KEBERPIHAKAN ISLAM TERHADAP KONSUMEN ATAU PRODUSEN



Oleh : Jaharuddin



Latar Belakang

Diriwayatkan dari Said bin Al-Musayyab, bahwa Umar Bin Khattab bertemu dengan Hathib bin Abi Bal’ta’ah yang sedang menjual zabib di pasar, Umar Bin Khattab mengatakan kepadanya : “Naikkan harga Zabib anda atau anda pergi dari pasar kami”[1].

Dalam riwayat ini terlihat bahwa Amirul Mukminin pada masa tersebut sangat berperan dalam perekonomian masyarakat, khalifah langsung turun mengontrol perkembangan harga ditengah-tengah masyarakat, namun dari riwayat hadist tersebut muncul semacam dilematis karena pada hakekatnya ketika seseorang pedagang menurunkan harga maka yang mendapat keuntungan adalah konsumen disisi lain ketika pihak produsen menaikkan harga maka yang menjerit adalah konsumen yaitu rakyat, ini memang kondisi yang tidak mudah apakah menurunkan harga atau menaikkan harga.

Ditinjau dari sudut pandang konsumen maka yang dikehendaki konsumen adalah turunnya harga , karena dalam teori ekonomi konvensional, akan berdampak kepada naiknya nilai riil dari pendapatan masyarakat dan sebaliknya jika harga naik maka konsumen akan menjerit karena nilai riil pendapatan masyarakat akan turun [2].

Dari riwayat diatas dan ditinjau dari sudut ekonomi konvensional, seolah-olah Amirul mukminin pada masa itu Umar bin Khattab keberpihakannya kepada pedagang atau orang kaya atau dalam konsep kapitalis pemilik modal.



Pada tulisan ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana sebenarnya keberpihakan dalam islam yang ditinjau dari sudut pandang mekanisme pasar pada ekonomi konvensional dan ekonomi islam.



Riwayat Hidup Umar Bin Khatab

Dia bernama Umar bin Khattab bin Nuafial bin Abdul ‘Uzza bin Rabah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Luay. Amirul Mukminin, Abu Hafash al-Qurasyi, al-Adawi, Al-Faruq. Dia masuk islam pada tahun keenam kenabian. Saat itu berusia 27 tahun, sebagaimana ditulis oleh Imam Adz-Dzahabi.

Imam an-Nawawi berkata: Umar lahir pada tahun ketiga belas setelah peristiwa Tahun gajah. Dia termasuk orang yang paling mulia dikalangan suku Quraisy. Masalah-masalah yang menyangkut diplomasi pada zaman jahiliyah diserahkan kepada Umar. Jika diantara kabilah terjadi peperangan, maka umar akan diutus sebagai penengah.

Dia masuk islam tatkala jumlah sahabat yang memeluk islam berjumlah sekitar empat puluh orang laki-laki dan sebelas wanita atau, sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain, yaitu tiga puluh lima laki-laki dan dua puluh tiga wanita. Sebagaimana juga disebutkan dalam sebuah riwayat jumlahnya ada empat puluh lima laki-laki dan sebelas orang perempuan. Tatkala dia menyatakan keislamannya, islam semakin kokoh dikota Mekkah dan kaum muslimin bersuka cita dengan keislamannya.

Imam Nawawi berkata: Dia termasuk pendahulu dari orang-orang yang masuk islam, dan sepuluh orang yang dijanjikan Rasulullah untuk masuk syurga. Dia salah seorang Khulafa’ Rasyidin dan sekaligus salah seorang mertua Rasulullah. Umar juga merupakan sahabat terkemuka dan salah seorang yang paling zuhud terhadap dunia.





Diriwayatkan darinya sebanyak lima ratus tiga puluh sembilan hadist. Beberapa orang yang meriwayatkan hadist darinya ialah Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Abi Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurahman bin Auf, Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, Amr bin Abasah dan anaknya Abdullah, Ibnu Abbas, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asyari, al-Bara’ bin azib, Abu Said al-Khudri dan masih banyak lagi yang lainnya dari kalangan sahabat.[3]



Riwayat Hidup Hatib bin Abi Bal ta’ah.

Tidak terdapat banyak sejarah yang tertulis tentang Hatib bin Abi Balta’ah , namun yang jelas Hatib bin Abi Balta’ah ini pernah bersama Rasulullah ikut berperang di Perang Badar. Namun Ketika persiapan perang ke Kota Mekkah yang sangat rahasia bahkan Aisyah sang istri tercintapun tidak mengetahuinya, dengan strategi yang begitu rahasia Rasulullah mengirim sekelompok tentara untuk mengelabui arah perang dengan mengirim sekelompok pasukan ke suatu daerah antara Dzu Khasyab da Dzul marwah.

Sementara itu Hatib bin Abi Balta’ah menulis surat yang hendak dikirimkan kepada Quraisy, yang isinya mengabarkan keberangkatan Rasulullah SAW kesana. Surat ini diberikan kepada seorang wanita dan dia juga memberinya sejumlah upah agar surat tersebut disampaikan kepada Quraisy. Setelah surat disembunyikan di gulungan rambutnya, wanita itupun berangkat.

Pada saat yang sama Rasulullah SAW mendapat khabar dari langit tentang apa yang dilakukan Hatib Bin Abu Balta’ah. Beliau langsung mengutus Ali dan Al-Miqdad seraya bersabda “Segeralah pergi hingga kalian tiba di Raudhah Khakh. Disana ada seorang wanita yang membawa selembar surat yang ditujukan kepada Quraisy”.





Maka keduanya berangkat dan memacu kudanya kencang-kencang, hingga mereka dapat menyusul wanita itu ditempat tersebut, Mereka memintanya untuk berhenti sambil berkata “Engkau sedang membawa sepucuk surat”.

“Aku tidak membawa sepucuk surat pun” jawab wanita itu. Mereka berdua memeriksa hewan tungangannya, namun tidak menemukan apa yang dicari, Ali Berkata “Aku bersumpah demi Allah, Rasulullah SAW tak bohong, begitu pula kami. Demi Allah engkau mengeluarkan surat itu ataukah kami benar-benar akan menelanjangimu”.

Setelah tahu kesunguhan Ali, wanita itu berkata “Kalau begitu berpalinglah dariku!”. Mereka berdua memalingkan pandangan, lalu wanita itu melepaskan gulungan rambutnya dan mengeluarkan sepucuk surat, kemudian menyerahkannya kepada mereka berdua. Surat itu diserahkan kepada Rasulullah SAW yang didalamnya tertulis. “Dari Hatib Bin Abi Balta’ah, kepada Quraisy…..” kelanjutan isinya mengabarkan niat keberangkatan Rasulullah SAW.

Apa ini wahai Hatib?, Tanya beliau setelah memangilnya.

Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi Allah aku adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak murtad dan tidak merubah agamaku. Dulu aku adalah seorang anak angkat di tengah Quraisy. Aku bukanlah apa-apa bagi mereka. Disana aku mempunyai keluarga, kerabat dan anak, sementara itu, tidak ada kerabatku yang bisa melindungi mereka. Padahal orang yang bersama engkau mempunyai kerabat yang bisa melindungi mereka. Karena itu aku ingin ada kerabat yang bisa melindungi keluargaku disana”.

Umar Bin Khattab berkata “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah menghianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik”. Rasulullah SAW menjawab “Sesungguhnya ia pernah ikut dalam perang Badar. Lalu bagaimana engkau bisa mengetahui hal itu wahai Umar? Boleh jadi Allah telah mengetahui isi hati orang-orang yang ikut dalam perang badar” lalu beliau bersabda lagi “berbuatlah sesuka kalian, karena kesalahan kalian sudah kuampuni”.

Kedua mata Umar meneteskan butir-butir air mata, seraya berkata, “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.”[4]



Teori Mekanisme Pasar Konvensional

Mekanisme pasar (market mechanism) adalah kecendrungan dipasar bebas sehingga terjadi perubahan harga sampai pasar menjadi seimbang (yakni sampai jumlah penawaran dan permintaan sama). Pada titik ini tidak ada kekurangan ataupun kelebihan penawaran, juga tidak ada tekanan terhadap harga untuk berubah lagi. Penawaran dan permintaan tidak selalu berada dalam ekuibilirium dan beberapa pasar mungkin tidak akan mencapai ekuibilirium dengan cepat apabila kondisi tiba-tiba berubah, namun kecendrungannya adalah tetap, bahwa pasar biasanya mengarah ke ekuibilirium.[5]

Dari pengertian singkat diatas dapat dilihat bahwa dalam ekonomi konvensional, keseimbangan akan terjadi dengan sendirinya, yang dalam konsep Adam Smith disebut Imposible Hand ada sesuatu kekuatan yang tidak terlihat yang mempengaruhi harga tersebut yang pada akhirnya ketika terjadi distorsipun maka suatu ketika tetap akan mecapai titik kesimbangan yang baru, mungkin saja titik keseimbangan tersebut diatas atau dibawah atau bahkan sama pada titik sebelumnya.

Inilah temuan Adam Smith ratusan tahun yang lalu, yang sebenarnya dalam konsep ekonomi islam telah dinyatakan oleh nabi Muhammad SAW bahwa Allahlah yang menetapkan harga. Sebenarnya Adam Smith telah menangkap sinyal tersebut, namun dia belum mampu menemukan bahwasanya Allahlah dibelakang itu semua.



Teori Mekanisme Pasar Islami

Dalam ekonomi islam, hal-hal yang tetap dalam harga yang sama ditentukan oleh operasi bebas kekuatan pasar. Nabi Muhammad SAW, tidak menganjurkan campur tangan apapun dalam proses penentuan harga oleh negara atau individual. Di samping menolak untuk mengambil aksi langsung apapun, beliau melarang praktek bisnis yang dapat membawa kepada kekurangan pasar. Sebagai akibatnya, penahanan stock, spekulasi, kolusi oligarki, pembatalan informasi penting tentang produk, dan penjualan dengan sumpah palsu dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Menghapuskan pengaruh kekuatan ekonomi atas mekanisme harga. Secara simultan, beliau mengabaikan eksploitasi ketidaktahuan oleh orang-orang yang diberitahu. Dalam masyarakat kontemporer, petunjuk-petunjuk ini dapat menjadi dasar bagi sebuah sistem tingkah laku berkerelaan untuk komunitas bisnis. Disamping hubungan-hubungan hukum, juga terdapat sejumlah prinsip moral. Komunitas bisnis telah diberi petunjuk agar jujur, terpecaya dan berhati luhur dalam urusan bisnis. Daripada saling menghancurkan, mereka lebih baik mengembangkan sebuah sistem sosial yang saling menolong dan kerjasama.[6]

Sistem sosial yang dirancang dalam islam tersebut yang mungkin bisa dikatakan sebagai mekanisme pasar tersebut merupakan kerangka kerja islam yang bertujuan untuk memastikan perputaran suplai dan permintaan yang bebas dengan mengatur sikap individual dalam sebuah kerangka kerja hukum etika.

Kalau kita cermati lebih jauh maka terdapat perbedaan antara ketentuan yang dinginkan Rasulullah tidak campur tangan sedikitpun dipasar dengan tindakan yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab dalam kasus diatas, sesuai dengan hadist beliau berikut ini :





Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan: Harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: Wahai Rasulullah! Tentukanlah harga untuk kita! Beliau menjawab: “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rezeki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”[7].

Dalam konsep ekonomi islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara suka rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga. Monopoli, duopoly, oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaanya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal.[8]



Distorsi Pasar

Mekanisme pasar yang terjadi yang sebenarnya Allah berperan dalam memberikan keseimbangan tersebut, tidak selamanya terjadi dengan baik, karena dalam konsep ekonomi terdapat beberapa distorsi dalam pelaksanaanya, secara umum terdapat tiga bentuk distorsi dalam ekonomi islam yaitu: Distorsi penawaran dan distorsi permintaan, Tadlis (Penipuan) dan Taghrir (Kerancuan).[9]

Pembahasan

Dalam pembahasan ini ada beberapa pertanyaan yang akan dijawab oleh penulis, yaitu apa sebenarnya latar belakang teguran/pengusiran Hathib bin Abi Balta’ah ketika menjual zabib dibawah harga pasar?, apakah atsar ini bertentangan dengan hadist Rasulullah ?.



Latar Belakang Teguran.

Sepintas dapat kita lihat bahwa latar belakang dari teguran tersebut terlihat bahwa Hatib bin Abi Balta’ah menurunkan harga, sehingga hukum permintaan berlaku disini. Sehingga konsumen banyak yang lari ke Hatib, dan dalam konteks ini maka hal ini dapat menyebabkan distorsi pasar, karena jika ini dibiarkan maka pedagang lain juga akan menurunkan harga sedemikian rupa sehingga konsumenpun mau membeli zabib mereka.

Melihat gelagat yang tidak baik ini maka Amirul Mukminin Umar bin Khattab langsung menegur keras deengan dua opsi, turunkan harga atau pergi dari pasar tersebut.

Dalam konteks ini terlihat bahwa Umar bin Khattab distorsi pasar ini akan berimplikasi jauh terhadap perjalanan pasar sehingga beliau dengan mengedepankan Mashalih Mursalah (Kemaslahatan yang lebih banyak) maka Umar Bin Khattab mengambil kebijakan menegur Hatib bin Abi Batla’ah.



Apakah atsar tersebut bertentangan dengan hadist Rasulullah.

Jelas sekali bahwanya atsar tersebut tidak bertentangan dengan hadist Rasulullah SAW, karena yang dilakukan Amirul mukmini Umar bin Khattab justru adalah dalam rangka menstabilkan harga di pasar. Dengan demikian maka terlihat bahwa kemaslahatan umat menjadi prioritas utama beliau.

Tentang angapan seolah-olah Amirul mukminin berpihak kepada pedagang (Kapitalis), maka sebenarnya ini tidak benar dengan bukti adilnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab walaupun kepada orang yahudi sekalipun seperti riwayat berikut ini :

Abu Ubaidah, Ibnu Asakir dan Al-Baihaqy mentakhrij dari Suwaid bin Ghaflah ra, dia berkata, “Ketika Umar bin Al-Khattab mengadakan kunjungan ke Syam, ada seorang laki-laki dari ahlil kitab (orang yahudi) yang melapor, seraya berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, ada orang mukminin yang telah memukuliku”.

Umar sangat marah setelah mendengar pengaduan orang Yahudi tersebut, lalu dia memerintahkan Shuhaib untuk mencari dan menyelidiki orang tersebut. Suhaib melakukan penyelidikan, dan ternyata pelakunya adalah Auf bin malik Al-Asyja’y. Dia berkata, “Amirul mukminin marah besar atas tindakanmu. Maka lebih baik temuilah Mu’adz bin Jabal, agar dia membujuk Amirul Mukminin. Aku Khawatir dia akan terburu-buru dalam menjatuhkan hukuman kepadamu.”.

Seusai shalat, Umar bertanya, “Mana Shuaib?” Apakah dia sudah membawa pelakunya?”. Sementara Auf bin Malik sudah menemui Muadz bin Jabal dan menceritakan kejadiannya. Maka Muadz berdiri seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, pelakunya adalah Auf bin malik. Maka dengarkanlah penjelasan darinya dan janganlah engkau terburu-buru menjatuhkan hukuman kepadanya.”

Apa urusanmu tentang masalah ini ? Tanya umar kepada Muadz. Muadz menjawab Wahai Amirul mukminin, masalah ini berkaitan dengan seorang wanita muslimah yang sedang menuggang himarnya. Orang yahudi itu menyodok himar agar wanita itu jatuh, lalu orang yahudi tersebut hendak menindih atau memperkosanya.

Datangkan kesini wanita itu, untuk membuktikan kebenaran keteranganmu ini kata Umar. Auf bin Malik mendatangi rumah wanita itu, namun dia disambut ayah dan suaminya, kami tidak ingin mengusiknya karena nama kami sudah ternoda gara-gara dia. Tapi wanita itu tiba-tiba muncul dan berkata “Demi Allah, aku benar-benar akan pergi dengannya”.

Kalau begitu kami saja yang akan pergi menemui Umar bin Khattab dan melaporkan kejadian yang sebenarnya, seperti yang dikatakan Auf bin Malik. Orang yahudi itu dipanggil lalu Umar menjatuhkan hukuman salib, seraya berkata “Kami berdamai dengan mu bukan untuk tujuan seperti ini”. Kemudian dia berdiri dan berpidato “Wahai semua manusia, bertakwalah kepada Allah dalam menangani orang-orang yang telah dijamin Muhammad. Namun siapa yang berbuat seperti yang diperbuat Yahudi ini, maka gugurlah jaminanya”.

Suwaid berkata “Menurut sepengetahuanku, Orang Yahudi tersebut adalah orang pertama yang disalib dalam islam”.

Malik mentahrij dari Said bin Al-Musayyab, bahwa ada orang muslim dan orang yahudi yang bertengkar, lalu keduanya mengadu kepada Umar bin Al-Khattab. Setelah memeriksa masalahnya, Umar berpendapat bahwa yang lebih berhak atas kasus di antara mereka berdua adalah orang yahudi.

Demi Allah, engkau telah mengadili dengan adil, kata orang yahudi. Karena kurang suka dipuji, Umar justru memukul orang yahudi itu dengan cambuk, seraya bertanya “Mengapa begitu?”.

Demi Allah, kami mendapatkan dalam taurat disebutkan: Tidak ada hakim yang mengadili secara adil, melainkan dikanan kirinya ada malaikat yang membantunya dan memberikan taufik, selagi dia berada pada kebenaran. Namun jika hakim itu meninggalkan kebenaran, maka dua malaikat itupun meninggalkanya”[10]

Dengan bukti-bukti tersebut, maka gugurlah hypothesis bahwa Umar bin Khattab tidak adil dan lebih berpihak kepada para pedagang (Kapitalis), karena dengan orang yahudi sendiripun ternyata keadilannya diakui apalagi terhadap umat mukmin yang menjadi perhatiannya selama masa beliau menjadi Amirul Mukminin. Lagi pula terlalu cepat kalau kita membuat suatu pernyataaan bahwasanya ketika Umar bin Khattab menegur satu orang pedagang dengan harapan pedagang lainya tidak rugi, maka dengan serta merta diambil kesimpulan bahwa beliau berpihak kepada pemilik pedagang yang belum tentu yang memiliki modal (Kapitalis) dan yang pasti merekapun kaum mukminin.



Kesimpulan

1. Tidak terdapat pertentangan antara teguran Umar Bin Khattab dengan hadist Rasulullah, yang telah dibuktikan diatas.

2. Intervensi pemerintah dalam islam bisa jika hal tersebut dilakukan dalam rangka Maslahah mursalah.

3. Umar bin Khattab diakui keadilannya oleh yahudi sekalipun, dengan demikian gugur angapan bahwasanya beliau berpihak kepada para pedagang.



Daftar Pustaka



Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonesia, 2002.



Az-Zarqani, Syarhu Muwatha al-Imami Malik, (Kairo: Musthafa Halabi), IV, hal 153, dalam Teori Akad, Bahan Mata kuliah Fiqh. Muamalah, Dr. Anwar Ibrahim, PSKTTI, UI. 2003).



Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’, Sejarah Ringkas Penguasa Islam, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001.



Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadist-hadist pilihan tentang ekonomi) Bank Muamalat Indonesia, Jakarta.



Robert S. Pindyck, Daniel L. Rubinfeld, Mikroekonomi Jilid 1, edisi ke empat Pearson Education Asia, 1999



Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar, cetakan ke 13, Januari 2003.



Syaikh Muhammad Yusuf Al-Khandlawy, Sirah Sahabat, Keteladanan orang-orang di sekitar nabi, Pustaka Al-Kautsar, Cetakan kelima, Juni 2002.



[1] Az-Zarqani, Syarhu Muwathrhai al-Imami Malik, (Kairo: Musthafa Hlabi), IV, hal 153, dalam Teori Akad, Bahan Mata kuliah Fiqh. Muamalah, Dr. Anwar Ibrahim, PSKTTI, UI. 2003.

[2] di asumsikan pendapatan masyarakat tetap dan faktor-faktor lain Cateris paribus (penulis).

[3] Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’, hal 119-120

[4] Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, hal 522-523.

[5] Robert S. Pindyck, Daniel L. Rubinfeld, Mikroekonomi Jilid 1, hal 20

[6] Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang hal :151 - 153

[7] Sunnan At-tirmidzi, Shahih Bukhari Bab 73 dan Sunnan Abu Dawud, Shahih Bukhari bab 51.

[8] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonesia, 2002.

[9] Adiwarman Karim, Op Cit, hal 151.

[10] Syaikh Muhammad Yusuf Al-Khandlawy, Sirah Sahabat, hal 205-206.

0 comments

Write Down Your Responses

catatan2 universitas Kehidupan

"Inti dari Kecerdasan adalah Bermanfaat" . Powered by Blogger.