengeluarkan dana pribadi untuk pengembangan dakwah, Di Madinah prinsip ini masih dipegang teguh sampai turunnya Q.S Al-anfal:41, tentang Khums, yaitu seperlima dari harta rampasan perang adalah milik Allah dan rasulnya, dan mulailah kemdirian ekonomi dan system pendapatan negara dipilah-pilah menjadi cukup rinci seprti terlihat berikut ini :

Dizaman Rasulullah pendapatan bersumber dari[18] :

Dari Muslim

Dari Non Muslim

Umum

Zakat

Ushr (5 – 10%

Ushr (2,5%)

Zakat Fitrah

Wakaf

Amwal Fadila

Nawaib

Sadaqah yang lain

Khumus

Jizyah

Kharaj

Ushr (5%)

Ghanimah

Uang Tebusan

Pinjaman

Hadiah dari negara lain



Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea untuk orang yang dilindungi adalah 5% danmusil 2,5%.

Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepad aumat islam yang disebabkan Karena Allah dan pendapatanya disimpan dalam baitul mall.

Amwal Fadila adalah harta benda muslimin yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau yang meninggalkan negerinya.

Nawaib adalah pajak yang jumlahnya cukup besar dan dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada perang tabuk.

Khumus adalah rikaz harta karun

Jizyah adalah pajak yang dikenakan kepada orang non muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, property,ibadah, dan tidak wajib militer. Pada masa rasulullah besarnya jizyah sebesar 1 (satu) dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya.

Kharaj adalah pajak tanah yang dipungut dari non muslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil oleh muslim, tapi pemilik lamanya menawarkan tetap akanmengelolanya, sebagai penganti sewa tanah mereka bersedia memberikan sebagian hasil produksinya kepada negara. Jumlah Kharaj dari tanah ini tetap sama yaitu sebesar setengah dari hasil produksi.

Sedangkan pos-pos pengeluaran negara :

Primer

Skunder

· Biaya Pertahanan

· Pengeluaran Zakat

· Pembayaran Gaji untuk Wali, Qadi, Guru, Imam dll

· Pembayaran Upah Sukarelawan

· Pembayaran Utang Negara

· Bantuan Untuk Musafir

· Bantuan untuk orang yang belajar

agama di Madinah

· Hiburan untuk delegasi

· Hadiah untuk negara lain

· Pembayaran pembebasan kaum

muslimin yang menjadi budak

· Pembayaran utang orang yang

meninggal dunia dalam keadaan

miskin

· Tunjangan untuk orang miskin

· Pengeluaran RT rasulullah

· Persediaan darurat







6. Kebijakan Moneter

Jazirah arab teletak di jalan lalu lintas perdagangan antara imperiumPersia dan Imperium Romawi (jalur dagang utara), Imperium Romawi dan India (Jalur dagang selatan), dan syam dengan Yaman (jalur utara-selatan). Kondisi tersebut sangat menguntungkan Jazirah Arab. Perdagangan Merupakan Basis kegiatan ekonomi masyarakat arab.

1. Uang Yang digunakan.

Makkah sejak awal kenabian hingga jaman Rasulullah memerintah, mata uang yang digunakan adalah dirham dan Dinar. Hal ini diriwayatkan dalam Hadist Ibnu Umar Meriwayatkan bahwa nabi bersabda: “Jika manusia telah menjadi kikir lantaran uang Dinar dan Dirham, mereka melakukan jual beli dengan cara ‘ayyinah dan mereka telah mengulit buntut sapi, mereke meninggalkan jihad dijalan Allah, maka Allah menurunkan bala kepada mereka. Dia tidak mencabut bala tersebut sebelum mereka kembali kepada agama mereka” (Riwayat Ahmad, Abu daud, Ath Tharmidzi dan Ibnu Qaththan).

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Malik dan Ad Daruquthnie dari al Aliyah binti Syarahbil, mengatakan :”Aku dan Ibu Zaid bin Arqam berkata, “Sesungguhnya aku telah menjual budak dari Zaid bin Arqam dengan harga 800 dirham dengan cara nashi’ah (penanguhan pembayaran), kemudian aku beli lagi dengan harga 600 dirham dengan cara tunai” Aisyah kemudian berkata : “Alangkah buruknya caramu menjual, dan alangkah buruknya caramu membeli. Sampaikanlah kepada Zaid bin Arqam, bahwa cara demikian telah membatalkan (ma’na) jihadnya bersama rasulullah SAW kecuali jika ia bertobat”

Dari dua riwayat ini terlihat dengan jelas bahwa dimasa Rasulullah SAW alat pembayaran yang digunakan dalam transaksi adalah dinar dan dirham, bahkan dalam riwayat lain malah diketemukan sebelum Rasulullah SAWpun sebenarnya dinar dan dirham juga telah ada di jazirah arab.

2. Sistem dan Kebijakan Moneter

Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar – dirham 1 : 10 [19].

Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai berikut : Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr ,Mata uang dimpor, dinar dari romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya.

Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis, Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, Larangan Kanz (larangan menimbun uang), Demand money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor ketika demand meningkat

Kesimpulan

1. Jika kita lihat sistematika pembangunan yang dilakukan Oleh Rasulullah SAW, sebagai prototype sistem pembangunan ekonomi islam maka kita melihat bahwa yang dilakukan pertama adalah membangun aqidah/Keimanan ummat yang secara simbolis terlihat dalam langkah pertama Rasulullah SAW, membangun Mesjid dalam masa pemerintahannya di Kota Madinah, memperkuat ikatan ukhuwah ditengah tengah masyarakat.

2. Langkah kedua yang dilakukan adalah membangun pra dan sarana politik, seperti Konstitusi, system Pertahanan, Majelis Syuro dan Sekretariat Negara

3. Pembangunan Ekonomi, aktivitas produksi, ditribusi, konsumsi dan diperkuat dengan konsep-konsep dasar tentang kebijakan fiskal yang mengambarkan pola pendapatan dan pengeluaran di zaman Rasulullah, dan pada masa ini pula telah digagas konsep-konsep dasar kebijakan moneter.



DAFTAR PUSTAKA



1. Al-Kaaf, Zaky, Abdullah, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, Pustaka Setia Bandung, Maret 2002

2.Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyurahman, Sirah Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,Maret 2002



3.Artikel Suplemen Republika, 29 Juni 2002



4. Hidayat, Surahman, Etika Produksi Dalam islam, Artikel Republika, 28 Oktober 2002



http//www.imz.or.id, Kebijakan Fiskal dalam ekonomi Syari’ah, artikel imz online, 19 Oktober 2002



Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT, Jakarta, 2002.



7. Karim, Adiwarman ,Ekonomi Mikro islami, IIIT, Jakarta, 2002



8. Karim,Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu kajian Ekonomi Makro, IIIT Jakarta, Mei 2002



Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek, Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997



10. Najib, Mukhamad, Perilaku Konsumsi dalam Islam, Republika, 8 November 2002



Perwataatmadja, Karnaen A, Sejarah dan Pemikiran Ekonomi Islami, Diktat Kuliah, PSKTTI UI, 2002



12. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Rajawali Press, Jakarta 2001





[1] Bahan Kuliah SPEI Pasca sarjana Ekonomi dan Keuangan syariah, angkatan ke 3

[2] Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury , Sirah Nabawiyah, Maret 2003, hal 199

[3] Diriwayatkan Al-Bukhary dari Ubadah bin Ash-Shamit, dalam Sirah Nabawiyah , Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury hal …

[4] Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari jabir, dalam Sirah Nabawiyah Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, hal 206-207



[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2001, hal 25 - 26

[6] Badri Yatim, Op Cit, hal 26

[7] Badri Yaim, Op Cit, hal 26

[8] Artikel pada suplemen Republika, sabtu 29 Juni 2002

[9] Surahman Hidayat, Etika Produksi dalam islam, Republika 28 Okt 2002

[10] Dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami,2002, hal 81

[11] Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, 2002, hal 104 - 109

[12] Artikel Republika, 8 November 2002

[13] Adiwarman karim,Ekonomi Mikro islami, 2002, hal 66

[14] Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Al-Ternatif, 2000, hal 199-214

[15] Taqyuddin An-Nabhani, Op Cit, 2002, hal 203

[16] M.Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, 1997, hal 230

[17] Artikel, pada http//www.imz.or.id 19 Oktober 2002

[18] Adiwarman Karim, 2002, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hal 35

[19] Adi Warman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro, Mei 2002

,

0 comments

Write Down Your Responses

catatan2 universitas Kehidupan

"Inti dari Kecerdasan adalah Bermanfaat" . Powered by Blogger.