Akuntansi Islam dalam lintasan sejarah


Oleh : Jaharuddin
Pendahuluan

Belum banyak leteratur dalam bahasa Inggris yang kita peroleh untuk membahas isu Akuntanasi dalam sejarah islam, diharapkan dalam perjalanan waktu hal ini akan banyak diungkapkan dengan penerjemahan buku-buku Arab kedalam bahasa Inggris atau Indonesia. Disini kita kan mencoba melihat bagaimana praktek akuntansi (sejauh yang ada dalam literature) di negara yang dapat dikategorikan sebagai negara yang islamnya dominan. Studi mengenai topik ini belum banyak sehingga barangkali analisa kita juga belum lengkap. Kita perlu mengarahkan penelitian kita untuk mengali praktek akuntansi dinegara atau di masyarakat yang hukum sosialnya menerapkan dasar islam. Khususnya selama kurun waktu kejayaan islam sejak zaman Rasulullah sampai abad ke 10 Masehi.[1]
Inilah yang menginspirasikan kepada saya untuk mencoba mencari leteratur yang terbatas dan menuliskan Akuntansi dalam lintasan sejarah yang semoga saja mampu memberikan wacana dalam kekurangan sumber sejarah dari penulisan akuntansi islam di dunia islam. Padahal sebagai seorang muslim kita berkeyakinan bahwa satu-satunya agama yang sempurna hanya islam, ini memberikan informasi kepada kita bahwa pasti ada konsepsi-konsepsi akuntansi didalam islam tersebut.
Penulisan akuntansi islam dalam lintasan sejarah ini berdasarkan konsultasi dengan bapak Sofyan Safri Harahap, maka diawali dari masa Pra islam, Masa Rasulullah SAW ( 1 – 23 H), Masa Khulafa Rasyidin, yaitu Abu Bakar Siddik (632 – 634 M), Masa Umar Bin Khattab ( 634 – 644 M), Masa Ustman Bin Affan (644 – 655 M), serta Masa Ali Bin Abi Thalib (655 – 661 M).
Setelah masa pra islam, Rasulullah dan Masa Khulafa Rasyidin tersebut, maka penulisan akan dilanjutkan kemasa Umayah (661 – 750 M), lebih kurang selama 90 tahun, kemudian Masa Abbasiyah (750 – 1258 M), dan terakhir akan dilanjutkan pada masa Ustmani yaitu kekhalifahan terakhir umat islam sebelum dihancurkan oleh sekulerisme yaitu dari tahun 1258 sampai dengan tahun runtuhnya khilafah Ustmani yaitu tahun 1924M.

Pengertian Akuntansi dalam islam
Sebelum membahas lebih jauh tentang sejarah akuntansi islam maka terlebih dahulu perlu diketahui pengertian akuntansi itu sendiri. Dalam buku A Statement of basic Accounting Theory[2] dinyatakan akuntansi adalah “proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya”. Sedangkan American Institute of certified Public Accountant (AICPA)[3] mendefenisikan akuntansi adalah seni pencatatan, pengolongan, dan pengiktisaran dengan cara tertentu dalam dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. Accounting Principles Board (APB)[4] Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif”. Dengan demikian menurut Muhamad[5] inti persoalan akuntansi adalah bahwa akuntansi merupakan sarana informasi dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Selanjutnya didasari pengertian-pengertian akuntansi diatas maka perlu pula di rekontruksi pengertian akauntansi islam tersebut seperti apa. Untuk menjawab pertanyaan ini maka Iwan Triyuwono dan Graffikin (1996)[6] merupakan salah satu upaya mendekontruksi akuntansi modern kedalam bentuk yang humanis dan sarat nilai.
Terdapat perbedaan pendapat tentang bagaimana meng islamisasi kan ekonomi, terdapat tiga main stream di kalngan ekonom dan cendikia islam dunia saat ini, yaitu [7]:
Mazhab Baqir as-Sadr
Mazhab ini berpendapat ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam, Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif, yang satu anti islam, yang lainnya islam.
Mazhab Main Stream
Mazhab ini berpandangan tentang masalah ekonomi tidak berbeda dengan pandangan ekonom konvensional, yang berbeda hanya dalam hal pemecahan masalah ekonomi tersebut, dalam ekonomi islam pemecahan masalah ekonomi, dipandu oleh Allah lewat Al-Qur’an dan Sunnah, Tidak didasari dengan mempertuhankan hawa nafsu.
Mazhab Alternatif Kritis
Mazhab ini berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme. Tetapi juga terhadap ekonomi itu sendiri. Mereka yakin bahwa islam itu pasti benar, tetapi ekonomi islami belum tentu benar karena ekonomi islami adalah hasil tafasiran manusia atas Al-Qur’an dan Assunnah. Sehingga nilai kebenaranya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi islam harus selalu diuji kebenaranya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.
Dari ketiga mazhab perkembangan ekonomi islam ini mempunyai alasan dan argumen masing-masing, begitu halnya dalam perkembangan akuntansi islam, idealnya akuntansi islam benar-benar lahir tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai ekonomi konvensional yang berideologikan kapitalis, namun kenyataanya akuntansi konvensional tersebut telah ada sementara akuntansi islam tersebut dalam proses mencari format, maka mau tak mau realitas mengatakan akuntansi islam terpengaruhi oleh akuntansi konvensional, maka dalam penulisan ini penulis merekontruksi pengertian akuntansi islam yang dipengaruhi oleh nilai-nilai akuntansi konvensional yaitu salah satu intrumen yang digunakan oleh pengambil keputusan dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan bisnis. Dengan demikian maka penulisan ini akan didasari oleh pengertian yang sangat luas tersebut, dengan melihat perkembangan sejarah peradaban islam.

Akuntansi dalam lintasan sejarah
a. Akuntansi di kalangan Bangsa Arab sebelum Islam
Mengawali sejarah peradaban Islam maka tidak akan lengkap jika tidak diawali dengan mengetahui perkembangan peradaban sebelum islam berjaya, dengan demikian untuk menyempurnakan pembahasan akuntanasi dalam lintasan sejarah ini maka terlebih dahulu kita telusuri akuntansi di bangsa arab sebelum islam.
Allah SWT berfirman :
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu)kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan musim panas. Maka, hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menhilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”[8]
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa bangsa Quraisy mengandalkan pedagangan untuk mencari nafkah, yaitu mereka selalu melakukan perjalanan dagang pada musim panas dan musim dingin. Dengan demikian mau tak mau para saudagar Qurisy harus mengetahui dasar-dasar perhitungan (akuntansi) dalam transaksi perdagangan mereka, baik antar sesama mereka maupun dengan saudagar-saudagar asing di luar jazirah arab.[9]
Adapun tujuan akuntnaasi di kalangan bangsa rab (yang berdagang keliling) pada waktu itu adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan dari jumlah asset, seperti untung dan rugi. Adapun untuk pedagang yang menetap, yang mayoritas pada waktu itu adalah orang yahudi, mereka memakai akuntansi sebagai sarana untuk mengetahui hutang-hutang dan dan piutang. Jadi, konsep akuntansi waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan.[10]
b. Zaman Rasulullah
Setelah munculnya islam disemenanjung Arab dibawah pimpinan Rasulullah SAW, serta telah terbentuknya daulah islamiyah di Madinah, mulailah perhatian rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliyah (keuangan) dari unsure-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan segala usaha untuk mengambil harta orang lain secara bathil. Bahkan Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas Keuangan). Diantara bukti seriusnya persoalan ini adalah dengan diturunkannya ayat terpanjang didalam al-qur’an, yaitu surah al-baqarah ayat 282. Ayat ini menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah), dasar-dasarnya, dan mamfaat-mamfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukuk yang harus dipedomani dalam hal ini. Para sahabat rasul dan pemimpin umat islam juga menaruh perhatian yang tinggi terhadap pembukuan (Akuntansi) ini, sebagaimana yang terdapat dalam sejarah khulafaur rasyidin. Adapun tujuan pembukuan bagi mereka di waktu itu adalah untuk mengetahui utang-utang dan piutang serta keketrangan perputaran uang. Seperti pemasukan dan pengeluaran. Juga, difungsikan untuk merinci dan menghitung keuntungan atau kerugian, serta menghitung harta keseluruhan untuk menentukan kadar zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing individu.[11]
Dengan demikian jelas pula begitu besarnya perhatian islam terhadap akuntansi didalam perekonomian islam bahkan telah diterapkan pula beberapa undang-undang akuntansi yang telah ada seperti undang-undang akuntansi untuk perorangan, perserikatan (Syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan pengunaan harta (hijir), dan angaran negara. Maka dengan masa waktu semenjak tahun pertama hijriah sampai 23 hijriah, rasulullah SAW telah membangun fondasi akuntansi islam yang detail yang di belakang hari akan diteruskan oleh sahabat-sahabat beliau, sbegai khalifah penerus jejak langkahnya.
c. Zaman Khulafa Rasyidin
1. Zaman Abu Bakar Siddik
Setelah Rasululullah SAW meninggal dunia maka pada tahun 632 M diangkatlah Abu Bakar Siddik sebagai khalifah pertama umat islam sepeningal Rasulullah SAW. Abu Bakar Siddik memerintah selama dua tahun yaitu smenjak tahun 632 – 634 M.
Selama sekiatar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya di antara mereka sendiri tanpa sepengetahuan hazrat Abu bakar.
Pada masa Rasulullah, pendapatan baitul maal 9selain hewan) disimpan di Mesjid nabawi, tapi pada saat itu tidak ada uang tunai yang teersisa. Berapapun uang yang masuk, langsung diditribusikan pada saat itu juga termasuk ketika baitul maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain.[12]
Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar tinggal di Sikh, yang terletak dipinggir kota madinah tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penangung jawab baitul mall. Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul maal. Sistem pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbedaharaan keuangan.[13]
2. Zaman Umar Bin Khattab
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerjaan Hirah. Ia digantikan oleh “Tangan kanan”nya, Umar Bin Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya seudah dekat, ia bermusyawarah dengan pemuka sahabat, kemudia mengangkat Umar sebagai pengantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijaksanaan Abubakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara ramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulullah (Penganti dari penganti rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amirul Mu’minin (Komandan orang-oranr beriman).
Umar Bin Khatab memerintah selama 10 tahun yaitu dari tahun 13 – 23 H/ 634 – 644 M, selama masa pemerintahan Umar Bin Khattab banyak sekali perkembangan ekonomi yang dijumpai dan dirasakan umat islam.
Beberapa Kebijakan Umar Bin Khattab di bidang ekonomi.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah segera mengatur adiministrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia, yaitu dengan membagi pemerintahan menjadi 8 wilayah propinsi : Mekkah, madinah, Syria, jazirah, basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Kemudian dimasa Umar Bin Khattab ini pulalah didirikan departemen-departemen didalam mengelola pemerintahan, ditertibkannya system pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan antara legislative dan yudikatif, dibentuknya jawatan kepolisian,Jawatan pekerjaan umum , mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriah.[14]
Di masa Umar Bin Khattab, perkembangan bidang ekonomi ini sangat berarti, wajarlah kita mengatakan bahwa Umar Bin Khattab ini adalah ekonom yang sangat ulung dalam merencanakan perekonomian di masanya, hal ini dibuktikan dengan pada pidatao pengankatannya menjadi khalifah terdapat “Platform” kebijakan ekonomi yang akan diterapkannya sebagai berikut .[15]
a. Negara islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari Kharaj dan harta Fai’ yang diberikan Allah kepada rakyat kecualimelalui mekanisme yang benar.
d. Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutnag.
e. Negara tidakd menerima harta kekayaan dari ahsil yang kotor, seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia memakai dengan jalan yang benar.
Bahkan dizaman Umar Bin Khattab ini telah ada pula Anggaran Pendapatan Negara, yang dizaman ini dikenal dengan APBN. Umar Bin Khattab membaginya menjadi 4 bagian. [16], yaitu :
Bagian I : Khusus untuk pengeluaran harta zakat, ayitu untuk kaum fakir, miskin, orang yang menangani zakat, orang yang terpikat oleh islam, budak, orang yang terjerat hutang, sbilillah dan Ibnu sabil.
Bagian II : Khusus untuk pengeluaran dari 1/5 harta rampasan, yaitu untuk Allah SWT.
Bagian III : Khusus untuk pengeluaran harta yang diserahkan kepada baitul mal berupa barang temuan dan peningalan yang tidak ada ahli warisnya, maka sumber pemasukan ini digunakan untuk memberikan infaq kepada kaum fakir.
Bagian IV: Khusus untuk pembiayaan kemaslahatan umum. Ini dibiayai dari sumber pemasukan Jizyah, Kharaj dan ‘Usyur.
Demikian majunya perekonomian di zaman Umar Bin Khattab dan ini merupakan prototipe dari perekonomian islam sesungguhnya, maka pastilah semua perkembangan ekonomi tersebut mempunyai bentuk-bentuk pencataatan, maka bisa dipastikan bahwa di zaman Umar Bin Khattab ini telah ada Akuntansi islam, tetapi seperti apa format-formatnya, misalnya apakah telah ada buku besar, jurnal, laporan rugi laba dan seterusnya penulis belum menemukan letartur yang lebih rinci.
Ustman Bin Affan
Ustman Bin Affan termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk islam lewat atangan Abu Bakar.[17] Beliau lahir di Mekkah Ustman bin Affan bin Abiel Aash bin Umaiyah, bin Abdu Syamis, bin abdu Manaaf.[18] Ia adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya islam di beberapa peristiwa penting dalam sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang sudah diterapkan khalifah kedua. Tetapi ketika menemui kesulitan-kesulitan – terlihat jelas bahwa bakat mereka berbeda - , dia mulai menyimpang dari kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti lebih fatal baginya dan juga bagi islam.[19]
Dimasa ustman ini untuk mengamankan zakat dari ganguan dan maslah dalam pemerikasaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, hazrat ustman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam hubungannya dengan zakat, dalam sambutan Ramadhan biasanya dia mengingatkan “…lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki property dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia utang dan membayar zakat untuk property yang masih tersisi…”. Dia juga mengurangi zakat dari pensiun.[20]
Zaman Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib berkuasa selama lima tahun. Sejak awal dia selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen didaerah syiria dan kemudian mesir. Khalifah sudah memindahkan ibu kota dari madinah ke Kufah tapi tidak ada gunanya.
Khalifah Ali dalam melaksanakan tugasnya mempiunyai konsep yang jelas tentang pemerintahan, dia mampu meberikan job description yang jelas kepada semua elemen pemerintahan yang terkait dibidangnya, di masa Khalifah Ali ini pula dengan jelas ali meminta kepada pejabat tinggi di pemerintahannya untuk membentuk pengadaan bendahara, dengan demikian melekat sekali tugas bendahara dengan accounting. Ciri laian yang ditemuai selama kepemimpinan Khalifah Ali adalah mendistribusikan seluruh pendapatan dan provisi yang ada di Baitul maal Madinah, Busra dan Kufah. Sistem Distribusi dilaksanakan pada setiap hari kamis, pada hari itu semua perhitungan telah diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Mungkin cara ini dipandang terbaik dipandang dari segi hukum dan keadaan negara yang sedang mengalami perubahan kepemimpinan. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan para pengikutnya di Irak.
Zaman Kekhalifahan Islam
a. Zaman Umayah
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Nama pangilannya Abu Abdur Rahman al-Umawi. Dia dan ayahnya masuk islam pada saat pembukaan kota Makkah (Fathu Makkah), ia ikut dalam perang hunain, termasuk orang-orang mualaf yang ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya baik serta menjadi salah seorang penulis wahyu.[21]
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay inilah peletak batu dasar kekhalifahan Umayah yang berkuasa dari tahun 661 – 750 M, yang lebih kurang berkuasa selama 90 tahun, suatu prestasi yang luar biasa dari sejarah peradaban umat islam yang mampu mempertahankan sutu kekhalifahan selama itu, karena dalam sejarah Khulafa rasyidin yang paling lama bertahan adalah masa Ustman Bin Affan yang mampu betahan selama 12 tahun, yaitu 644 – 655 M.
Walaupun diakui bahwa dikatakan masa kekhalifahan Umayah ini yang bertahan 90 tahun tersebut adalah kekhalifahan dimulai dari Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay dan diteruskan secara turun temurun terhadap anaknya dan keluarga penerusnya, yang memperlihatkan terjadinya pergeseran pemerintahan dari demokratis menjadi Monarchiheridetis.[22] (Kerajaan turun temurun).
Beberapa Prestasi bidang ekonomi
Disamping ekspansi kekuasaan islam, Bani Umayah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatanya dispenjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersejata dan mencetak uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (Qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, qadhi adalah seorang specialis dibidangnya. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata tulisan arab. Khalifah Abd al-malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. Keberhasilan khalifah abd al-Malik dikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd abd al-malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang-orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid megah.[23]
Dari deskripsi perkembangan berbagai segi ekonomi dan sector-sektor penunjangnya diatas dapat dilihat bahwa semua itu memerlukan pencatatan yang rapi, walaupun belum ditemukan literature memberikan informasi terdapatnya lembaga pencatatan dan akuntan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut, namun dari indikasi pembangunan diatas dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dicatatkan oleh lembaga tertentu ayng ditunjuk oleh kerajaan untuk memperlancar proses pembangunan tersebut. Dengan demikian di zaman Umayah ini hampir dipastikan telah terdapat proses pencatatan semacam lembaga akuntan yang memberikan input data-data akuntansi dalam pengambilan keputusan oleh pihak kerajaan.
b. Zaman Abbasiah
Dikatakan sebagai zaman keKhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa kekhalifahan ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik di zaman kekhalifahan Abbasiyah, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:[24], sebagai berikut :
i. Periode Pertama (132H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
ii. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh turki Pertama
iii. Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
iv. Periode kempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
v. Peride kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanyanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad
Beberapa catatan ekonomi yang dapat kita temukan dibukus ejarah pada masa kekhalifahan ini adalah pada masa kekhalifahan al-Mahdi (775 – 785 M), perekonomian mengalami perkembangan dengan adanya irigasi, meningkatnya pertambangan emas, perak, tembaga dan bessi dan semakin meningkatnya volume perdagangan melalui pelabuhan Basrah[25]. Dari perkembangan sektor ekonomi ini maka bisa dipastikan semua aktivitas ekonomi ini membutuhkan dan mengunakan pencatatan, namun memang belum ditemukan bentuk pencatatan yang rinci yang dilakukan dimasa ini, namun yang pasti akuntansi telah digunakan dimasa kekhalifahan Abbasiyah ini.
Daulat Abbasiyyah, 132--232 H. /750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:[26]
1. Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
2. Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
3. Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 41).
Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)
Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.
2. Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.
3. Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 141).
Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada pendahuluan Bab I; dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.
Zaman Ustmani
Pada tahun 656 H/1267 M, Ustman anak Urtughril lahir. Ustman inilah yang kemudian menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah.[27] Kekhalifahan Ustmani ini berlangsung dari tahun 1258 – 1924 M. dalam masa yang sangat panjang ini banyak sekali sultan erkuasa dengan cork dan karakteristiknya masing-masing.
Pada masa Muhammad al-Fatih, orang-orang Ustmani sangat memperhatikan lintas perdagangan dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehinga memudahkan arus perdagangan disemua wilayah. Ini semua membuat negeri-negeri asing terpaksa membuka pelabuhan-pelabuhan bagi warga negara Ustmani, demi melakukan pedagangan dibawah panji pemerintahan Ustmani. Dampak dari kebijakan umum terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh negeri. Pemerintahan Ustmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama, pemerintahan Ustmani tidak meninggalkan pembangunan di bidang industri dengan membangun sarana-sarana badan logistik, membuat senjata dan membangun benteng-benteng ditempat-tempat strategis.[28]
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan[29].
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut ini [30]:
· Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
· Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
· Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.
Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntansi yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:
· Akuntansi Bangunan.
· Akuntansi Pertanian.
· Akuntansi Pergudangan
· Akuntansi Pembuatan Uang.
· Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28)
Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
2. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
3. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
4. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
5. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.
6. Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
7. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
8. Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
9. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
10. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
11. Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
12. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.
13. Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
14. Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya.[31]
Kalau kita perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit.[32] Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja.[33]
Kesimpulan
Dari rangkaian sejarah diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah peradaban islam telah lama dikenal Akuntansi, bahkan semenjak pra islampun telah ada praktek akuntansi di bangsa arab untuk memperlancar proses perdagangan yang menjadi cirri khas utama dalam budaya bangsa arab.
Dalam perkembangannya memang sedikit literature yang membahas bahwa sesungguhnya islam telah lama mengenal akuntansi itu sendiri, - semacam ada kesengajaan pembelokan sejarah – padahal dari paparan diatas jelas sekali sebelum barat berbicara dan menulis tentang akuntansi islam telah dengan detil sekali membahas dan mepraktekkan akuntansi, sebagai bukti dapat dilihat pada masa-masa keeasan islam semisal Kekhalifahan Ustmani.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, dan Terjemahan, edisi Revisi, Departemen Agama, “Mahkota” Surabaya, 1990
Adiwarman Karim, Ir, SE, M.A, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonesia, 2002.
Adiwarman Karim, Ir, SE, MA, Sejarah Ekonomi Islam, IIIT Indonesia, 2002.
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003
Badri Yatim, Dr, MA, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Rajawali Press, Jakarta 2001.
Husein Syahatah, Dr. Pokok-pokok pikiran Akuntanssi Islam, Akbar Jakarta, 2001
http://www.tazkiaonline.com; Sejarah Akuntansi diNegara Islam, Mei 2003
Ibrahim Lubis, H,Drs, Bc. Hk.Dipl.Ec, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Kalam Mulia, Jakarta, 1994
Imam As-Suyuti, Tarikh Khulafa’, Sejarah penguasa Islam: Khulafa’urrasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001.
Muhamad, Prinsip-prinsip akuntansi dalam Al-qur’an, UII Press Yogyakarta, 2000.
Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi, Umar Bin Khattab, Pustaka Azzam, Jakarta 2002.
Sofyan Syafri Harahap, PhD, M.Acc, Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Pustaka Quantum Jakarta, 2001
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy, Sirah sahabat, Keteladanan Orang-orang di sekitar Nabi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2002

[1] Sofyan Syafri harahap, PhD, hal 149
[2] Dalam Muhamad, hal 3
[3] Dalam Muhamad, hal 4
[4] Dalam Muhamad, hal 4
[5] Dalam Prinsip-prinsip akuntansi dalam alqur’an, Op cit, hal 4
[6] Muhamad, Op Cit hal 7
[7] Karim, Adiwarman, Ir, SE, M.A, hal 13 - 16
[8] Al-Qur’an, surat al-Qurisy : 1-4
[9] Husein Syahatah, Dr, hal 19
[10] Husein Syahatah, Dr, Op Cit hal 19
[11]Husein Syahatah, Dr, Op Cit hal 20 - 21
[12] Adiwarman karim, Ir, SE, MA, Op Cit, hal 44
[13] Adiwarman karim, Ir, SE, MA, Op Cit, hal 44
[14]Badri Yatim, Dr, Op cit, hal 37-38
[15] Quthb Ibrahim Muhammad, hal 34
[16] Quthb Ibrahim Muhammad, Op Cit, hal 108

[17] Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy, hal 31
[18] Ibrahim Lubis, Drs, Bc Hk. Dipl.Ec, hal 19
[19] Adiwarman Karim, Ir, SE, MA, hal 56
[20] Adiwarman Karim, Ir, SE, MA, Op Cit, hal 58
[21] Imam As-Suyuti, hal 229
[22] Badri Yatim Op cit, hal 42
[23] Badri Yatim, Op Cit, hal 44 - 45
[24] Bojeni Gajane Stryzewska, Tarik al-Daulat al-Islamiyah, (Beirut: al maktab al-tijari, tanpa tahun), hal 360, dikutip didalam Badri Yatim, Dr, MA, hal 49.
[25] Badri Yatim, Dr. Op cit, hal 52
[26] http://www.tazkiaonline.com, Mei 2003
[27] Al Sultan Muhammad Al Fatih, Abdus Salam Abdul Aziz, hal 12, dikutib dalam Ali Muhammad Ash-Shalabi, Dr, hal 43
[28] Ali Muhammad Ash-Shlabi, Dr, Op Cit, hal 186
[29] http://www.tazkiaonline.com, mei 2003
[30] dalam http://www.tazkiaonlie.com, mei 2003
[31] Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 163—165, dalam http://www.tazkiaonlie.com, mei 2003

[32] Heaps, 1985, hal. 19—20 dalam http://www.tazkiaonlie.com, mei 2003
[33] Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 138, dalam http://www.tazkiaonlie.com, mei 2003
------------
makalah ini dibuat saat penulis mengambil mata kuliah Akuntansi Syariah dengan Dosen Sofyan Syafri Harahap,Ph.D di Pasca sarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah UI, tahun 2003

, ,

1 comments

,,.,KISAH NYATA ,,,,,,,
Aslamu alaikum wr wb..Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Bismillahirrahamaninrahim,,senang sekali saya bisa menulis dan berbagi kepada teman2 melalui room ini, sebelumnya dulu saya adalah seorang pengusaha dibidang property rumah tangga dan mencapai kesuksesan yang luar biasa, mobil rumah dan fasilitas lain sudah saya miliki, namun namanya cobaan saya sangat percaya kepada semua orang, hingga suaatu saat saya ditipu dengan teman saya sendiri dan membawa semua yng saya punya, akhirnya saya menaggung utang ke pelanggan saya totalnya 470 juta dan di bank totalnya 800 juta , saya stress dan hamper bunuh diri anak saya 2 orng masih sekolah di smp dan sma, istri saya pergi entah kemana dan meninggalkan saya dan anakanaknya ditengah tagihan utang yg menumpuk, demi makan sehari hari saya terpaksa jual nasi bungkus keliling dan kue, ditengah himpitan ekonomi seperti ini saya bertemu dengan seorang teman dan bercerita kepadanya, Alhamdulilah beliau memberikan saran kepada saya, dulu katanya dia juga seperti saya stelah bergabung dengan KI JAMBRONG hidupnya kembali sukses, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama satu minggu saya berpikir dan melihat langsung hasilnya, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KI JAMBRONG di No 0853-1712-1219. Semua petunjuk AKI saya ikuti dan hanya 3 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah Demi AllAH dan anak saya, akhirnya 5M yang saya minta benar benar ada di tangan saya, semua utang saya lunas dan sisanya buat modal usaha, kini saya kembali sukses terimaksih KI JAMBRONG saya tidak akan melupakan jasa AKI. JIKA TEMAN TEMAN BERMINAT, YAKIN DAN PERCAYA INSYA ALLAH, SAYA SUDAH BUKTIKAN DEMI ALLAH SILAHKAN HUB KI JAMBRONG DI 0853-1712-1219. (TANPA TUMBAL/AMAN).
;;;;;

Write Down Your Responses

catatan2 universitas Kehidupan

"Inti dari Kecerdasan adalah Bermanfaat" . Powered by Blogger.