foto: blogs.salleurl.edu |
Saya bukanlah PNS, namun istri saya PNS, dan saya pernah lihat salah satu persyaratan aplikasi beasiswa S3 adalah kewajiban mengabdi menjadi dosen, setelah selesai study. Pernah terfikirkan oleh saya kenapa harus menjadi dosen ya?, kenapa tidak diberi alternatif untuk menjadi seorang entrepreneur yang mampu menyerap tenaga kerja minimal x orang, dalam jangka waktu x tahun, pasca study. Kenapa muncul pemikiran seperti itu, karena salah satu solusi penting dalam penguatan ekonomi Indonesia adalah semakin banyaknya lapangan kerja yang dibuka, akhirnya semakin banyak orang bekerja, semakin banyak orang yang berpendapatan, daya beli meningkat, roda perekonomian berjalan dengan baik dan semoga kesejahteraan masyarakat meningkat. Bukankah kalau menjadi dosen apalagi PNS, bisa jadi menambah beban keuangan negara yang saat ini sudah berat, digelayuti pengeluaran rutin, terutama belanja pegawai yang semakin tinggi.
Namun, karena persyaratan beasiswa sudah diputuskan harus mengabdi menjadi dosen, para pelamar tidak ada pilihah, semoga suatu hari yang membuat kebijakan lebih kreatif. Kemudian perlu pula saya jelaskan bahwa tulisan lepas ini, saya tulis bukan untuk memojokkan siapapun yang saat ini menjadi PNS, ini adalah sebuah renungan fenomena sosial yang menurut saya perlu dicermati.
Tulisan ini juga terinspirasi dari dialog dengan salah satu menteri di KIB jilid 2, dalam dialog ini banyak hal yang dibahas, termasuk potensi perdagangan antara Indonesia dan Jerman. Ternyata telah tumbuh jiwa entrepreneurship di kalangan warga Indonesia yang mukim di Jerman, akhirnya mereka mampu dengan jeli melihat peluang bisnis yang timbul dari interaksi Indonesia - Jerman.
Konon, perekonomian suatu negara baru dikatakan kuat jika 5% dari total penduduknya menjadi entrepreneurship, data Januari 2012 penduduk Indonesia yang menjadi entrepreneur baru 1,56% (55,53 juta UMKM), coba bandingkan dengan negara USA 12%, Cina dan Jepang 10%, Malaysia 5%, Singapura 7%. (bisnis.com, 4 Mar 2012)
Filoshopy dasar dari entrepreneurship adalah seseorang yang mempunyai jiwa mandiri, berani mengambil resiko, mampu melihat adanya peluang bisnis, mampu mendayakan sumber daya secara efektif dan efisien, untuk memperoleh keuntungan.
Disisi lain, saya terusik dengan fenomena, masih tingginya peminat PNS di Indonesia, kalau kita kekampung-kampung, maka salah satu profesi yang diidam-idamkan oleh para orang tua adalah menjadikan anaknya PNS, dengan berbagai latar belakang dan alasan, seperti: adanya jaminan keamanan keuangan sampai tua, bahkan pensiun pun negara membayar uang pensiunnya, mungkin juga disebabkan jiwa pengabdian yang tinggi dari masyarakat, ini berarti jika berhasil menjadi PNS, maka jiwa dan hidupnya didedikasikan untuk negara. Nostalgia zaman dahulu bahwa menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda, akan membuka akses terhadap pendidikan dan ekonomi, dan alasan lainnya.
Disisi lain, saya terusik dengan fenomena, masih tingginya peminat PNS di Indonesia, kalau kita kekampung-kampung, maka salah satu profesi yang diidam-idamkan oleh para orang tua adalah menjadikan anaknya PNS, dengan berbagai latar belakang dan alasan, seperti: adanya jaminan keamanan keuangan sampai tua, bahkan pensiun pun negara membayar uang pensiunnya, mungkin juga disebabkan jiwa pengabdian yang tinggi dari masyarakat, ini berarti jika berhasil menjadi PNS, maka jiwa dan hidupnya didedikasikan untuk negara. Nostalgia zaman dahulu bahwa menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda, akan membuka akses terhadap pendidikan dan ekonomi, dan alasan lainnya.
Dalam taraf tertentu, PNS akan menjadi baik, karena PNS di gaji oleh negara dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, namun jika jiwa pelayanan masih rendah, profesional seadanya, dan bertumpuk pada daerah/sektor tertentu saja, maka PNS bisa seperti "lemak" bagi keuangan negara. artinya kalau tidak berhati-hati maka PNS bisa menjadi beban rutin keuangan negara, dan saya dengar saat ini biaya rutin untuk belanja pegawai sudah membebani keuangan negara.
Dengan demikian, harus ada upaya meluruskan pola fikir masyarakat yanng terlanjur cinta untuk menjadi PNS, ke depan yang harus didorong adalah usaha dan insentif yang dirancang untuk menjadikan entrepreneurship adalah cita-cita dari setiap orang tua terhadap anak-anaknya, dan malu jika jadi PNS. hal ini diperlukan agar perekonomian Indonesia menjadi kokoh, dan jiwa kemandirian tumbuh dengan baik.
Manfaat menjadi entrepreneurship
Banyak yang bisa dituliskan tentang manfaat menjadi entrepreneurship, seperti secara ekonomi akan mengokohkan ekonomi suatu bangsa, membuka semakin banyak lapangan pekerjaan, tidak menjadi beban keuangan negara, malah sebaliknya menjadi solusi keuangan negara. Bagi anda yang muslim, Islam sangat memotivasi umatnya untuk menjadi entrepreneurship, sebagai bukti dalam surat An Nisa (4): 29, dianjurkan untuk melakukan perniagaan, kemudian Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa 90% dari pintu rezeki adalah melalui perdagangan. Perhatikan pula sejarah Nabi Muhammad SAW, yang dibesarkan dari jiwa entrepreneurship.
Saat umur 12 tahun, mulai aktif sebagai eksportir ke Syam.
Umur 17 - 19 tahun : menjadi pengusaha mandiri
Umur 22 tahun : menjadi profesional dan terkenal di Jazirah Arab
Umur 25 tahun : menikah, dengan mahar 20 ekor unta, serta memimpin kafilah dagang ke mancanegara
Menjelang usia kenabian mendapat gelar pengusaha terpercaya "al-amin" dan menjadi tokoh arbitrater dan konsultan dagang internasional, dengan rekam jejak berbisnis ke 17 negara.
Dan kalau kita telusuri jejak para sahabat utama, sebagian dari mereka juga adalah entrepreneur yang ulung, sebutlah Umar bin Khattab, Abu Bakar as shidiq, Usman bin Affan, Abdurahman bin Auf, dll.
Jelas sekali, sejarah kejayaan Islam ditopang dengan para entrepreneur yang sholeh, dengan demikian perjuangan Islam yang membutuhkan energi dan dana yang besar, akan lebih efektif dan efisien dijalankan dengan topangan para entrepreneur. Dengan demikian Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, seharusnya menjadi inspirasi pada umatnya untuk berlomba-lomba menjadi entrepreneurship, dan sedikit orang yang mau mengiklashkan dirinya menjadi pegawai, apalagi menjadi PNS.
Manfaat menjadi entrepreneurship
Banyak yang bisa dituliskan tentang manfaat menjadi entrepreneurship, seperti secara ekonomi akan mengokohkan ekonomi suatu bangsa, membuka semakin banyak lapangan pekerjaan, tidak menjadi beban keuangan negara, malah sebaliknya menjadi solusi keuangan negara. Bagi anda yang muslim, Islam sangat memotivasi umatnya untuk menjadi entrepreneurship, sebagai bukti dalam surat An Nisa (4): 29, dianjurkan untuk melakukan perniagaan, kemudian Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa 90% dari pintu rezeki adalah melalui perdagangan. Perhatikan pula sejarah Nabi Muhammad SAW, yang dibesarkan dari jiwa entrepreneurship.
Saat umur 12 tahun, mulai aktif sebagai eksportir ke Syam.
Umur 17 - 19 tahun : menjadi pengusaha mandiri
Umur 22 tahun : menjadi profesional dan terkenal di Jazirah Arab
Umur 25 tahun : menikah, dengan mahar 20 ekor unta, serta memimpin kafilah dagang ke mancanegara
Menjelang usia kenabian mendapat gelar pengusaha terpercaya "al-amin" dan menjadi tokoh arbitrater dan konsultan dagang internasional, dengan rekam jejak berbisnis ke 17 negara.
Dan kalau kita telusuri jejak para sahabat utama, sebagian dari mereka juga adalah entrepreneur yang ulung, sebutlah Umar bin Khattab, Abu Bakar as shidiq, Usman bin Affan, Abdurahman bin Auf, dll.
Jelas sekali, sejarah kejayaan Islam ditopang dengan para entrepreneur yang sholeh, dengan demikian perjuangan Islam yang membutuhkan energi dan dana yang besar, akan lebih efektif dan efisien dijalankan dengan topangan para entrepreneur. Dengan demikian Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, seharusnya menjadi inspirasi pada umatnya untuk berlomba-lomba menjadi entrepreneurship, dan sedikit orang yang mau mengiklashkan dirinya menjadi pegawai, apalagi menjadi PNS.
semoga bermanfaat.
Hannover, Musim semi 27 Mei 2012.
Hidup mandiri di luar negeri, sekolah dan berkeluarga, menjadi tantangan tersendiri bagi setiap orang yang pernah, atau sedang merasakannya. Biasanya kalau di Indonesia ada berbagai fasiltas mulai dari kendaraan, dekat dengan orang tua, dekat dengan sanak keluarga, ada baby sitter,ada pembantu rumah tangga, membantu membereskan rumah, membantu menjaga anak, memasak, dan lain-lain.
Di Luar negeri, seperti di Jerman, fasilitas seperti itu tidak ada. Jadilah, para mahasiswa yang berumah tangga, dan mempunyai anak, bisa atau pun tidak, harus mandiri, membersihkan rumah, menjaga anak-anak, mengantar dan jemput anak-anak ke sekolah, mencuci, dan semuanya di kerjakan sendiri.
Sisi lain, sebagai mahasiswa anda juga dituntut untuk mandiri, dalam belajar dan mengerjakan penelitian anda, untuk anda yang S3 misalnya, jangan anda kaget, jika supervisor anda, tidak mudah untuk ditemui setiap waktu, belum tentu juga dia benar-benar tahu tentang penelitian anda, intinya, kalau anda ingin sukses dan membawa ilmu, maka anda harus jungkir balik, membaca, belajar, riset sesuai dengan bidang anda, belum lagi, tingkah dan polah sebagian teman grup anda yang bisa jadi membuat anda harus, extra sabar dalam menghadapinya.
Sesampainya anda di rumah, jangankan belajar, anda juga akan disibukkan dengan urusan rumah tangga, bisa berupa pendidikan anak, sekolah anak, assuransi anak, anak yang sakit, harus dibuatkan janji untuk ketemu dokter, dan berbagai tantangan yang mengharuskan anda untuk banyak bersabar.
Bagi anda yang mendapatkan beasiswa, biasanya 1000 - 1.400 euro perbulan, cukup untuk kehidupan satu bulan, biasanya terdistribusi menjadi 500 - 800 euro, untuk sewa rumah, listrik, internet dan telp. Assuransi sekeluarga 250 - 350 euro, dan sisanya untuk belanja kebutuhan keluarga sekitar 400 - 600 euro perbulan, kalau masih tersisa bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain, sesekali bisa untuk jalan-jalan ke kota lain.
Ritme yang seperti ini, menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa Indonesia di Jerman, sebagian akhirnya mampu menyelesaikan penelitiannya dengan baik, namun tidak sedikit mahasiswa S3 yang risetnya, terseok-seok, namun akhirnya bisa juga menyelesaikan S3.
Kondisi ini, adakalanya membuat jenuh,capek.....
belum selesai...dan belum di edit...
referensi dan inspirasi:
Ahmad Zairofi AM, Menemukan senang di sisi berat, artikel di Majalah Tarbawi, Edisi 272 Th. 13, Jumadil Awwal 1432/5 April 2012.
Sulthan Hadi, Jangan Biarkan yang berat hilangkan sisi senang, Artikel di Majalah Tarbawi.
Edi Santoso, Menimbang sumber rasa senang, Artikel di Majalah Tarbawi
Sulthan Hadi, Agar kita tidak tepenjaran oleh yang berat, Artikel di Majalah Tarbawi
Hannover,Musim Semi, 15 Mei 2012, pukul 20.22 CET
belum selesai...dan belum di edit...
referensi dan inspirasi:
Ahmad Zairofi AM, Menemukan senang di sisi berat, artikel di Majalah Tarbawi, Edisi 272 Th. 13, Jumadil Awwal 1432/5 April 2012.
Sulthan Hadi, Jangan Biarkan yang berat hilangkan sisi senang, Artikel di Majalah Tarbawi.
Edi Santoso, Menimbang sumber rasa senang, Artikel di Majalah Tarbawi
Sulthan Hadi, Agar kita tidak tepenjaran oleh yang berat, Artikel di Majalah Tarbawi
Hannover,Musim Semi, 15 Mei 2012, pukul 20.22 CET
Gambar: sekilasindonesia.com |
Oleh: Jaharuddin
Bangsa Indonesia telah bersepakat bahwa demokrasi menjadi pilihan dalam bernegara, dengan demikian saya asumsikan perdebatan tentang plus dan minus sistem demokrasi untuk saat ini sudah berakhir, mau tidak mau sistem yang dipakai dalam sistem pemerintahan dalam rekruitment pimpinan baik daerah maupun nasional adalah dengan sistem demokrasi, melalui partai Politik.
Partai Politik menjadi penting dalam sistem demokrasi, karena melalui Partai Politik inilah, akhirnya pimpinan daerah dan nasional mendapatkan tiket, untuk bertarung memperebutkan suara rakyat. Memang ada alternatif melalui jalur independen, namun kenyataannya sampai saat ini di Indonesia, sebahagian besar pimpinan daerah dan nasional berasal dari jalur partai Politik.
Dengan demikian, masyarakat menitipkan harapannya kepada kader partai yang dicalonkan partainya untuk menjadi pimpinan daerah atau nasional, dengan demikian mandat yang dijalankan seorang kepala daerah ataupun pimpinan nasional sesungguhnya berasal dari rakyat, dengan demikian seharusnya ada mekanisme pertanggung jawaban pimpinan daerah yang dicalonkan tersebut dan partai politik sebagai kendaraannya , jika pimpinan daerah dan nasional yang berasal dari partai politik bermasalah, dan tidak melaksanakan tugasnya secara amanah, seperti melakukan tindakan tidak terpuji, berupa korupsi, apa bentuk pertanggung jawaban partai politik pengusung nya?
Yang terdengar selama ini bentuk sanksi sosial yang bisa dilakukan masyarakat adalah masyarakat bisa menghukumnya dengan cara tidak memilih partai tersebut kembali pada pemilihan selanjutnya, hal ini mengandung banyak kelemahan, seperti calon yang ditawarkan untuk selanjutnya berbeda, programnya juga berubah, dan yang lebih parah lagi, partai politik memanfaatkan "pendeknya memori masyarakat" terhadap kasus-kasus yang menimpa partainya. Dengan demikian kita akan menemukan, suatu pimpinan daerah dari Parpol A, menjadi tersangka korupsi, yang berakhir di penjara, namun partai A tersebut dengan percaya diri mencalonkan kembali kader partainya untuk menjadi pimpinan di daerah tersebut.
Seolah-olah tidak ada masalah, padahal ini masalah BESAR, karena tidak tepatnya partai politik mencalonkan kader partainya di pilkada/pemilu berakhir pada masyarakat memilih kader tersebut sebagai kepala daerah, atau pimpinan nasional, nah disini jelas sekali ada peran kesalahan partai politik pengusung calon tersebut. Kenapa selama ini seolah-olah yang salah hanya personal nya saja?, kenapa partainya tidak bisa disentuh hukum?, bukankah seharusnya partainya juga mendapatkan sanksi dari masyarakat?
Yang terdengar selama ini bentuk sanksi sosial yang bisa dilakukan masyarakat adalah masyarakat bisa menghukumnya dengan cara tidak memilih partai tersebut kembali pada pemilihan selanjutnya, hal ini mengandung banyak kelemahan, seperti calon yang ditawarkan untuk selanjutnya berbeda, programnya juga berubah, dan yang lebih parah lagi, partai politik memanfaatkan "pendeknya memori masyarakat" terhadap kasus-kasus yang menimpa partainya. Dengan demikian kita akan menemukan, suatu pimpinan daerah dari Parpol A, menjadi tersangka korupsi, yang berakhir di penjara, namun partai A tersebut dengan percaya diri mencalonkan kembali kader partainya untuk menjadi pimpinan di daerah tersebut.
Seolah-olah tidak ada masalah, padahal ini masalah BESAR, karena tidak tepatnya partai politik mencalonkan kader partainya di pilkada/pemilu berakhir pada masyarakat memilih kader tersebut sebagai kepala daerah, atau pimpinan nasional, nah disini jelas sekali ada peran kesalahan partai politik pengusung calon tersebut. Kenapa selama ini seolah-olah yang salah hanya personal nya saja?, kenapa partainya tidak bisa disentuh hukum?, bukankah seharusnya partainya juga mendapatkan sanksi dari masyarakat?
Untuk itu perlu difikirkan alternatif lain, sebagai sanksi bagi partai yang tidak teliti dalam mengajukan kadernya untuk pimpinan daerah dan nasional, seperti Partai Politik yang kadernya menjadi pimpinan daerah/nasional, dalam masa menjabat terbukti bersalah korupsi (mempunyai kekuatan hukum tetap dari pengadilan), maka partai politik pengusungnya, TIDAK DIPERBOLEHKAN untuk mencalonkan pimpinan daerah/nasional, satu kali pilkada/pemilu. diharapkan ketentuan ini, dapat dimasukkan dalam undang-undang pemilu/pilkada.
Dengan sistim seperti ini, partai politik, akan ekstra hati-hati dalam mengajukan calon yang ditawarkan kepada masyarakat untuk dipilih, dan saat seorang kader partai politik menjabat, maka dia juga akan ekstra hati-hati dalam melaksanakan amanah, dan yang terpenting masyarakat mendapatkan tawaran kader partai terbaik dari partai politik ketika pilkada/pemilu berlangsung.
Dengan demikian, demokrasi dan seleksi kepemimpinan daerah/nasional, akan semakin baik. Partai politik bukan hanya kendaraan untuk mendapatkan jabatan, namun fungsi partai politik sebagai lembaga kaderisasi pimpinan daerah dan nasional dalam pengertian ada proses penyiapan yang sistematis oleh partai untuk memastikan kadernya, adalah kader yang layak, mempunyai keahlian serta mempunyai akhlak yang baik. Akhirnya masyarakat bisa berharap dari rahim partai politik lahir pimpinan-pimpinan daerah dan nasional yang kredibel, berakhlak mulia serta benar-benar bekerja maksimal untuk mensejahterakan masyarakat banyak. Amin.
Dengan sistim seperti ini, partai politik, akan ekstra hati-hati dalam mengajukan calon yang ditawarkan kepada masyarakat untuk dipilih, dan saat seorang kader partai politik menjabat, maka dia juga akan ekstra hati-hati dalam melaksanakan amanah, dan yang terpenting masyarakat mendapatkan tawaran kader partai terbaik dari partai politik ketika pilkada/pemilu berlangsung.
Dengan demikian, demokrasi dan seleksi kepemimpinan daerah/nasional, akan semakin baik. Partai politik bukan hanya kendaraan untuk mendapatkan jabatan, namun fungsi partai politik sebagai lembaga kaderisasi pimpinan daerah dan nasional dalam pengertian ada proses penyiapan yang sistematis oleh partai untuk memastikan kadernya, adalah kader yang layak, mempunyai keahlian serta mempunyai akhlak yang baik. Akhirnya masyarakat bisa berharap dari rahim partai politik lahir pimpinan-pimpinan daerah dan nasional yang kredibel, berakhlak mulia serta benar-benar bekerja maksimal untuk mensejahterakan masyarakat banyak. Amin.
Semoga bermanfaat.
Hannover, Musim semi, 10 Mei 2012.
Oleh: Jaharuddin
Tulisan ini saya buat, terinspirasi dari diskusi dalam kunjungan Ust Hartanto Suryono Lc, al hafidz kemarin ke kota kami Hannover, Jerman, yang difasilitasi oleh FORKOM dan KMH. Sebelumnya saya juga mengamati beratnya perjuangan mahasiswa baru dari Indonesia untuk mempertahankan jati diri mereka sebagai orang Indonesia dan seorang muslim dari negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia, serta saat yang sama saya adalah orang tua dari dua orang putra berumur 7 tahun dan 6 tahun, yang saat ini bersekolah di TK dan SD di Hannover Jerman.
Tulisan ini saya buat, terinspirasi dari diskusi dalam kunjungan Ust Hartanto Suryono Lc, al hafidz kemarin ke kota kami Hannover, Jerman, yang difasilitasi oleh FORKOM dan KMH. Sebelumnya saya juga mengamati beratnya perjuangan mahasiswa baru dari Indonesia untuk mempertahankan jati diri mereka sebagai orang Indonesia dan seorang muslim dari negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di dunia, serta saat yang sama saya adalah orang tua dari dua orang putra berumur 7 tahun dan 6 tahun, yang saat ini bersekolah di TK dan SD di Hannover Jerman.
Dalam sesi diskusi dan tanya jawab dengan Ustadz, seorang ibu menanyakan beberapa pertanyaan yang sebetulnya pertanyaan dari putrinya yang menginjak remaja, dan bersekolah di sini (Jerman), beberapa pertanyaan yang masih saya ingat adalah: Mama, benarkah Tuhan itu ada?, pertanyaan lain: Mama, jangan-jangan agama kristen itulah yang benar?, dan beberapa pertanyaan lainnya?, seorang ibu melanjutkan ceritanya bahwa di negara bagian Niedersachsen, dimana ibu kotanya adalah Hannover, bagi anak muslim dan anak-anak lain yang tidak mau mengikuti pelajaran agama kristen di sekolahnya, mereka diwajibkan untuk mengikuti pelajaran Norma dan Etika, dari nama mata pelajaran ini, seolah-olah tidak ada masalah, namun ada sebagian guru yang menyampaikan mata pelajaran ini yang sadar tidak sadar mengikis atau paling tidak membuat keraguan pada diri anak terhadap kepercayaannya kepada tuhan.
Fenomena ini sebenarnya bukan fenomena baru, karena di negara Uni Soviet misalnya, ada dialog antara guru dan murid sebagai berikut:
Guru : Anak-Anak apakah kalian melihat papan tulis?
Murid : Iyaaa.
Guru : Karena kalian bisa melihat papan Tulis, maka papan tulis berarti ADA !
selanjutnya:
Guru : Apakah kalian semua melihat kapur ? (sambil diperlihatkan oleh guru)
Murid : Iyaaa.
Guru : karena kalian bisa melihat kapur, maka kapur berarti ADA !
dan seterusnya, sampai pada pertanyaan:
Guru : Apakah kalian semua melihat Tuhan ?
Murid : Tidaaak.
Guru : karena kalian tidak bisa melihat Tuhan, maka Tuhan TIDAK ADA !.
Inilah salah satu contoh logika, yang diajarkan kepada anak-anak untuk mempertahankan ajaran Ateis di Uni Soviet pada waktu itu, dan saat ini di Jerman, sangat banyak orang yang tidak percaya Tuhan (Ateis). Anak-Anak di ajarkan sikap segala sesuatunya harus masuk dalam logika alias logis. kalaulah orang tua tidak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan logika sederhana ini, bisa-bisa anak-anak muslim, terkikis keimanannya, paling tidak ragu terhadap keberadaan dan ke esaan Allah SWT.
Padahal dialog sederhana antara Guru dan Murid diatas, sangat mudah dibantah oleh murid muslim, sebagai berikut:
Murid Muslim: Mengacungkan Tangan, meminta kesempatan kepada gurunya bolehkah saya ikut berkomentar?
Guru : Silakan.
Murid Muslim : Bolehkah saya mengomentarinya sambil di depan?
Guru : Boleh, silakan.
Murid Muslim : memuji gurunya, bahwasanya gurunya ini pintar, cerdas, jenius, menyampaikan pelajaran menarik, sangat bagus, dan seterusnya...pokoknya gurunya di puji habis-habisan.
sampai akhirnya murid ini bertanya, dengan logika yang digunakan guru di atas.
Murid Muslim : Teman-teman, apakah kita melihat guru kita?
Murid lainnya : Iyaaa.
Murid Muslim : Berarti Bapak guru ADA !
Murid Muslim: Apakah kita melihat otak guru kita ini?
Murid lainnya: Tidaaak.
Murid Muslim : Berarti guru kita ini TIDAK BER OTAK !!!.
Beginilah tantangan, membesarkan anak-anak muslim di negara yang mayoritas tidak muslim.Nah, untuk itu paling tidak ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Untuk Anak-Anak TK - Gymnasium (SMA)
Jika anda mempunyai anak-anak umur TK - SMA yang anda sekolah kan di Jerman, maka anda sebagai orang tua, diharapkan mampu memahami alur berfikir mereka, yang dibangun dalam sistem pendidikan yang logis, dengan demikian diharapkan anda juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar keimanan dari anak-anak dengan jawaban yang juga logis, seperti:
jika anak anda bertanya : Apa bukti bahwa Tuhan itu Ada?
maka, alternatif jawabannya adalah:
buat peragaan sederhana, misalnya jika anda di ruang tamu, di atas meja ada 2 gelas, maka, minta anak anda memperhatikan dengan seksama gelas dan letak gelas tersebut, kemudian, minta anak anda keluar ruangan, dan anda pindahkan letak gelas tersebut.
kemudian panggil anak anda kembali ke ruang tamu, dan tanyakan adakah yang berubah?...anak anda akan menjawab iya, gelasnya berpindah !!!, kemudian tanyakan siapa yang memindahkan, banyak alternatif jawabannya..substansinya adalah....kalau ada benda yang berpindah...maka di yakini bahwa ada pihak yang memindahkan.
Nah, dari sini, ajak anak anda berdiskusi melihat alam ini (dalam bahasa agamanya ayat-ayat kauniyah)...coba perhatikan bahwa bumi ini berputar diporosnya, kemudian dia juga beredar pada jalur yang telah ditentukan, tidak saling tabrakan padahal di alam semesta ini banyak sekali planet, kemudian pohon tumbuh, binatang tumbuh, terjadi siang dan malan, kemudian ada laki-laki dan ada wanita, ada yg muda ada yang tua dan seterusnya, yang intinya bergerak/tumbuh dalam pola yang teratur. kalau demikian PASTI ADA YANG MENGERAKKAN DAN MENGATUR, YAITU ALLAH SWT.
Dengan demikian maka untuk mengenal Allah, kita bisa melakukan pendekatan melalui ayat-ayat Kauniyah (alam semesta ini) dan ayat-ayat Kauliyah (ayat-ayat Al Qur'an), dan untuk ayat-ayat kauniyah maka di latih dengan mengunakan logika sesuai dengan umur anak anda. Kemudian, untuk membekali dan membentengi keluarga kita dari virus-virus ateis dan peraguan terhadap agama, maka kita para orang tua, selalu meningkatkan pemahaman agama kita sendiri dengan cara terus melakukan kajian secara konsisten dan terencana, pada saat yang sama teruslah memanjatkan do'a untuk kebaikan dan keselamatan anak-anak kita. Amin.
Untuk Calon Mahasiswa yang akan Kuliah di Jerman
Tidak kalah pentingnya bagi anda para orang tua yang berkeinginan mengirim anak-anak anda untuk menjadi mahasiswa di Jerman. diperlukan bekal dan pengetahuan yang cukup, agar anak-anak anda selamat, yaitu sukses study dan juga sukses menjaga agamanya.
Saya menemukan oknum mahasiswa Indonesia, yang secara akademis sangat cerdas dengan bukti mampu menerbitkan karya-karya ilmiyahnya di jurnal Internasional yang bergengsi dan menyelesaikan PhDnya tepat waktu, namun belakangan saya mendapatkan bukti bahwa orang ini, menikah sesama jenis dengan orang Jerman, padahal yang saya tahu mahasiswa ini berasal dari daerah yang sangat kental nilai keIslamannya. daerah asalnya di juluki Serambi Mekkah. artinya di duga kuat mahasiswa ini berasal dari keluarga muslim yang Taat. Naudzubillah !!
dan masih banyak kasus lainnya, yang tidak perlu kita uraikan satu persatu...intinya adalah setiap orang tua, harus ekstra hati-hati melepas buah hati anda, jauh dari pantauan anda....
Apa yang bisa dilakukan orang tua, jika ingin mengirim anak-anaknya untuk menjadi mahasiswa ke Jerman, ada beberapa saran yang mungkin bisa dilakukan: (1). Selalu melakukan komunikasi yang terbuka dengan anak-anak anda, dan memperhatikan dengan siapa anak-anak anda bergaul, karena lingkungan dan teman, sangat mempengaruhi, apakah anak anda mampu menjaga keimanannya atau tidak. (2). Lakukan kunjungan secara langsung, untuk mengecek kondisi riil anak anda, dan cari informasi dari teman-temannya. (3). Titipkanlah dengan orang-orang yang anda anggap terpecaya, dan juga lakukan komunikasi secara aktif dengan orang yang anda titipkan ini. (4). Dorong anak anda untuk mengikuti kajian-kajian Islam yang ada di kota masing-masing, untuk menjaga dan memperkuat imunitas keimanan anak anda. (5). Jika anda kesulitan untuk menintipkan anak-anak anda, karena tidak mengetahui kondisi dikota tempat anak anda tinggal, maka bisa mencari informasi melalui jaringan Forum Komunikasi Masyarakat Muslim Indonesia se-Jerman (FORKOM), bisa anda lihat di website : www.forkom-jerman.org , FORKOM ini adalah wadah koordinasi pengajian-pengajian kota se-Jerman. (6). Menganjurkan kepada anak anda , untuk mencari Universitas di kota-kota besar di Jerman, seperti Berlin, Hannover, Hamburg, dll, karena jika anak anda berada di kota-kota besar, maka akan mudah menemukan komunitas Indonesia, dan biasanya ada kajian-kajian ke Islaman. (7). Jika anda tidak resisten terhadap partai politik, maka anda bisa juga menitipkan anak-anak anda, untuk dibina dan diikutkan dalam Kajian-kajian ke Islaman melalui jaringan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), karena PKS mempunyai jaringan berbentuk Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) di banyak negara, termasuk di Jerman, dan juga mempunyai jaringan ke kota-kota yang ada di Jerman, serta setahu saya partai ini bukan hanya partai politik namun juga partai dakwah, artinya ada proses pembinaan generasi muda agar memahami agama Islam dengan baik dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa Indonesia, walaupun jauh dari tanah air namun nasionalisme tetap terjaga.
semoga bermanfaat.
Hannover, Musim Semi, Mei 2012
Fenomena ini sebenarnya bukan fenomena baru, karena di negara Uni Soviet misalnya, ada dialog antara guru dan murid sebagai berikut:
Guru : Anak-Anak apakah kalian melihat papan tulis?
Murid : Iyaaa.
Guru : Karena kalian bisa melihat papan Tulis, maka papan tulis berarti ADA !
selanjutnya:
Guru : Apakah kalian semua melihat kapur ? (sambil diperlihatkan oleh guru)
Murid : Iyaaa.
Guru : karena kalian bisa melihat kapur, maka kapur berarti ADA !
dan seterusnya, sampai pada pertanyaan:
Guru : Apakah kalian semua melihat Tuhan ?
Murid : Tidaaak.
Guru : karena kalian tidak bisa melihat Tuhan, maka Tuhan TIDAK ADA !.
Inilah salah satu contoh logika, yang diajarkan kepada anak-anak untuk mempertahankan ajaran Ateis di Uni Soviet pada waktu itu, dan saat ini di Jerman, sangat banyak orang yang tidak percaya Tuhan (Ateis). Anak-Anak di ajarkan sikap segala sesuatunya harus masuk dalam logika alias logis. kalaulah orang tua tidak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan logika sederhana ini, bisa-bisa anak-anak muslim, terkikis keimanannya, paling tidak ragu terhadap keberadaan dan ke esaan Allah SWT.
Padahal dialog sederhana antara Guru dan Murid diatas, sangat mudah dibantah oleh murid muslim, sebagai berikut:
Murid Muslim: Mengacungkan Tangan, meminta kesempatan kepada gurunya bolehkah saya ikut berkomentar?
Guru : Silakan.
Murid Muslim : Bolehkah saya mengomentarinya sambil di depan?
Guru : Boleh, silakan.
Murid Muslim : memuji gurunya, bahwasanya gurunya ini pintar, cerdas, jenius, menyampaikan pelajaran menarik, sangat bagus, dan seterusnya...pokoknya gurunya di puji habis-habisan.
sampai akhirnya murid ini bertanya, dengan logika yang digunakan guru di atas.
Murid Muslim : Teman-teman, apakah kita melihat guru kita?
Murid lainnya : Iyaaa.
Murid Muslim : Berarti Bapak guru ADA !
Murid Muslim: Apakah kita melihat otak guru kita ini?
Murid lainnya: Tidaaak.
Murid Muslim : Berarti guru kita ini TIDAK BER OTAK !!!.
Beginilah tantangan, membesarkan anak-anak muslim di negara yang mayoritas tidak muslim.Nah, untuk itu paling tidak ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Untuk Anak-Anak TK - Gymnasium (SMA)
Jika anda mempunyai anak-anak umur TK - SMA yang anda sekolah kan di Jerman, maka anda sebagai orang tua, diharapkan mampu memahami alur berfikir mereka, yang dibangun dalam sistem pendidikan yang logis, dengan demikian diharapkan anda juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar keimanan dari anak-anak dengan jawaban yang juga logis, seperti:
jika anak anda bertanya : Apa bukti bahwa Tuhan itu Ada?
maka, alternatif jawabannya adalah:
buat peragaan sederhana, misalnya jika anda di ruang tamu, di atas meja ada 2 gelas, maka, minta anak anda memperhatikan dengan seksama gelas dan letak gelas tersebut, kemudian, minta anak anda keluar ruangan, dan anda pindahkan letak gelas tersebut.
kemudian panggil anak anda kembali ke ruang tamu, dan tanyakan adakah yang berubah?...anak anda akan menjawab iya, gelasnya berpindah !!!, kemudian tanyakan siapa yang memindahkan, banyak alternatif jawabannya..substansinya adalah....kalau ada benda yang berpindah...maka di yakini bahwa ada pihak yang memindahkan.
Nah, dari sini, ajak anak anda berdiskusi melihat alam ini (dalam bahasa agamanya ayat-ayat kauniyah)...coba perhatikan bahwa bumi ini berputar diporosnya, kemudian dia juga beredar pada jalur yang telah ditentukan, tidak saling tabrakan padahal di alam semesta ini banyak sekali planet, kemudian pohon tumbuh, binatang tumbuh, terjadi siang dan malan, kemudian ada laki-laki dan ada wanita, ada yg muda ada yang tua dan seterusnya, yang intinya bergerak/tumbuh dalam pola yang teratur. kalau demikian PASTI ADA YANG MENGERAKKAN DAN MENGATUR, YAITU ALLAH SWT.
Dengan demikian maka untuk mengenal Allah, kita bisa melakukan pendekatan melalui ayat-ayat Kauniyah (alam semesta ini) dan ayat-ayat Kauliyah (ayat-ayat Al Qur'an), dan untuk ayat-ayat kauniyah maka di latih dengan mengunakan logika sesuai dengan umur anak anda. Kemudian, untuk membekali dan membentengi keluarga kita dari virus-virus ateis dan peraguan terhadap agama, maka kita para orang tua, selalu meningkatkan pemahaman agama kita sendiri dengan cara terus melakukan kajian secara konsisten dan terencana, pada saat yang sama teruslah memanjatkan do'a untuk kebaikan dan keselamatan anak-anak kita. Amin.
Untuk Calon Mahasiswa yang akan Kuliah di Jerman
Tidak kalah pentingnya bagi anda para orang tua yang berkeinginan mengirim anak-anak anda untuk menjadi mahasiswa di Jerman. diperlukan bekal dan pengetahuan yang cukup, agar anak-anak anda selamat, yaitu sukses study dan juga sukses menjaga agamanya.
Saya menemukan oknum mahasiswa Indonesia, yang secara akademis sangat cerdas dengan bukti mampu menerbitkan karya-karya ilmiyahnya di jurnal Internasional yang bergengsi dan menyelesaikan PhDnya tepat waktu, namun belakangan saya mendapatkan bukti bahwa orang ini, menikah sesama jenis dengan orang Jerman, padahal yang saya tahu mahasiswa ini berasal dari daerah yang sangat kental nilai keIslamannya. daerah asalnya di juluki Serambi Mekkah. artinya di duga kuat mahasiswa ini berasal dari keluarga muslim yang Taat. Naudzubillah !!
dan masih banyak kasus lainnya, yang tidak perlu kita uraikan satu persatu...intinya adalah setiap orang tua, harus ekstra hati-hati melepas buah hati anda, jauh dari pantauan anda....
Apa yang bisa dilakukan orang tua, jika ingin mengirim anak-anaknya untuk menjadi mahasiswa ke Jerman, ada beberapa saran yang mungkin bisa dilakukan: (1). Selalu melakukan komunikasi yang terbuka dengan anak-anak anda, dan memperhatikan dengan siapa anak-anak anda bergaul, karena lingkungan dan teman, sangat mempengaruhi, apakah anak anda mampu menjaga keimanannya atau tidak. (2). Lakukan kunjungan secara langsung, untuk mengecek kondisi riil anak anda, dan cari informasi dari teman-temannya. (3). Titipkanlah dengan orang-orang yang anda anggap terpecaya, dan juga lakukan komunikasi secara aktif dengan orang yang anda titipkan ini. (4). Dorong anak anda untuk mengikuti kajian-kajian Islam yang ada di kota masing-masing, untuk menjaga dan memperkuat imunitas keimanan anak anda. (5). Jika anda kesulitan untuk menintipkan anak-anak anda, karena tidak mengetahui kondisi dikota tempat anak anda tinggal, maka bisa mencari informasi melalui jaringan Forum Komunikasi Masyarakat Muslim Indonesia se-Jerman (FORKOM), bisa anda lihat di website : www.forkom-jerman.org , FORKOM ini adalah wadah koordinasi pengajian-pengajian kota se-Jerman. (6). Menganjurkan kepada anak anda , untuk mencari Universitas di kota-kota besar di Jerman, seperti Berlin, Hannover, Hamburg, dll, karena jika anak anda berada di kota-kota besar, maka akan mudah menemukan komunitas Indonesia, dan biasanya ada kajian-kajian ke Islaman. (7). Jika anda tidak resisten terhadap partai politik, maka anda bisa juga menitipkan anak-anak anda, untuk dibina dan diikutkan dalam Kajian-kajian ke Islaman melalui jaringan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), karena PKS mempunyai jaringan berbentuk Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) di banyak negara, termasuk di Jerman, dan juga mempunyai jaringan ke kota-kota yang ada di Jerman, serta setahu saya partai ini bukan hanya partai politik namun juga partai dakwah, artinya ada proses pembinaan generasi muda agar memahami agama Islam dengan baik dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa Indonesia, walaupun jauh dari tanah air namun nasionalisme tetap terjaga.
semoga bermanfaat.
Hannover, Musim Semi, Mei 2012