Menjaga Kebugaran Jiwa
Hidup mandiri di luar negeri, sekolah dan berkeluarga, menjadi tantangan tersendiri bagi setiap orang yang pernah, atau sedang merasakannya. Biasanya kalau di Indonesia ada berbagai fasiltas mulai dari kendaraan, dekat dengan orang tua, dekat dengan sanak keluarga, ada baby sitter,ada pembantu rumah tangga, membantu membereskan rumah, membantu menjaga anak, memasak, dan lain-lain.
Di Luar negeri, seperti di Jerman, fasilitas seperti itu tidak ada. Jadilah, para mahasiswa yang berumah tangga, dan mempunyai anak, bisa atau pun tidak, harus mandiri, membersihkan rumah, menjaga anak-anak, mengantar dan jemput anak-anak ke sekolah, mencuci, dan semuanya di kerjakan sendiri.
Sisi lain, sebagai mahasiswa anda juga dituntut untuk mandiri, dalam belajar dan mengerjakan penelitian anda, untuk anda yang S3 misalnya, jangan anda kaget, jika supervisor anda, tidak mudah untuk ditemui setiap waktu, belum tentu juga dia benar-benar tahu tentang penelitian anda, intinya, kalau anda ingin sukses dan membawa ilmu, maka anda harus jungkir balik, membaca, belajar, riset sesuai dengan bidang anda, belum lagi, tingkah dan polah sebagian teman grup anda yang bisa jadi membuat anda harus, extra sabar dalam menghadapinya.
Sesampainya anda di rumah, jangankan belajar, anda juga akan disibukkan dengan urusan rumah tangga, bisa berupa pendidikan anak, sekolah anak, assuransi anak, anak yang sakit, harus dibuatkan janji untuk ketemu dokter, dan berbagai tantangan yang mengharuskan anda untuk banyak bersabar.
Bagi anda yang mendapatkan beasiswa, biasanya 1000 - 1.400 euro perbulan, cukup untuk kehidupan satu bulan, biasanya terdistribusi menjadi 500 - 800 euro, untuk sewa rumah, listrik, internet dan telp. Assuransi sekeluarga 250 - 350 euro, dan sisanya untuk belanja kebutuhan keluarga sekitar 400 - 600 euro perbulan, kalau masih tersisa bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain, sesekali bisa untuk jalan-jalan ke kota lain.
Ritme yang seperti ini, menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa Indonesia di Jerman, sebagian akhirnya mampu menyelesaikan penelitiannya dengan baik, namun tidak sedikit mahasiswa S3 yang risetnya, terseok-seok, namun akhirnya bisa juga menyelesaikan S3.
Kondisi ini, adakalanya membuat jenuh,capek.....
belum selesai...dan belum di edit...
referensi dan inspirasi:
Ahmad Zairofi AM, Menemukan senang di sisi berat, artikel di Majalah Tarbawi, Edisi 272 Th. 13, Jumadil Awwal 1432/5 April 2012.
Sulthan Hadi, Jangan Biarkan yang berat hilangkan sisi senang, Artikel di Majalah Tarbawi.
Edi Santoso, Menimbang sumber rasa senang, Artikel di Majalah Tarbawi
Sulthan Hadi, Agar kita tidak tepenjaran oleh yang berat, Artikel di Majalah Tarbawi
Hannover,Musim Semi, 15 Mei 2012, pukul 20.22 CET
belum selesai...dan belum di edit...
referensi dan inspirasi:
Ahmad Zairofi AM, Menemukan senang di sisi berat, artikel di Majalah Tarbawi, Edisi 272 Th. 13, Jumadil Awwal 1432/5 April 2012.
Sulthan Hadi, Jangan Biarkan yang berat hilangkan sisi senang, Artikel di Majalah Tarbawi.
Edi Santoso, Menimbang sumber rasa senang, Artikel di Majalah Tarbawi
Sulthan Hadi, Agar kita tidak tepenjaran oleh yang berat, Artikel di Majalah Tarbawi
Hannover,Musim Semi, 15 Mei 2012, pukul 20.22 CET
0 comments
Write Down Your Responses