Mengkaji ulang fungsi bunga dalam pengeluaran investasi


Oleh: Jaharuddin

Pengantar
Pengeluaran investasi merupakan variabel penting dalam pembangunan ekonomi, karena melalui pembangunan ekonomi berdampak pada bergeraknya sektor riil yang berdampak pada terjadinya perluasan lapangan kerja, semakin luasnya lapangan kerja maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat, jika pendapatan masyarakat meningkat maka akan berdampak pada semakin tingginya kesejahteraan masyarakat (asumsi cateris paribus), jika masyarakat pendapatannya tinggi maka akan mendorong semakin tingginya konsumsi masyarakat yang berakhir pada semakin meningkatnya permintaan, yang kembali akan memberi peluang yang menjanjikan kepada investor untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia.
Jika lingkaran ini terjadi maka sektor riil akan bergerak, perekonomian akan berjalan dengan penuh gairah sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat, peluang investasi besar dan menjanjikan, penganguran bisa di tekan pada level rendah, dan seterusnya.
Namun kenyataanya adalah belum tentu mekanisme pasar seperti ini berlaku dengan baik, bahkan pasar hari ini malah menunjukkan pergerakan yang lambat, ada variable lain yang ternyata berpengaruh, apakah ini disebabkan oleh faktor suku bunga atau faktor lainnya.
Pada tulisan ini akan dibahas peranan suku bunga dalam pengeluaran investasi, apakah berpengaruh atau malah sebenarnya merugikan atau kontra produktif terhadap mekanisme pasar, apalagi ditinjau dari sisi hukum syariah. Dengan demikian untuk membatasi tulisan ini, perlu pembatasan masalah dan memperkuat terlebih dahulu pengertian suku bunga , pengertian investasi dalam konteks ekonomi konvensional, setelah itu baru dilihat dari sudut pandang hukum syariah.

Pengertian Suku Bunga
David Ricardo berpendapat bunga adalah jika memang banyak yang dapat dilakukan dengan mengunakannya, banyak pula yang diberikan dengan mengunakannya[1]. Dari pendapat David ricardo ini terlihat dengan jelas bahwa Ricardo memperbolehkan adanya bunga, dengan pengandaian jika dengan bunga banyak yang dapat dilakukan maka , dengan mengunakan bunga ini pula akan banyak hal yang akan dihasilkan dari pengunaan bunga tersebut.
Sedangkan Keyness dengan aliran klasiknya mengecam bunga ini dengan pendekatan teori produktivitas. Dia menyatakan bahwa bunga yang dibayarkan karena adanya produktivitas modal [2]. Dari pendapat Keyness ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya Keyness membenarkan adanya bunga namun persyaratannya adalah jika bunga tersebut timbul dari produktivitas modal, dengan demikian sebaliknya jika modal tersebut tidak produktive maka tidak layak adanya bunga terhadap modal tersebut.
Sedangkan Bohm Bawaer mengangap bahwa bunga itu timbul karena orang lebih menyukai barang di masa datang, dan menganggap bunga adalah diskonto yang harus dibayarkan. Bunga ditentukan oleh penyediaan dan permintaan akan dana yang dipinjam [3]. Disini terlihat bunga tersebut timbul karena adanya perilaku orang yang menyukai barang dimasa yang akan datang, dengan demikian bunga diangap sebagai biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang dimasa yang akan datang, disini kita dapatkan melihat Boowner yang mengangap wajar sekali adanya bunga.

Islam berbicara Bunga
Sebelum jauh membahas tentang bunga dalam investasi maka perlu dikaji telebih dahulu apakah bunga tersebut termasuk riba atau tidak, karena ini akan sangat mempengaruhi pemaparan tulisan ini, maka akan diulas sebagai berikut :
Al-qur’an, dengan jelas mengulas tentang riba sebagai berikut :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[4] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[5]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[6] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya[7]”.
Riba berasal dari kata Rabiyah dan Rabwah yang artinya Bukit atau tanah tinggi. Riba secara teknis berarti mengambil tambahan dari modal pokok tanpa ada imbalan penganti yang dapat dibenarkan oleh Syariah Islam[8]. Dengan demikian maka jelas bahwa islam melarang riba dengan berbagai konsekuensinya. Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah bunga sama dengan riba, untuk menjawab pertanyaan ini maka ada beberapa pendapat sebagai berikut :
Afif Abdul Fattah Thabbarah[9] berpendapat bahwa memungut rente (bunga) adalah haram hukumnya, karena islam telah menetapkan bahwa pemilik modal dan orang yang mengusahakannya harus bersepakat dalam untung dan rugi. Sedangkan penetapan bunga tidak demikian.
Dr. Muhammad Hatta berpendapat bahwa bunga yang dibayarkan perusahaan atau peminjam yang sifatnya produktif tidak dilarang, dan yang dilarang adalah yang bersifat konsumtif[10]. Dengan demikian Hatta selaras dengan Keyness, yang melihat dilarang atau tidaknya tergantung dari produktivitas uang tersebut, jika dijadikan modal untuk hal yang sifatnya produktif maka tidak dilarang, sebaliknya jika digunakan untuk hal yang tidak produktif semisal konsumtif maka bunga tersebut dilarang.
Untuk memperjelas posisi riba yang sebenarnya maka beberapa ulama mengemukakan macam-macam riba sebagai berikut [11] :
Riba Fadli, ialah menukarkan dua barang yang sejenis tetapi tidak seimbang atau tidak sama.
Riba Qardli, ialah meminjam dengan syarat memberikan keuntungan bagi yang meminjamkannya.
Riba Jad, ialah berpisah dari tempat terjadinya aqad sebelum pengalihan hak milik dilaksanakan.
Riba Nasa’, ialah penukaran yang diisaratkan terlambat dari salah satu barang.
Keempat macam riba diatas dilarang, dalam perwujudannya karena dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak, bahkan mungkin dapat menyengsarakan pihak lain.
Dengan demikian, apakah bunga tersebut sama dengan riba, maka para ulama berpendapat sebagai berikut [12]:
Dengan tegas mengharamkan bunga bank, mereka mengangap bahwa bunga yang diberlakukan oleh bank adalah riba, karena Allah melarang riba walaupun sedikit untuk menutupi pintu kejahatan. Menurut pendapat ini penitipan sesuatu oleh bank (sepihak) tidak sesuai dengan kesepakatan atau azas persekutuan jual beli (untung dan rugi ditangung bersama).
Menghalalkan bunga bank, mereka mengangap bahwa bunga bank itu halal hukumnya, karena bank tersebut bersifat produktif dan pada masa ini tidak ada jalan yang harus ditempuh untuk dapat hidup seperti ummat lain. Maka keadaanya sudah darurat. Oleh karena itu darurat pula hukumnya mengikuti sistem berniaga melalui saluran bank. Salah seorang pengikut ini adalah Prof.DR. Muh. Abdullah Al-arabi.
Bersifat produktif halal dan sebaliknya. Pendapat ketiga ini melihat produktif atau konsumtifnya pelaksanaan muamalah tersebut. Apabila produktif maka diangap halal, sebaliknya apabila konsumtif haram hukumnya atau riba.
Dari ketiga Main stream pendapat para ulama dan cendikiawan tentang apakah bunga tersebut riba atau tidak, maka penulis lebih cendrung sependapat dengan Main stream yang pertama dengan alasan, karena tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa pada saat yang sudah modern ini dan terdapat pilihan investasi non bunga dikatakan pada saat ini masih dalam kondisi darurat, dan rasanya terlalu dipermudah untuk mengatakan kondisi hari ini masih tidak ada alternatif non bunga yang bisa dilakukan sehingga diambil Rukhsah terhadap bunga bank yang ada. Alasan lainnya adalah kalau suatu pinjaman tersebut dilihat dari sisi apakah produktif atau konsumtif, maka ini sulit untuk diukur, karena sejarah telah membuktikan bahwa banyak sekali data yang memberi kesimpulan ternyata dengan sistem bunga ini maka modal akan bertambah berlipat-lipat dan yang sengsara adalah si peminjam. Sebagai studi kasus adalah utang Indonesia, yang sampai hari ini tidak mampu membayar pokok pinjaman yang dulu pernah dipinjam pihak pemerintah maupun swasta, dengan demikian bisa diprediksi kapan bangsa ini akan mampu membayar hutangnya jika ternyata yang dibayar setiap tahunnya hanya sebagian kecil dari bunganya saja.
Dengan demikian bunga dalam penulisan tulisan ini adalah riba yang diharamkan dalam islam, karena banyak mudharat yang akan ditimbulkannya.

Pengertian Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian [13]. Dalam konteks makro maka pengeluaran dan perbelanjaan pemerintah untuk membeli atau membiayai alat-alat produksi untuk meningkatkan nilai tambah maupun besarnya kuantitas produksi baik barang maupun jasa.

Pengertian Hukum Syariah
Pengertian hukum dalam hukum positif, sebagaimana disebutkan Drs. E. Utrecht, SH[14] , ialah : “Himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”. Sedangkan pengertian hukum menurut ahli ushul fiqh adalah Khithab (titah) Allah Ta’ala tentang perbuatan mukallaf (subyek hukum), baik menuntut atau memperbolehkan a-tau menjadikan sesuatu[15].
Sedangkan Syariat tersebut menurut beberapa pendapat seperti Ibnu Abbas r.a mengatakan maksud Syariah ialah petunjuk yang jelas. Qatadah mengatakan meksudnya ialah ketentuan-ketentuan, batasan-batasan, perintah dan larangan. Ibnu Zaid, mengatakan maksudnya ialah din[16] . Sedangkan Fakhrurrozi, menjelaskan bahwa syariat adalah hal-hal yang ditetapkan Allah SWT atas para mukallaf (orang yang dibebani melaksanakan hukum Allah Ta’ala) supaya mereka laksanakan (patuhi)[17].
Sedangkan At Thahanawi mengemukakan defenisi Syariat ialah hukum-hukum yang disyari’atkan Allah Ta’ala untuk hamba-hamba-Nya, yang disampaikan oleh salah seorang nabi dari nabi-nabi, (semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada mereka, begitu pula kepada Nabi kita Muhammad SAW), baik hukum-hukum tersebut tentang amal perbuatan………maupun akidah[18].
Dengan demikian maka untuk membatasi penulisan maka definisi hukum syariat dalam penulisan ini adalah Titah Allah Ta’ala tentang perbuatan mukallaf, baik menuntut atau memperbolehkan a-tau menjadikan sesuatu yang telah ditetapkan Allah SAW supaya dilaksanakan.

Peranan Suku Bunga dalam Pengeluaran Investasi dalam Ekonomi Konvensional
Investasi tergantung dari tingkat bunga; jika tingkat bunga riil naik maka akan menaikkan Cost of Capital (CoC) sehingga menurunkan investasi (hubungan antara investasi dan tingkat bunga riil terbalik) [19]. Dengan demikian semakin tinggi tingkat bunga riil maka akan menyebabkan semakin rendahnya investasi, dan sebaliknya, karena dalam logika investasi jika suku bunga tinggi maka biaya dari mendapatkan modal (Cost of Capital) tersebut akan semakin tinggi, hal ini akan berakibat semakin besarnya beban modal yang akan di tangung pihak investor, didalam mengelola dan mengembalikan modal tersebut dimasa yang akan datang.
Jika Cost of Capital (CoC) tinggi maka akan berakibat kepada beberapa alternatif yang bisa dilakukan pihak investor dalam mengelola dana tersebut, seperti (1). Akan meningkatkan harga produk, hal ini tidak mudah untuk dilakukan karena jika harga output naik, maka hukum permintaan akan berlaku berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang tersebut, karena pendapatan masyarakat tetap, hal ini akan berakibat pada lesunya perekonomian. (2). Karena besarnya Cost of Capital (CoC) dapat berkibat terjadinya rasionalisasi pemakaian tenaga kerja (PHK), ini berakibat lebih luas lagi akan terjadinya penambahan penganguran, nah jika hampir semua perusahaan mempunyai modal dari pinjaman dengan sistem bunga dan kondisi bunga riil naik, maka akan berakibat pada penganguran masal. Ini semua akan berdampak pada kelesuan bahkan hancurnya perekonomian, karena jika ini terjadi maka akan ada dampak rembesan lainnya (Multiplier effect) yang bisa berakibat lebih parah lagi.
Dengan demikian dapat dilihat dalam ekonomi Konvensional peranan suku bunga sangat mempengaruhi perkembangan maju atau mundurnya perkonomian suatu negara. Jika suku bunga riil, mengalami kenaikan maka akan berdampak melambatnya pergerakan sektor riil, yang berdampak luas dan langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada sektor moneter.
Ketika sektor riil tidak mampu bergerak maksimal dan sektor moneter tergangu maka yang terjadi adalah resesi. Demikian strategisnya faktor suku bunga menentukan pergerakan investasi dalam ekonomi Konvensional.

Peranan Suku Bunga dalam Pengeluaran Investasi dalam hukum Syariat
Dengan demikian maka kita tidak dapat melihat peranan suku bunga dalam pengeluarn Investasi menurut hukum syariat, karena dari uraian diatas telah jelas terdeskripsikan bahwa, suku bunga tersebut merupakan salah satu bentuk riba, dengan demikian penulis berpendapata bahwa islam tidak membenarkan riba, walaupun itu untuk investasi. Untuk melihat bagaimana pengeluaran Investasi yang non Ribawi dalam hukum syariat, maka pembahasan ini akan mengesampingkan aspek riba dengan segala macam kelemahan baik secara teoritis maupun empiris yang sekarang kita rasakan.
Maka cendikiawan muslim perlu merekontruksi teori investasi dengan menghilangkan variable bunga dalam analisisnya.

Beberapa langkah alternatif
Dalam perkembangan investasi mutakhir kita mengetahui bahwa terdapat alternatif, sumber investasi non ribawi di dunia perbankan kontemporer, bahkan ini sedang berkembang pesat seperti bagi hasil, obligasi syariah, sukuk, dan lain sebagainya.
Disamping itu kita perlu merekontruksi teori Investasi minus bunga, dengan optimalisasi peran teknologi, dan peningkatan nilai tambah. dan sangat di yakini, sesungguhnya faktor bunga menjadi beban dalam investasi, artinya dengan dihilangkan faktor bunga dalam investasi akan mendorong peningkatan produktivitas modal yang ada, dalam bentuk investasi riil yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan
1. Dalam Hukum syariat maka terdapat tiga pendapat tentang apakah bunga untuk investasi termasuk riba atau tidak, yaitu : jelas-jelas tidak termasuk, termsuk, dan yang ketiga adalah jika untuk investasi maka tidak termasuk riba. Penulis berkeyakinan bahwa bunga untuk investasi tetap dikategorikan riba yang telah jelas hukumnya dalam syariat.
2. Dengan demikian maka dalam hukum syariat tidak terdapat variable bunga dalam teori investasi, dengan demikian perlu direkontruksi teori investasi yang sekarang ada.
3. Variabel lain yang masih berlaku dalam ekonomi syariah adalah pengaruh positif teknologi, value added………

Daftar Pustaka
Al-Qur’an nul Karim, Depag….
Djaslim Saladin, H, SE, Konsep Dasar Ekonomi dan Lembaga Keuangan Islam, Linda Karya Bandung, 2000
Muhammad Anwar Ibrahim, Dr. Teori Akad, Menurut Fiqh Islam, Bahan mata Kuliah Fiqh Muamalah PSKTTI UI, 2003
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1994
Tedy Herlambang, dkk, Ekonomi Makro Teori, Analisis, dan Kebijakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001
[1] Djasmin saladin, hal 47
[2] Djasmin saladin,Op cit, hal 47
[3] Djasmin saladin ,Op Cit, hal 47
[4] Riba itu ada dua macam: Nasiah dan Fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.(penjelasan terjemah; penulis)
[5] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.(Penjelasan terjemah; penulis)

[6] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.(Penjelasan terjemah; penulis)

[7] Surat Al-Baqarah ayat 275
[8] Djasmin Saladin, Op Cit, hal 48
[9] Djasmin saladin ,Op Cit, hal 49
[10] Djasmin saladin ,Op Cit, hal 49
[11] Djasmin saladin ,Op Cit hal 49
[12] Djasmin saladin ,Op Cit hal 49 - 50
[13] Sadono Sukirno, hal 107

[14] sebagaimana dikutip oleh Dr. Anwar Ibrahim dalam Teori Akad (Bahan Mt. Kuliah Fiqh Muamalah PSKTTI UI) hal 23.
[15] Dikutib dari Al-Baidhawi, Minhajul al-Ushuli fi ‘ilmi al-Ushuli dan Al-Badakhsyi, (Kairo:Shubeih), hal 30 dalam Dr. Anwar Ibrahim, Op Cit, hal 23
[16] Dr. Anwar Ibrahim, Op Cit, hal 13
[17] Dikutib dari Fakhrurrazi, Tafsir Al-Kabir, (Teheran:dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah), cet. Ke II, XII, hal 12, dalam Dr. Anwar Ibrahim, Op Cit, hal 13
[18] Dr. Anwar Ibrahim, Op Cit, hal 14.
[19] Tedy Herlambang, dkk, , hal 237

, ,

0 comments

Write Down Your Responses

catatan2 universitas Kehidupan

"Inti dari Kecerdasan adalah Bermanfaat" . Powered by Blogger.