Oleh : Jaharuddin (Mahasiswa IEF TIBS)
Latar Belakang
Tema Good Corporate Governance ini, menjadi tema yang sering dibicarakan dan diskusikan di Indonesia belakangan ini, terutama sejak era reformasi, substansi dari tema ini adalah terkelolanya manajemen perusahaan secara fair, independen, transparansi, akuntabilitas dan dan wajar.
Sejak terjadinya era reformasi banyak orang meyakini bahwa manajemen birokrasi dan pengelolaan perusahaan dan organisasi di zaman orde baru jauh dari sifat-sifat good corporate governance. Bahkan penulis meyakini hal tersebut juga menjadi penyakit kronis sampai saat ini, walaupun banyak orang yang sudah sadar bahwa hal itu harus diperbaiki. Bahkan kasus krisis financial di Amerika Serikatpun bagian dari krisis dalam pengelolaan organisasi yang sudah kronik.
Seiring dengan berkembang pesatnya ekonomi syariah, maka diyakini ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang paling terbuka dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di atas. Namun konsep Islamic Good Governance, belum tentu sama dengan Good Corporate Governance. Untuk itulah penulis melakukan penelusuran melalui makalah ini, dengan mengumpulkan pendapat para ahli yang pernah menuliskan konsepnya tentang ini.
Tujuan Penulisan
Tulisan ini memaparkan perbandingan konsep Good Corporate Governance dengan Islamic Good Governance.
Metode Penulisan
Penulisan makalah ini mengunakan pendekatan kualitatif, dengan mengambil data dari literatur, jurnal ilmiah, makalah, news, dan sumber-sumber lainnya. Informasi tersebut diolah oleh penulis dalam bentuk pemaparan sebagai berikut:
Pada Bagian 1, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, Metode penulisan, dan konsep Good Corporate Governance, seperti sejarah, definisi, prinsip dan penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan Good Corporate Governance.
Pada Baian 2, membahas Islamic Good Governance yang dimulai dari ayat dan hadist-hadist yang terkait dengan Islamic Good Governance, kemudian penulis memaparkan pendapat beberapa orang tentang Islamic Good Governance, dari situ penulis mensarikan dalam bentuk ringkasan. Baru dilanjutkan dengan Kesimpulan dan saran.
Sejarah dan definisi Corporate Governance
Perkembangan konsep tata kelola perusahaan sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu tata kelola perusahaan menjadi isu penting dalam perusahaan sebagaimana yang terjadi saat ini. Menurut Tricker (1994) isu tata kelola perusahaan telah dimulai sejak tahun 1840-an, seiring dengan dikembangkannya sistim korporasi di Inggris, Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini mengandung pengertian bahwa konsep tata kelola perusahaan tidak dapat dipisahkan dari konsep dan sistem korporasi.
Istilah corporate governance sendiri pertama kali diperkenalkan oleh suatu komite yang bernama Cadbury Commitee, yang dibentuk sebagai suatu perwujudan keprihatinan terhadap akitivitas perusahaan-perusahaan di Inggris. Cadbury Commitee (1992) dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry report mendefenisikan tata kelola perusahaan sebagai berikut:
”........sistem dimana organisasi diarahkan dan dikontrol”
Definisi lain dari cadbury commitee memandang tata kelola perusahaan sebagai:
”seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka”.
Monks and Minow (2001) melihat tata kelola perusahaan sebagai berikut:
”istilah corporate governance mengacu kepada hubungan diantara tiga kelompok dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan”.
Konsep tata keola perusahaan menurut solomon dan soloman (2004:14) adalah sebagai berikut:
”corporate governance is the system of checks and balances, both internal and external to companies, which ensures that companies discharge their accountability to all their stakeholders and act in a socially responsible way in all areas of their bussiness activity”.
Jadi menurut definisi diatas corporate governance adalah sistem cek dan balans antara pihak-pihak internal dan eksternal perusahaan yang memberikan keyakinan bahwa perusahaan menjalankan akuntabilitasnya kepada semua stakeholders dan bertindak dalam kerangka pertanggung jawaban untuk seluruh area aktivitas perusahaan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Braiotta Jr. (2004:4) tentang akuntabilitas korporasi, yang menyatakan bahwa:
Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk memelihara dan memajukan kepentingan pemegang saham, bertindak sebagai wakil mereka dalam penetapan kebijakan perusahaan. Karenanya, para komisaris memiliki tangung jawab fiduciary terhadap para pemegang saham. Mereka berkewajiban memberitahu pemegang saham mengenai segala urusan perusahaan dan bertindak dengan rajin serta kompeten dalam memenuhi kewajiban itu.
Selanjutnya International corporate governance network yang mendorong Organisation for economic cooperation anda Development (OECD) untuk mengeluarkan Principles on corporate governance mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board of director, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas kinerja.
Adapun World Bank merumuskan tata kelola perusahaan (corporate governance) sebagai hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Komite Nasional kebijakan corporate governance telah menerbitkan pedoman pelaksanaan good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) untuk pelaku usaha di Indonesia, dan mendefinisikan corporate governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama ketiga kelompok dalam korporasi, yakni pemegang saham, dewan komisaris dan manajemen yang memiliki fungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan korporasi dalam rangka pencapaian target kinerjanya.
Mr. Wolfensohn , presiden Bank Dunia, telah menyimpulkan bahwa tujuan dari corporate governance adalah untuk mewujudkan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Kesimpulan tersebut menegaskan bahwa tujuan dari corporate governance adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholder melalui penciptaan transparansi dan akuntabilitas yang lebih benar. Keadilan bagi stakeholder juga bisa diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan mereka.
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , asas Good Corporate Governance, yaitu:
1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektifitas dalam menjalan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi dan material yang relevan dengan cara yang mudah di akses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertangungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate Governance (GCG), perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Sementara itu dalam Djanegara (2008), OECD (April 1998) telah mengembangkan prinsip perlakuan yang setara, kewajaran, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, sebagai berikut:
1. Fairness (kewajaran), menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan investor
2. Transparansi, mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan
3. Akuntabilitas, menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris
4. Pertangung jawaban, memastikan dipatuhinya peraturan-peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Selanjutnya OECD (2004) mengembangkan prinsip-prinsip corporate governance berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh tim taskforce ke negara-negara OECD, yakni:
1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Kerangka corporate governance seharusnya memajukan pasar yang bebas dan efisien, konsisten dengan peraturan dan perundang-undangan dan pemisahan tanggung jawab yang sangat jelas diantara pengawas, pembuat peraturan dan yang menjalankan kewenangan.
2. The right of shareholders and key ownerships functions
Kerangka Corporate Governance seharusnya memberikan perlindungan dan memfasilitasi pengunaan hak-hak pemegang saham
3. The equitable treatment of shareholders
Kerangka Corporate Governance meyakinkan persamaan perlakuan kepada semua pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing
4. The role of stakeholders in corporate governance
Kerangka Corporate Governance seharusnya mengakui hak-hak para stakeholders sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan atau mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan stakeholder-nya dalam menciptakan kemakmuran, lapangan kerja dan kelangsungan perusahaan.
5. Disclosure and transparency
Kerangka Corporate Governance seharusnya meyakinkan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan lengkap dibuat untuk semua permasalahan material yang berhubungan dengan perusahaan, termasuk dengan keadaaan keuangan, kinerja , pemilik dan governance perusahaan.
6. The responsibilities of the board
Kerangka Corporate Governance seharusnya meyakinkan kebijakan strategis perusahaan, efektifitas pengawasan manajemen oleh dewan komisaris dan direksi dan akuntabilitas dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan dan pemegang saham
Penelitian terdahulu tentang Corporate Governance
Ada beberapa penelitian terdahulu yang bisa dipaparkan disini, seperti:
Richardson (1998) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham Amerika Serikat atas ketidaksimetrisan informasi antara pemilik perusahaan (principal) dengan pihak profesional (agents) sebagai manajemen perusahaan. Penelitian tersebut mendukung pentingnya menciptakan iklim internal perusahaan, yaitu dengan mengikuti kaidah agency theory dimana pemisahan fungsi tersebut terbukti mampu menghindari rekayasa laporan keuangan atau earning managements yang sifatnya memberikan laporan yang menyesatkan. Dengan demikian, lingkungan internal perlu diciptakan untuk mendukung tata kelola perusahaan yang baik.
Dezoort (1998) melakukan penelitian pada 87 orang yang menduduki posisi sebagai anggota komite audit pada perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham Amerika Serikat, dan melakukan pengujian apakah pengalaman yang dimiliki dalam mengevaluasi internal control perusahaan berpengaruh bagi pelaksanaan tugasnya sebagai komite audit. Penelitian tersebut mendukung teori bahwa faktor pengalaman merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang efektifitas komite audit. Anggota komite audit yang berpengalaman dapat membuat judgement yang lebih konsisten, memiliki kemampuan pandangan ke dalam yang lebih tinggi, konsensus yang lebih tinggi, dan kemampuan teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota yang tidak memiliki pengalaman. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mendukung berbagai tugas penting komite audit.
Chang dan Chow (1999) melakukan penelitian di Amerika Serikat tentang kinerja perusahaan dengan mengunakan metode balanced scorecard. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, pengunaan metode balanced scorecard merupakan serangkaian penilaian kinerja yang terintegrasi mencakup indikator kinerja saat ini dan pendorong kinerja di masa yang akan datang baik pengukuran keuangan maupun non keuangan.
McConomy dan Bujaki (1999) melakukan penelitian di Kanada tentang Corporate Governance. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sistim tata kelola perusahaan yang baik dapat disebut sebagai proses dan struktur yang digunakan secara langsung oleh perusahaan bisnis. Praktik tata kelola perusahaan yang baik memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun pemegang saham.
Collier dan Esteban (1999) melakukan penelitian di Amerika Serikat tentang Governance in the participative organization: freedom, creativity and ethics. Hasil penelitian menyatakan partisipasi organisasi dalam perubahan lingkungan diperlukan untuk membangun tata kelola perusahaan yang baik.
Mallot (1999) melakukan penelitian perusahaan di Asia/Hongkong tentang hubungan corporate governance dan pengungkapan informasi dengan melakukan pengujian secara simultan. Hasil penelitian menyatakan bahwa integritas manajemen memberikan dukungan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik akan menghasilkan informasi akuntasi yang berkualitas.
Groota dan Merchant (2000) melakukan penelitian pada perusahaan – perusahaan patungan internasional di Eropa dan Amerika Serikat. Penelitiannya membuktikan pentingnya pengendalian dalam menunjang kinerja keuangan yang baik, dimana kegagalan pada perusahaan disebabkan oleh lemahnya pengendalian. Penelitian ini mendukung pentingnya pengendalian intern untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan perusahaan.
Weirl dan Laing (2001) berpendapat bahwa di Inggris struktur governance yang terdiri dari sejumlah komisaris independen dan komisaris non executive pada perusahaan yang tidak berafiliasi mempunyai hubungan dengan kinerja perusahaan.
Majidah (2004) melakukan penelitian di Indonesia tentang dukungan lingkungan internal organisasi terhadap penegakan tata kelola yang baik dan dampaknya terhadap kinerja keuangan dengan pendekatan nilai tambah ekonomis. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif dukungan lingkungan internal organisasi terhadap penegakan tata kelola yang baik. Hal ini menunjukkan implementasi tata kelola yang baik (good corporate governance) membutuhkan dukungan lingkungan internal organisasi.
Dolok Hutagalung (2004) melakukan penelitian di Indonesia, tentang pengaruh penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan sumber keunggulan terhadap kinerja keuangan BUMN. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh penerapan prinsip good corporate governance, sumber keunggulan internal dan sumber keunggulan eksternal terhadap kinerja keuangan BUMN di Indonesia dan penerapan prinsip good corporate governance mempengaruhi sumber keungulan internal dan sumber keungulan eksternal.
Dedi supardi A.S (2005) melakukan penelitian di Indonesia, tentang pengaruh dewan komisaris, formulasi strategi dan penerapan pengendalian intern terhadap tata kelola perusahaan serta kinerja bisnis. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara peran dewan komisaris, formulasi strategi dan penerapan pengendalian intern; adanya hubungan antara peran dewan komisaris, formulasi strategi, penerapan pengendalian intern terhadap tata kelola perusahaan, adanya hubungan antara peran dewan komisaris, formulasi strategi, penerapan pengendalian intern, tata kelola perusahaan terhadap kinerja bisnis.
La Porta, et al, menyimpulkan bahwa hukum positif di beberapa negara pada umumnya lebih memberikan perlindungan kepada investor, sedangkan hukum perdata di lain pihak memberikan perlindungan hukum yang relatif lemah.
End note:
Dikutip dari Chapra (2008), dari Financial Times, 21 juni 1999, diambil dari The Encyclopedia of Corporate Governance dalam artikel yang berjudul “what corporate governance” (www.encycogov.com), 11 juli 2001, hlm. 1
Dalam http://www.kpk.go.id, Principles of Good Corporate Governance.
Sebagian besar diambil dari Djanegara (2008).
sempat mencari-cari fotonya di dunia maya cukup lama, rasanya ngak mungkin ustadz sekaliber dia ngak punya arsip foto di dunia maya, waktu lagi ada tugas ke Bogor, lihat foto-fotonya banyak di pampang, tapi pas waktu dicari di dunia maya ngak ketemu juga. akhirnya beberapa hari yang lalu, saya melihat ada komentarnya di fb teman saya. wah langsung saya klik fbnya, dan deg deg juga, ternyata fbnya, dibatasi untuk orang-orang tertentu saja. tapi semoga ustadz ngak lupa, saya beranikan diri untuk mengirim permintaan perteman melalui fb, surprize, saat itu juga saya di add, saya merasa beruntung, bisa bershilaturahmi lagi dengan Ustadz. Ir Lalu Suryade MSi.
banyak, kenangan yang luar biasa dengan ust.Lalu, seperti pengajian mulai pukul 02.00 WIB,kata-katanya yang lembut, tenang, bernas dan berisi. seorang politisi ulung, sekaligus ulama,kalau di tausyiahi, sepertinya kita sudah tidak bisa berkata-kata, selain beramal. subhanallah. saya merasa beruntung pernah bertemu dan mengaji ke beliau. jazakallah khairan katsiro ustadz. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat....dan menjadi pemberat timbangan di yaumil akhir kelak....sekali lagi jazakallah khairan katsiro....atas semua kebaikan ustadz beserta keluarga...dan semoga Allah memberikan kemudahan, umur yang berkah , kepada Ustadz beserta keluarga. Amin.
Oleh: Irving P. Herman
(Profesor Fisika Terapan di Universitas Columbia New York).
Masuk kuliah pascasarjana untuk meraih gelar doktoral adalah sebuah komitmen yang besar yang terdiri atas waktu, dan upaya. Kesempatan ini tidak untuk setiap orang, sekali anda masuk ke program pascasarjana, memilih pembimbing tesis atau penelitian barangkali adalah sebuah keputusan terpenting yang harus di buat oleh mahasiswa. Sebaliknya memilih mahasiswa yang tepat adalah esensial untuk karir si pembimbing tesis atau penelitian. Oleh karenanya mentor (pembimbing tesis) dan mahasiswa harus memiliki minat riset yang sama dan kebiasaan bekerja yang cocok. Tapi selain itu mereka juga harus belajar berkomunikasi satu sama lain, membangun hubungan kerja yang fungsional sangat penting, bahkan untuk mahasiswa yang ”bagus” dan pembimbing yang ”bagus” dan sering kali membutuhkan waktu yang cukup.
Dengan semangat ini saya menawarkan 20 aturan sebagai panduan untuk mahasiswa pascasarjana untuk melakukan penelitian tesis. Masing-masingnya berisi nasehat yang bijak tentang realita dalam riset pascasarjana terutama dari sudut pandang pembimbing tesis. Beberapa dari aturan tersebut sedikit didramatisir oleh karenanya jangan ditelan mentah-mentah (dicerna dan difahami benar).
Beberapa aturan itu sangat berkaitan dengan riset eksperimental, meskipun hal yang sama bisa berlaku untuk riset-riset yang lain. Saya mengembangkan aturan-aturan ini untuk membantu, memotivasi, mahasiswa-mahasiswa pascasarjana dalam kelompok bimbingan saya, untuk menjelaskan bagaimana cara menjadi mahasiswa yang efektif, dan untuk menyakinkan mereka bahwa riset/penelitian yang dibimbing adalah interaksi simbiosis (meskipun tidak selalu simetris) antara mahasiswa dan pembimbingnya. Saya akui bahwa saya tidak selalu sukses dalam penerapannya. Saya selalu mengunakan aturan-aturan ini sebagai tuntunan umum, untuk mahasiswa-mahasiswa pascasarjana di departemen saya. Semua kandidat doktor di departemen menerima foto copy dari aturan-aturan ini saat mereka masuk program, untuk membantu mereka memahami cara bekerja dengan pembimbing mereka, sebab mereka beralih dari gaya belajar S1 yang hanya mengambil kuliah-kuliah menjadi gaya belajar pascasarjana yang melaksanakan riset dibawah bimbingan.
Aturan-aturan ini tampaknya di sepakati oleh kolega-kolega di fakultas saya dan beberapa diantara mereka telah menempelnya dan mengunakannya. Meskipun aturan-aturan tersebut tidak membutuhkan interpretasi, mahasiswa akan mampu memahaminya lebih baik dengan cara memahami pembimbing mereka lebih baik lagi, para pembimbing termasuk pembimbing-pembimbing tesis mahasiswa saya senang bernostalgia saat-saat mereka masih menjadi mahasiswa pascasarjana. Mereka bekerja 20 jam perhari, 7 hari dalam seminggu dan mereka tidak pernah tidur. Mereka harus membuat sendiri setiap instrumen yang mereka gunakan dari nol dan mereka memikirkan setiap ide dalam tesis mereka dan yang paling penting mereka selalu, selalu menerima saran-saran pembimbing tesis, memikirkannya masak-masak dan segera melakukan apa yang disarankan tersebut.
Pada tatanan yang lebih serius terdapat beberapa topik yang memayungi aturan-aturan ini. Dalam riset/penelitian, mencapai kebenaran adalah hakikatnya, dan ide-ide serta hasil harus di evaluasi mengunakan metode yang objektif tanpa dinodai oleh ego. Orang-orang yang produktif menjadi produktif karena mereka memiliki kebiasaan kerja yang bagus. Mahasiswa-mahasiswa harus tumbuh secara profesional dan pembimbing harus membantu mereka, hubungan antara mahasiswa pascasarjana dan pembimbing tesis sesungguhnya adalah simbiosis.
Hukum-hukum Herman.
1. Liburan anda baru dimulai setelah anda mempertahankan tesis anda dalam sidang
2. Dalam riset yang penting adalah yang benar itu apa, bukan siapa yang benar
3. Dalam riset dan hal-hal lainnya pembimbing anda selalu benar, hampir setiap saat
4. Bertindaklah seperti pembimbing anda selalu benar, hampir setiap saat
5. Jika anda fikir anda benar dan anda mampu meyakinkan pembimbing anda, maka pembimbing anda akan sangat bahagia
6. Produktifitas anda sangat bervariasi dengan persamaan sebagai berikut = (waktu efektif yang produktif dihabiskan per hari)1000
7. Produktifitas anda juga dapat bervariasi seperti persamaan
1
= _______________________________
(waktu anda menunda-nunda analisis data)1000
8. Ambillah data hari ini juga, seolah-olah peralatan penelitian anda akan pecah besok hari.
9. Jika anda tidak suka kehilangan data maka buatlah back up data permanen, 5 menit setelah anda memperoleh data yang pertama
10. Pembimbing tesis anda mengharapkan produktifitas anda mula-mula rendah, dan kemudian diatas ambang batas setelah satu tahun atau lebih
11. Anda harus menjadi lebih ahli dibidang tesis anda daripada pembimbing anda
12. Jika anda bekerjasama dengan baik, tekanan darah pembimbing tesis anda akan turun sedikit
13. Jika anda tidak bekerjasama dengan baik, tekanan darah pembimbing anda akan naik sedikit, atau bahkan jatuh ke titik nol
14. Biasanya hanya ketika anda dapat mempublikasikan hasil penelitian anda, maka hasil tersebut pantas atau patut menjadi bagian dari tesis anda
15. Pertama-tama semakin tinggi kualitas, dan kedua kuantitas dari hasil publikasi anda maka tesis anda akan semakin baik
16. Ingatlah ini adalah tesis anda, anda ! yang harus mengerjakannya
17. Pembimbing anda ingin anda menjadi terkenal sehingga dia akhirnyapun menjadi terkenal
18. Pembimbing anda ingin menuliskan surat rekomendasi terbaik yang bisa dia buatkan untuk anda
19. Apapun yang terbaik untuk anda adalah terbaik untuk pembimbing anda
20. Apapun yang terbaik untuk pembimbing anda, adalah terbaik untuk anda
Sumber: Jurnal Ilmiah Nature . Vol. 445 halaman 228, 11 Januari 2007
Alih bahasa oleh: dr. Radiana D.Antarianto, M.Biomed (Staff pengajar Departemen Histologi FKUI / Peserta Program doktoral Ilmu Biomedik FKUI)
diposting di http://shariaeconomy.blogspot.com
seingat saya,kartu nama ini di design oleh mas tony, mungkin, teman-teman santri yang lain, juga masih pada punya...
Senin, 4 Mei 2009, pukul 09.00 – 12.30 WIB……Hari yang melelahkan, kenapa?, saya mempertaruhkan status karyawan hari ini, karena berani melakukan survey tingkat kepuasan karyawan di tempat bekerja tanpa sepengetahuan HRD dan Direktur. Sebenarnya saya melakukan ini karena keprihatinan yang mendalam dari adanya kecendrungan semakin tingginya turn over karyawan, semakin banyaknya keluhan, target-target perusahaan tidak tercapai, mulai melambatnya respon perubahan, keluarnya tenaga-tenaga potensial, munculnya paradox pada kondisi banyak karyawan di PHK dan sulit mencari pekerjaan, kok karyawan di tempat saya bekerja sepertinya mudah saja untuk keluar, ini pertanda bahwa daya tarik keluar lebih tinggi bila dibandingkan tetap bertahan di perusahaan saya, kemudian diperparah lagi dengan kondisi pihak yang berwenang tidak begitu peduli dengan kondisi ini (mungkin subjectif berdasarkan pengamatan saya).
Akhirnya saya berinisiatif, melihat persepsi karyawan terhadap kepuasan mereka bekerja sekarang, saya membuat kuesioner dan secara diam-diam melakukan pendekatan kepada key person yang saya anggap “aman” untuk tidak membocorkannya sampai saatnya dibuka. Alhamdulillah pengambilan data berjalan dengan lancar, saya melakukan pengambilan data 51% dari total karyawan, namun di hari kedua , saya dengan segaja membocorkan survey ini kepada manager HRD, dan seperti yang saya duga beliau kaget, tapi biarlah kekagetan beliau, dan suasana mulai memanas dengan adanya koordinasi antara manager HRD dan staf direktur.
Sempat diselingi dengan libur satu hari, tibalah saatnya pertemuan coffee morning, yang memang saatnya membicarakan unek-unek yang ada di fikiran setiap perserta coffee morning yang diundang. Acara diawali dengan pembahasan beberapa agenda yang dilontarkan direktur, kemudian masuk ke ide investasi mesin, nah saya ikut mengomentari rencana investasi ini….apakah itu yang paling prioritas dan mendesak kita lakukan…? Bukankah kesejahteraan karyawan yang prioritas dan mendesak..? tema ini menjadi entry point bagi saya untuk meminta waktu mempresentasikan hasil survey saya…Saya mulai presentasi, saya merasakan kekakuan suasana saat itu, tapi saya dibiarkan untuk presentasi sampai selesai, setelah selesai saya mendapatkan kritikan yang cukup pedas dari direktur, tentang mekanisme melakukan survey yang tidak izin dengan direktur. Dalam hati saya mengatakan, kalau izin dulu ngak bakal terlaksana survey ini, atau paling tidak di rapatkan dulu, dibicarakan dulu…dan seterusnya yang pada akhirnya semangat kita pun yang sedang mengebu-gebu untuk memotret kepuasan karyawan telah hilang.
Nah hilang deh momentum yang sangat berharga, kembali ke tangapan direktur, terasa sekali resisten terhadap hasil survey saya, yang berkesimpulan bahwa terjadi ketidakpuasan yang significan terhadap pekerjaan, dan penyebab utamanya adalah kesejahteraan yang masih belum sesuai dengan harapan, tidak jelasnya jenjang karir, dan terusiknya kenyamanan kerja.
Wah, ngak bisa terima direktur, inikan subjektif sekali, belum lagi so’al kuesionernya bias, walaupun tidak dijelaskan secara detil bukti biasnya seperti apa, dan seharusnya bagaimana, wal hasil..cukup memanaslah suasana di awal coffee morning tersebut, ditambah staf direktur yang juga mencecar, mengulas dan menangapi…., yang mengagetkan saya, saya dibilang tidak professional…alhamdulillah, ada ustadz yang berempati dengan apa yang saya lakukan…terus terang saja saya mulai ada kepercayaan diri…mulai bisa menata diri dan emosi untuk melanjutkan diskusi dan menjawab pertanyaan…
Setelah itu, ternyata secara substansi survey saya juga di dukung oleh manager lainnya, walaupun diselingi dengan kritikan yang menyakitkan bagi saya, yaitu saya dibilang kurang ber adab, atau tidak sesuai dengan adab Islam…ya….mulai down lagi…tapi mencoba menata lagi, dan diskusi dilanjutkan…cukup panjang, dan sepertinya ini juga menstimulan rekan-rekan yang lain untuk menyampaikan unek-uneknya….
Dari rapat ini saya, berkali-kali mengatakan survey ini sama sekali tidak bertujuan untuk menjelek-jelekkan direktur dan HRD, namun survey ini adalah cara yang bisa saya lakukan untuk bersama-sema dengan pimpinan lainnya, lebih perhatian pada keberadaan sumber daya manusia yang ada di perusahaan, wabil khusus mengenai kesejahteraan semua karyawan…dan alhamdulillah substansinya bisa diterima..walaupun dipesankan kepada saya agar tidak mengulangi kembali melakukan survey illegal ini…
o..ya, ada keinginan untuk melakukan survey juga tentang kondite manager…menurut saya, ini sesuatu yang positif dan perlu di budayakan, tapi ingat lho pak…menyebarkan kuesioner sih…ngak terlalu berat , tapi mengolah data sampai menyajikan hasilnya cukup butuh waktu dan tenaga lho…saya kemarin sabtu-minggu yang seharusnya libur…saya gunakan untuk mengolah data tersebut di rumah…sampai acara keluarga harus disesuaikan….tapi alhamdulillah lancar…..
Bapak Achmad Hizazi (pak a'ang), pernah beberapa waktu satu forum dengan beliau di dakwah kampus dan KAMMI, bersama pak, a'ang, kita pernah membawa tim Jambi ke gedung DPR dalam rangka menyalurkan aspirasi mahasiswa Jambi, eranya gusdur, kemudian pernah bersama-sama juga dalam rapat koordinasi wilayah sumatra bagian selatan di lampung, saya dan pak a'ang mewakili Jambi. sekarang beliau dosen tetap di Jurusan Akuntansi FE Universitas Jambi, sempat ngak lama komunikasi saat saya hijrah ke bogor dan ngak lama setelah itu pak a'ang meneruskan studi s2 ke India. tapi alhamdulillah bisa ketemu lagi via fb.
pernah jadi ketua LDK Masjid Kampus Al Huriyyah IPB, tahun yang lalu masih sempat ketemu, di jakarta, pernah jadi jurnalist di sabili, dekarang ana dapat kabar beliau menjadi pendidik di ponpes khusnul khotimah. semoga diberikan kemudahan dalam setiap langkah ...Amin.
sholat diantara belerang, saat rihlah ke curug, imam akh sutami, di jama'ah ada akh patria, akh ifik, dll
ustadz. Patria Riza ini, bisa di bilang ideolognya KAMMI Daerah bogor, bersama mas erry N, banyak konsep-konsep kaderisasi bisa berjalan di tangan dinginnya, banyak sudah binaan yang "jadi" dari tangan dinginnya, saya bersyukur berkat skenario Allah sempat satu grup dengannya, berinteraksi dengannya, dan menjadi rekan kerjanya di KAMMI Daerah Bogor, jazakallah...ustadz...
Sampai, detik-detik quick count di umumkan, rasa optimisme akan mendulang suara minimal 9%, terus membuncah dalam hati, bahkan saya pribadi optimis di atas 10%, dengan indikator: (a). Kampanye PKS tanggal 30 Maret merupakan kampanye terbesar dan paling tertib, lebih dari 300.000 orang yang ikut kampanye, gelora bung karno putih, dan tumpah ruah, bahkan tercatat di rekor MURI, malamnya ada ustadz dari Jambi yang menelepon konfirmasi seberapa besar massa kampanye tanggal 30 Maret tersebut, dari perbincangan tersebut di Jambi saja untuk kampanye PKS, massa yang hadir mencapai 8.000 orang, untuk ukuran di Jambi, menurut saya ini sangat besar. (b). Rekan-rekan tingkat DPRa (ujung tombak yang ada di tengah-tengah masyarakat), bekerja sunguh-sungguh, bahkan saya merasakan semangat beramal yang luar biasa telah di lakukan oleh jajaran DPRa, mulai pemasangan atribut sampai menyisir satu persatu rumah untuk direct selling. (c). DPP mentargetkan perolehan suara 20%, dalam tradisi PKS biasanya target yang diturunkan DPP, tidak akan jauh dari realita yang akan terjadi.(d). Iklan-iklan PKS di TV sangat cerdas, iklannya Cuma 3 hari (untuk mensiasati minimnya anggaran iklan) namun bisa didiskusikan para pakar dan masyarakat selama berminggu-minggu, termasuk berbagai macam bentuk iklan gambar yang cerdas dan kreatif, sms yang kata-katanya lucu, face book, RBT, dan berbagai macam cara dilakukan.
Namun, kenyataan sementara tidak seperti yang diharapkan, PDIP dan Golkar turun drastis, PKS masih naik walupun belum besar. ada beberapa catatan, sebagai bahan renungan yang perlu sama-sama diskusikan, terkait stagnannya perolehan suara PKS tahun 2009 ini, beberapa faktor yang tercatat dari pengamatan saya adalah:
1. Dari data sementara terlihat bahwa turunnya suara Golkar dan PDIP tidak lari ke PKS, namun turunnya suara dua partai besar tersebut, paling banyak didapatkan oleh Gerindra dan Hanura, dengan demikian keinginan DPP untuk memperluas pasar PKS dengan mencirikan inklusif dan warna-warninya PKS, belum berhasil, malah menurut saya mengakibatkan larinya pemilih yang dulu bersimpati dengan PKS, karena konsisten dan komitment yang kuat terhadap nilai-nilai perjuangan Islam.
2. Menurut saya para anggota dewan periode 2004 – 2009, baik di DPR maupun di DPRD belum mampu menunjukkan prestasi yang signifikan, yang terlihat adalah semangat yang sudah sangat baik untuk menolak korupsi, namun dari sisi profesionalismenya belum terlihat, apalagi berprestasi, sayangnya yang menjadi figur-figur utama untuk menarik massa pada kampanye 2009 ini, masih orang-orang lama yang belum berprestasi tersebut.
Sebagai contoh adalah DPRD Jakarta, PKS menjadi pemenang di pemilu 2004 di Jakarta, namun masyarakat boleh bertanya, apa dampak signifikan yang dirasakan masyarakat dengan kemenangan PKS di Jakarta tahun 2004. kalau alasannya orang nomor satu di DKI bukan kader PKS, seharusnya tidak menjadi alasan bagi PKS untuk berbuat maksimal, bukankah fraksi terbesar di DPRD PKS adalah fraksi PKS?, sekarang era Fauzi Bowo, terlihat kelambatan tim FOKE dalam menyelesaikan masalah, seperti banjir, kemacetan, rasa aman yang belum terwujud di tempat publik, namun fraksi PKS tidak bisa berbuat banyak?
3. Kaburnya pesan kampanye yang di usung, sampai kampanye berakhir, tidak kelihatan diferensiasi tawaran perbedaaan atau perubahan yang ditawarkan PKS jika PKS menang, apa yang berbeda dari Demokrat misalnya?, apa yang akan berubah jika PKS menang?, menurut saya sampai akhir kampanyepun tidak kelihatan.
4. Sistim pemilu dengan partai yang banyak dan suara terbanyak yang sekarang dilakukan juga mempunyai andil, kompetisi kapitalisme di sesama caleg PKS, jika caleg tertentu mempunyai banyak modal, maka pamflet-spanduk, dan beraneka ragam bentuk kampanyenya juga akan kentara, bahkan kita diperlihatkan pertarungan yang yang tidak sehat, ada anak muda kader PKS, mencalonkan kembali menjadi caleg, amunisinya sungguh luuaaar biasa, kader bolehlah bertanya darimana uangnya?, sementara ada ustadz yang bergelar Lc misalnya, kebetulan tidak mempunyai amunisi yang banyak, maka ustadz ini tidak bisa berbuat banyak, bahkan ada kasus caleg yang tidak mampu memberikan amunisi dan modal ke DPRa, tidak akan di kampanyekan oleh DPRa tersebut, apakah ini benar?, apakah kita sudah terjebak pada semangat kapitalisme (bekerja sesuai kehendak pemilik/yang memberikan modal)???, bukankah dulu kita pernah mendengar, ada seorang kader yang dicalonkan untuk menjadi kepala daerah, DPP berusaha mencarikan modal untuk pencalonan kader tersebut, kenapa sekarang seolah-olah setiap caleg harus berupaya sendiri dengan kemampuan sendiri, dimana semangat amal jama’i yang menjadi azas perjuangan dakwah ini?
5. di beberapa TPS yang saya amati, memperlihatkan kecendrungan pemilih lebih banyak memilih partai dari pada individu caleg, hal ini mengindikasikan bahwasanya pemilih tidak terlalu peduli dengan siapa caleg yang di calonkan partai, atau dengan kata lain pemilih lebih percaya partai daripada individu yang dicalonkan partai, kalau kondisi ini bisa di generalisir, maka seharusnya caleg tidak usah berkampanye dirinya, yang membuat pemilih jadi bosan/enek/mual, melihat banyaknya orang yang ambisi menjadi anggota legistatif, dana para caleg bisa dikumpulkan partai dan partai lebih fokus mengkampanyekan partai dan program-program yang akan di lakukan jika partai menang.
6. yang paling ditakutkan adalah hilangnya semangat keikhlasan dalam beramal, yang ada adalah semangat beramal yang disesuaikan dengan modal yang diberikan...(ma’af; saya berharap bukan seperti ini realitasnya)
Namun, apapun dia, kita perlu bersyukur, bahwasanya Allah masih memberikan kesempatan kepada PKS untuk memperbaiki diri, dan mulai sekarang mempersiapkan diri untuk tahun-tahun selanjutnya. Dan setiap kejadian yang menimpa dakwah ini pasti mempunyai hikmah yang baik, dan Allah memberikan yang terbaik kepada setiap umatnya.
Pendapat pribadi
Jakarta, 10 april 2009 (sehari setelah pemilihan legislatif 2009)
email:jaharuddin@gmail.com
saya lupa, brigas singkatan pa ya,yang jelas brinya brigade, gas...nya, apa ya, tapi wajah tema-teman kalau dibandingkan dengan wajah seakrang jauh beda ya, dulu masih mahasiswa, jadi ya...githu deh....
Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dg tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus.
Dg tangannya yg lain di meraba posisi dimana sopir berada, dan membayar ongkos bus.
Lalu berjalan ke dalam bus mencari-cari bangku yg kosong dg tangannya.
Setelah yakin bangku yg dirabanya kosong, dia duduk.
Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.
Satu tahun sudah, Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta.
Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya.
Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna.
Dia adalah wanita yg penuh dg ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di lingkungannya.
Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya.
Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yg selama ini dicita-citakan.
Merasa tak berguna
dan tak ada seorang pun yg sanggup menolongnya
ada yg selalu membisiki hatinya. \"Bagaimana ini bisa terjadi padaku?\"
dia menangis.
Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa.
Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo\'a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.
Diantara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yg begitu penyayang dan setia, Burhan.
Burhan adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan.
Dia mencintai Yasmin dg seluruh hatinya.
Ketika mengetahui Yasmin kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang.
Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan.
Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaya diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.
Burhan tahu, ini adalah perjuangan yg tidak gampang.
Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit.
Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja di perusahaannya.
Dia berhenti dg terhormat.
Burhan mendorongnya supaya belajar huruf Braile.
Dg harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan.
Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar?
Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan?
Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan.
Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian.
Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian?
Berjalan sendirian?
Pulang-pergi sendirian?
Siapa yg akan melindunginya ketika sendirian?
Begitulah yg berkecamuk di dalam hati Yasmin yg putus asa.
Tapi Burhan membimbing jiwa Yasmin yg sedang frustasi dg sabar.
Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke sekolah,
dimana Yasmin musti belajar huruf Braile.
Dg sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yg dituju. Dg Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya.
Selesai mengantar Yasmin
dia menuju tempat dinas.
Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin.
Lengkap dg seragam dinas security.
Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi.
Bagaimanapun juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya.
Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya.
Dg hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan merasa dibuang.
Sebab bagaimanapun juga Yasmin masih terpukul dg musibah yg di alaminya.
Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin histeris mendengar itu.
Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan.
\"Saya buta, tak bisa melihat!\" teriak Yasmin.
\"Bagaimana saya bisa tahu saya ada di mana?
Kamu telah benar-benar meninggalkan saya.\"
Burhan hancur hatinya mendengar itu.
Tapi dia sadar apa yg musti dilakukan.
Mau tak mau Yasmin musti terima.
Musti mau menjadi wanita yg mandiri.
Burhan tak melepas begitu saja Yasmin.
Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus.
Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte.
Berjalan dg tongkatnya.
Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya,
di manapun dia berada.
Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri,
dg tenang Burhan pergi ke tempat dinas.
Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yg begitu setia dan sabar membimbingnya.
Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi.
Tak mungkin juga selalu diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yg harus dilakoni.
Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja.
Kini dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar.
Hari-hari pun berlalu.
Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar,
dg mengendarai bus kota sendirian.
Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata,
\"saya sungguh iri padamu\".
Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya.
\"Anda bicara pada saya?\"
\" Ya\", jawab sopir bus.
\"Saya benar-benar iri padamu\". Yasmin kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini seorang buta,
wanita buta,
yg berjalan terseok-seok dg tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya,
membuat orang lain merasa iri?
\"Apa maksud anda?\" Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu. \"Kamu tahu,\" jawab sopir bus,
\"Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dg seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan.
Dia memperhatikanmu dg harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus.
Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu.
Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari situ.
Kamu sungguh wanita beruntung, ada yg memperhatikan dan melindungimu\".
Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin.
Walaupun dia tidak melihat orang tsb, dia yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana.
Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yg lebih berharga dari penglihatan.
Sebuah pemberian yg tak perlu untuk dilihat;
kasih sayang yg membawa cahaya,
ketika dia berada dalam kegelapan.
***
Teman, kita ibarat orang buta.
Yg diperintahkan untuk mengabdi kpdNya ...bekerja dan berusaha
Kita adalah orang buta yg terus diberi semangat ..
Kita tak bisa melihat Alloh.
Tapi Alloh terus membimbing kita seperti cerita Yasmin
untuk memompa semangat kita .
Note :
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata: \"Inilah Tuhanku\"
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
\"Saya tidak suka kepada yang tenggelam\".
( Q.S. 6:76 )
dari milis PSKTTI UI
alfian yang ditenggah, putra Aceh, yang selama di al inayah 2, kamarnya lt 2 di dekat kamar mas tonny (pengelola), saya surprise sekali, tanggal 20 mar 2009, secara kebetulan bertemu di saat kampanye PKS di lapangan wika duren sawit, ternyata alfian ditugaskan oleh the jakarta post, untuk meliput presiden pks tifatul sembiring. cukup lama kita bercerita. beliau pernah di gatra 3 tahun, trus sekolah lagi ke belanda 1 tahun, sekarang jadi jurnalis di the jakarta post. sukses selalu ya...
beliau pengelola PPM Al Inayah 2, saya sangat terkesan dengan semangatnya mas tonny yang selelu mengebu-gebu, sangat rapi dengan administrasi
mas, saiful ini bersama-sama dengan mas tonny dan ust. wasto, merupakan pengelola pondok pesantren mahasiswa al inayah 2 dramaga, bogor, kalau info dari fb beliau sekarang ada di riau, kabarnya pns dep tan
ustadz erry nugroho dan ustadzah rina eni anawati, banyak kenangan luar biasa bersama mereka...selama di ipb..wabil khusus KAMMI Daerah bogor, jika ada yang salah dari ana (jahar) mohon di ma'afkan ustadz dan ustadzah ya.
biasanya bangun siang, karena lagi di carita zaky pagi-pagi sudah dibangunkan, dan langsung mandi, jadi masih belum semangat, tapi setelah ketemu air laut zaky semangaaaat sekali
zaky lagi meneliti, apakah batu dipantai carita mengandung susu, atau batu ini enak seperti roti....?
Oleh: dr.Radiana D Antarianto.M.Biomed
Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
E-mail: dr.radiana.antarianto@gmail.com
Abstrak
Otot rangka adalah jaringan dinamis yang memiliki respon regenerasi sempurna dengan kemampuan memulihkan sitoarsitektur dalam periode 2 minggu. Keberadaan sel satelit sebagai sel induk (stem cell) otot rangka membuat proses regenerasi jaringan sempurna. Pada manusia persentase jumlah sel-sel satelit di otot rangka juga berkurang dengan bertambahnya umur (penuaan/proses degeneratif). Miopati yang berkaitan dengan penuaan (misal sarkopenia) memiliki defek regenerasi. Defek degenerasi pada otot rangka senilis disebabkan oleh lingkungan makro dan mikro. Penelitian sebelumnya menggunakan metode transgenik untuk peningkatan ekspresi Igf-1 menunjukkan peningkatan proleferasi sel satelit. Mobilisasi sel-sel induk dari luar otot, dan perbaikan regenerasi otot rangka mencit tua. Isoform IGF-1 yang bekerja lokal di otot rangka meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi otot rangka, mencegah atrofi otot akibat penuaan dan potensiasi regenerasi pasca cedera.
Kata kunci: IGF-1, sel satelit, regenerasi otot rangka, penuaan
Oleh: dr.Radiana D Antarianto.M.Biomed
Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
E-mail: dr.radiana.antarianto@gmail.com
Abstrak
Fraktur tulang panggul (kolumna atau caput femoris), pergelangan tanggan dan vertebrae adalah komplikasi yang sering terjadi pada pasien osteoporosis. Terapi operasi dengan pemasangan prostese sendi dan tulang dapat menimbulkan komplikasi berupa reaksi penolakan tubuh, infeksi/sepsis dan resiko operasi yang besar untuk pasien usia lanjut. Alternatif terapi dengan injeksi sel induk dari sum sum tulang atau darah perifer pasien kini mulai dikembangkan. Bidang lainnya yang juga memanfaatkan sel induk adalah rekayasa jaringan (tissue engginering) yang dapat mendesain jaringan atau organ tiga dimensi ex vivo yang kemudian di transplantasi, mengantikan tulang yang patah.
Kata kunci: sel induk (stem cell), rekayasa jaringan (tissue enginering), fraktur tulang osteoporotik.
review article by dr.Radiana D A,M.Biomed
Abstract
Identification of human breast cancer stem cells (BrCa SCs) changed the landscape of breast cancer treatment. Solid tumours such as breast cancers contain a small fraction of self-renewing tumourigenic cells that give rise to and maintain the bulk of the tumour mass. This review presents highlights on breast cancer stem cells and discusses strategies and limitations to accomplishing the ultimate goal of eradicating breast cancer stem cells.
Introduction
Breast cancer has been, and still is, one of the most aggressive female killers. In 2008, about 40,480 women will die from breast cancer in the United States.1 The chance of developing invasive breast cancer at some time in a woman's life is about one in eight (12%).1 The incidence of the disease has apparently increased throughout the world during the past century. Women living in North America have the highest rate of breast cancer in the world. Caucasian women in the Western world have a considerably higher breast cancer risk than Asian women in China or Japan.2 The incidence of breast cancer in Indonesia, according to Globocan data, IARC 2002, is 26 per 100,000 women.3
Although the theory of cancer stem cells dates back to more than 50 years ago,4 the existence of the first bona fide tumourigenic cell compartment was not demonstrated until 1994, when the acute myelogenous leukaemia stem cell (LSC) was identified and characterized.5 However, researchers doubted the existence of an analogous cell type in solid tumours. It was believed that every cell from a tumour had an equal likelihood of seeding a secondary cancer as long as it was in the correct microenvironment.
However, in 2003, an influential report describing the prospective identification of human BrCa SCs changed the landscape of breast cancer research.6 Most researchers now consider that solid tumours such as breast cancers contain a small fraction of self-renewing tumourigenic cells that give rise to and maintain the bulk of the tumour mass. Successfully targeting these cancer stem cells for eradication therefore requires a better understanding of how a good stem cell could go bad in the first place. This review presents highlights on the research of breast cancer stem cells, and discusses strategies for and limitations to accomplishing the ultimate goal of eradicating BrCa SCs.
Identification of Breast Cancer Stem Cells
Stem cell is defined as a cell with three distinct properties: self-renewal, the capability to develop into multiple lineages, and the potential to proliferate extensively. Despite the growing evidence of stem cell therapy for degenerative disease such as myocardial infarction or cerebrovascular accident, it is now known that stem cells exist in tumour bulk mass; they are the initiating cells that cause cancer and maintain tumour bulk mass. The paper by Al-Hajj et al provides a major step forward with the identification of human breast cancer initiating cells (BrCa SCs) through reliable xenograft assay that enabled the injection of single-cell suspensions from human breast cancer tissue into the mammary fat pad of genetically engineered immune-deficient mice.6 Breast cancer tissue obtained from nine samples (metastatic and primary breast tumours) was sorted by distinguished cell surface markers using a fluorescence activated cell sorting (FACS) machine. Fragments of breast cancer tissue containing haematopoetic, endothelial, mesothelial and fibroblast cell lineage marker (Lin+) were separated first from Lin− fragments. Al-Hajj et al then used four cell surface markers (adhesion molecules CD44 and CD24, a breast/ovarian cancer specific marker B38.1, and the epithelial-specific antigen [ESA]), whose expression is heterogeneous in breast cancer tissue, to sort into expressing and nonexpressing fractions, alone or in combination. The breast cancer initiating capacity of each cell population was determined by the mice xenotransplant assay.
All mice injected with either CD44+, B38.1+ or CD24−/low generated palpable tumours in 12 weeks, whereas none of the CD44− or B38.1− injections caused tumours. For three samples, CD44+CD24 /low fractions were subdivided by expression of ESA: ESA+ cells generated breast tumours in mice, whereas ESA cells did not. ESA+ represented a minor subpopulation (2%), and dilution analysis showed that breast cancer initiating activity was enriched by 50-fold in this fraction. Tumours in mice contained the same complex mixture of ESA , CD44− and CD24+ cells as tumours from the original donor. These results conclusively demonstrate that a rare breast cancer stem cell is the only cell type capable of establishing human breast cancer and re-establishing functionally heterogeneous breast cancer after transplantation into mice. Moreover, the BrCa SCs express unique cell surface markers that enable prospective isolation.7
At cell division, the BrCa SC can self-renew as well as make progeny that acquire maturation markers and lose the ability to initiate tumour growth. This process is very similar to the process whereby normal stem cells can both self-renew to maintain the stem cell pool and also produce differentiated progeny to create the mature cell types specific to that organ. Thus, breast cancer cells retain remnants of normal developmental programmes.7
Ponti and colleagues employed a similar approach to derive mammospheres from human breast cancers.8 Mammosphere cells were undifferentiated but, interestingly, a large majority had the same CD44+CD24− phenotype reported by Al-Hajj and colleagues. When transferred to differentiating culture conditions, mammospheres produced cells of both luminal and basal/myoepithelial lineages. Mammospheres initiated cancers in the cleared mammary fat pad of immunodeficient mice at 1,000-fold greater dilutions than established breast cancer–derived cell lines. Following enzymatic dissociation, 10% to 20% of cells from primary cancer–derived mammospheres formed secondary mammospheres, and several cultures were serially expanded for more than 40 passages, proving a capacity for long-term self-renewal. Mammospheres from more aggressive cancers formed a larger number of secondary mammospheres, suggesting a greater capacity for self-renewal.
The results of both Al-Hajj and Ponti suggest that breast cancer cells with the capability for long-term self-renewal are enriched within the CD44+CD24− subset. We should not, however, infer from this that the CD44+CD24− subset of cancer cells is a homogeneous population of cancer stem cells; instead, this population most probably represents a heterogeneous mix of cancer stem cells and early progenitor cells.9 Therefore, we will infer that the CD44+CD24− subset of cancer cells is a subset of putative BrCa SCs.
Several studies that have attempted to repeat and expand on the CD44+/CD24− putative BrCa SCs have thus far been inconclusive. In 2004, a clinical study reported that there was no statistically significant CD44 or CD24 staining in primary breast cancer sections in relation to tumour grade, type or size. The authors postulated that one difference is that they used primary sections, whereas the study by Al-Hajj et al used cell sorting to remove Lin− cells and subsequent flow cytometry. However, two more recent reports have now confirmed, both in breast cancer–derived cell lines and breast tumours, that CD44+/CD24− phenotypes are not necessarily associated with patient outcome or the ability to metastasize.10,11
In 2007, Shipitsin and coworkers found that CD24 is expressed on more differentiated cells whereas CD44 is expressed on more progenitor-like cells.12 Specifically, they found that breast cells of the CD44+/CD24− phenotype express genes that are involved in cell motility and angiogenesis, are more mesenchymal and motile, and are predominately oestrogen receptor negative. Breast cancer cells with a basal-like or mesenchymal-like phenotype are present in CD44+/CD24− cells. In contrast, cells with a more luminal, epithelial appearance (luminal differentiated mucin-1-positive, oestrogen receptor/progesterone receptor–positive, Gata3-positive cells) were largely CD44−/CD24+. This study suggests another interesting interpretation of CD24 and CD44 as markers of breast cancer cells; perhaps CD44+ cells are predominately basal-like and therefore are present in poor prognosis basal-like tumours, whereas CD24+ cells are luminal-like and therefore present in more differentiated luminal-type cancers.
Origin of Breast Cancer Stem Cells
One of the most important questions is whether BrCa SCs originate from normal adult mammary epithelial stem cells (MESCs) or from a transit-cell population in the normal breast. Breast cancer stem cells, and the cancer they generate, might have very different characteristics depending on which of these normal populations the BrCa SCs arise from — for instance, it could mean the difference between being poorly differentiated and highly aggressive, or relatively well differentiated and noninvasive.12
Some experimental evidence supports the hypothesis that normal stem cells are indeed the primary targets for tumourigenesis in the adult mammary gland, and form the cancer stem–cell population.13,14 There are several mechanisms that might explain the link between MESCs and the risk of neoplasia. Stem cells are thought to be long-lived and have a large replicative potential. This means that not only will they persist in the body long enough to accumulate the many mutations that are required to change a normal cell into one with neoplastic potential (a putative cancer stem cell), but they also have the proliferative capacity to actually generate a cancer mass. If these characteristics persist when normal stem cells progress to being putative cancer stem cells, they might be resistant to traditional chemotherapy and therefore have the ability to survive an initial cancer kill and generate cancer transit cells, which might allow the cancer to regrow once the chemotherapy regimen has ended.13
Stem cells might also explain ‘field cancerization’.15 This concept suggests that preneoplastic fields of cells might develop because of their clonal origin from an original cell with a mutation — for instance, the loss of a cancer-suppressor gene. Such a mutation would be phenotypically silent, but would predispose all cells in the field to neoplastic development, even if they were relatively short-lived (compared with stem cells). So, even a single mutation in a stem cell could generate a cancer-prone field, leading to apparently independent cancers arising from nearby sites. The importance of
this would relate to the rate of turnover of transit amplifying cells in the field — in other words, whether they are present long enough for additional mutations to arise. Cells in the preneoplastic field have an advantage over cells outside the field, but additional hits still need to occur. The most extreme case of field cancerization would be the inheritance of a germline mutation in a cancer suppressor gene, such as BRCA2 or TP53. In that case, the field comprises the whole mammary gland.
Transforming Factors to Breast Cancer Stem Cells
The putative BrCa SCs were driven by an activated molecular pathway that makes them resemble normal stem cells. Women whose breast tumours are largely made up of these ‘stem-like’ cells are at higher risk of recurrences. A study by Shipitsin showed that CD44+ cells were driven by the abnormal activated TFG-β1 (transmembrane receptor protein tyrosine kinase) pathway.12
There is increasing evidence that aberrant activation of the Wnt signalling pathway may result in the initiation of self-renewal of BrCA SCs.17 Caroline Alexander and colleagues showed that progenitor cells as a cell of origin for Wnt pathway–induced mammary tumourigenesis come from the identification of an increased mammary progenitor population, as assessed by the expression of Sca-1 and keratin 6, in both Wnt-1 mammary tumour virus–induced hyperplasias and tumours.17 Keratin 6 and Sca-1 appear to be expressed in mammary gland progenitor cells.16 Analysis for loss of heterozygosity of the tumour suppressor gene PTEN in hyperplasias and tumours present in mice strongly supported the hypothesis that a bipotential progenitor cell was the cell of origin.
Mammary tumours that arose in mice expressing the Neu, H-Ras or Polyoma middle T antigen transgenes driven by the MMTV promoter did not exhibit a similar increase in the Sca-1 and keratin 6-positive progenitor cell population.17 Furthermore, a recent study suggested that the MMTV-Neu tumours arose from parity-induced mammary epithelial cells, whereas MMTV-Wnt-1 tumours originated from ductal epithelial subtypes.17 These studies demonstrated that the enrichment of a particular cell population in a hyperplasia or tumour may be highly dependent on the type of initiating event as well as the cell type in which these events occur.
Aberrant Notch regulation may cause breast cancer.18 Transgenic mice expressing MMTV-Notch 4 develop mammary tumours within 4 to 6 months. The tumours in these mice were highly malignant and metastatic. It was speculated that the role of Notch 4 in tumourigenesis is dependent on the genetic background and the timing of Notch 4 expression with respect to the stage of mammary gland development. Whether activation of Notch 4 results in the expansion of specific mammary progenitors and induction of tumourigenesis remains to be established, but it appears likely. It is likely that the Notch pathway will exert pleiotropic effects on both stem cell self-renewal and differentiation. Recent support for this hypothesis has come from studies of Notch signalling in mammosphere cultures by Dontu et al.19
The Hedgehog (Hh) signalling pathway is another example of a pathway essential for development whose aberrant expression results in a variety of different human cancers, such as breast cancer and mammary ductal hyperplasias.20 However, the relation between the Hh signalling pathway and BrCa SCs has yet to be established.
The importance of the regulatory role of the mammary stroma and microenvironment in normal development as well as carcinogenesis has been known for many years. Kuperwasser et al have revisited this idea and shown that premalignant mammary epithelial cells adopt a malignant growth pattern when cultured with cancer-derived stromal cells or when transplanted to irradiated mammary fat pads, but not when cultured in the presence of normal mammary stromal cells or transplanted to nonirradiated fat pads.21 The precise mechanisms mediating cancer promotion in mammary stroma remain unclear; possibilities include alterations in expression of growth factors and matrix remodelling enzymes, the recruitment of inflammatory cells and the elaboration of viral oncoproteins.9
Possible Mechanism in Eradication of Breast Cancer Stem Cells
Whether stem cells themselves accumulate mutations to generate neoplasia, or whether they establish a clone of cancer-prone cells, they make attractive therapeutic targets. Targeting stem cells, or stem cell–like cells, would target the cell of origin of the cancer and have the additional advantage of enabling treatment to be based on phenotype rather than genotype. In other words, cancers would be treated on the basis of a shared property that is characteristic of all mammary stem cells. Of course, to avoid side effects, this property would need to be absent from other stem cells.
In designing specific regimens for cancer stem cells, several strategies are considered:
1) Anti–stem cell therapy: Treatment of postmenopausal women, or younger women from an at-risk group with an anti–breast stem cell therapy might severely deplete or even eliminate the breast cancer–prone cell population, with the disadvantage of mammary gland atrophy.15
2) RNA interferance: Methods of disrupting the target genes of interest within cancer models which might cause stem cell death or promote terminal differentiation can be tested in various mammary cancers.15
3) Targeting pathways that transform normal MESCs into BrCa SCs, such as the TGF-β pathway.12
4) Interferance with cancer stem cell–specific survival pathways: For example, strategies that inhibit survival mechanisms or the oxidative state of the cell may be selectively cytotoxic to BrCa Scs.23
5) Antibody-based or ligand-based therapy also appears to be a promising way to destroy cancer stem cells. A small number of target antigens on cancer stem cells have been described, and with further characterization of purified populations, additional targets are likely to become available. It remains to be determined, however, whether these and other targets will distinguish cancer stem cells from normal tissues.15
Eradication of Breast Cancer Stem Cells vs Success of Therapy
First, we must understand how therapies that effectively target the bulk of tumour cells fail to eradicate cancer stem cells. The reasons for this phenomenon may provide important clues for developing more effective and comprehensive regimens to attack both the tumour stem cells and the bulk of the disease.9,23
The recognized property of stem cells that make cancer stem cells particularly difficult to kill is that BrCa SCs reside in a largely quiescent state with regard to cell-cycle activity. Consequently, typical cytotoxic regimens that target rapidly dividing cells are unlikely to eradicate such cells.23
Selective targeting will therefore require regimens that kill cells independently of the cell cycle, or that selectively induce cycling of cancer stem cells. Another common feature of stem cells is the expression of proteins associated with the efflux of xenobiotic toxins (eg, multidrug-resistant proteins and related members of the ATP-binding cassette [ABC] transporter family). A variety of cancer cells, particularly during relapse, express such proteins, thus providing resistance to many chemotherapeutic agents.22,23
A further concern is that normal stem cells and progenitor cells may prove to be more sensitive than cancer stem cells to the effects of chemotherapy. It is critical to understand how cancer stem cells differ from normal stem cells, particularly with regard to mechanisms controlling cell survival and responses to injury. Ideally, a therapy should target pathways uniquely used by cancer stem cells to resist insults or to maintain steady-state viability.23
If a clinical remission is achieved, the presence of residual drug-resistant cancer stem cells can initiate a relapse. Hence, we must develop better methods for detection and quantitation of cancer stem cells in patients receiving cancer therapy.9
As shown in the haematopoietic system, leukaemic stem cells may be heterogeneous with respect to their self-renewal potential and quiescent state. This is also likely to be true in solid tissue cancers as well. Understanding the behaviour of cancer stem cells should better enable the design of therapies targeted at the short-lived as well as long-lived cancer stem cells. As demonstrated in breast cancer, gene profiling is a powerful tool in identifying different types of breast cancer with respect to response to therapy, relapse and metastatic potential. However, it may be necessary to profile the tumour stem cells from these different types of breast cancer as well in order to determine more appropriate therapeutic approaches.23
Most likely there will not be a single magic bullet. Once unique pathways are identified, combination therapy may be more effective than single therapy, based on the observation that cancer stem cells may be heterogeneous with respect to their quiescent state and proliferation capacity as well as the mechanisms underlying their transformation. Therefore, the future of cancer treatment may require individualized combination therapies targeting various unique pathways that are active in cancer stem cells.
Conclusion
• Cell surface markers to identify putative breast cancer stem cells are the CD44+/CD24− subset in breast cancer tissue.
• The origins of putative breast cancer stem cells are mammary epithelial stem cells and transit amplifying cells.
• Factors transforming MESCs into putative BrCa SCs are aberrent signalling pathways: TGF-β, Wnt, Notch and Hh. Another factor is the interaction with mammary stroma.
• Possible mechanisms of eradication are anti–stem cell therapy, RNA interference, interfering with signalling pathways and immunotherapy (antibody ligand–based therapy).
• Successful therapy considers eradication of BrCa SCs as a significant factor but not the only factor in treating the patients.
Acknowledgement
The author wishes to thank Professor Jeanne Adiwinata Pawitan, PhD, from the Department of Histology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, for her guidance in writing this article, for providing valuable insight in the comprehension of the cytogenetic basis of breast cancer and cancer stem cells, and for giving constructive advice on scientific writing.
About the Author
Dr Antarianto, is a junior academic staff at the Department of Histology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Indonesia.
E-mail: dr.radiana.antarianto@gmail.com
References:
1. American Cancer Society. What are key statistics for breast cancer? Available at: http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_4_1X_What_are_the_key_statistics_for_breast_cancer_5.asp. Accessed on November 21, 2007.
2. Key TJ, Verkasalo PK, Banks E. Epidemiology of breast cancer. Lancet Oncol 2001; 2:133-140.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Available at: http://www.depkes.go.id/en/2104ea.htm. Accessed August 11, 2008.
4. Clarke MF, Becker MW. Stem Cells: The real culprits in cancer? Available at: http://www.sciam.com/article.cfm?id=stem-cells-the-real-culpr-2006-07. Accessed November 21, 2007.
5. Lapidot T, Sirard C, Vormoor J, et al. A cell initiating human acute myeloid leukaemia after transplantation into SCID mice. Nature 1994;367:645-648.
6. Al-Hajj M, Wicha MS, Benito-Hernandez A, Morrison SJ, Clarke MF. Prospective identification of tumorigenic breast cancer cells. Proc Natl Acad Sci USA 2003;100:3983-3988.
7. Dick JE. Breast cancer stem cells revealed. PNAS 2003;100:3547-3549.
8. Ponti D, Costa A, Zaffaroni N, et al. Isolation and in vitro propagation of tumorigenic breast cancer cells with stem/progenitor cell properties. Cancer Res 2005;65:5506-5511.
9. Lynch MD, Cariati M, Purushotham A. Breast cancer, stem cells and prospects for therapy. Breast Cancer Res 2006;8:211.
10. Abraham BK, Fritz P, McClellan M, Hauptvogel P, Athelogou M, Brauch J. Prevalence of CD44+/CD24-/low cells in breast cancer may not be associated with clinical outcome but may favor distant metastasis. Clin Cancer Res 2005;11:1154-1159.
11. Sheridan C, Kishimoto H, Fuchs RK, et al. CD44+/CD24− breast cancer cells exhibit enhanced invasive properties, an early step necessary for metastasis. Breast Cancer Res 2006;8:R59.
12. Shipitsin M, Campbell LL, Argani P, et al. Molecular definition of breast tumor heterogeneity. Cancer Cell 2007;11:259-273.
13. Fillmore C, Kuperwasser C. Human breast cancer stem cell markers CD44 and CD24: Enriching for cells with functional properties in mice or in man? Breast Cancer Res 2007;9:303.
14. Jordan CT, Guzman ML, Noble M. Cancer Stem Cells. N Engl J Med 2006;355:1253-1261.
15. Smalley M, Ashworth A. Stem Cells and Breast Cancer: A Field in transit. Nature 2003;3:832-845.
16. Smith GH, Mehrel T, Roop DR. Differential keratin gene expression in developing, differentiating, preneoplastic, and neoplastic mouse mammary epithelium. Cell Growth Differ 1990;1:161-170.
17. Liu BY, McDermott SP, Khwaja SS, Alexander CM. The transforming activity of Wnt effectors correlates with their ability to induce the accumulation of mammary progenitor cells. Proc Natl Acad Sci USA;2004:101:4158-4163.
18. Callahan R, Raafat A. Notch signaling in mammary gland tumorigenesis. J Mammary Gland Biol Neoplasia 2001;6:23-36.
19. Dontu G, Jackson KW, McNicholas E, Kawamura MJ, Abdallah WM, Wicha MS. Role of Notch signaling in cell-fate determination of human mammary stem/progenitor cells. Breast Cancer Res 2004;6:R605-R615.
20. Lewis MT. Hedgehog signaling in mouse mammary gland development and neoplasia. J Mammary Gland Biol Neoplasia 2001;6:53-66.
21. Kuperwasser C, Chavarria T, Wu M, et al. Reconstruction of functionally normal and malignant human breast tissues in mice. Proc Natl Acad Sci USA 2004;101:4966-4971.
22. Dingli D, Michor F. Successful therapy must eradicate cancer stem cells. Stem Cells 2006;24:2603-2610.
23. Behbod F, Rosen JM. Will cancer stem cells provide new therapeutic targets? Carcinogenesis 2005;26:703-711.
True/False Questions
1. The lifetime chance of a woman developing breast cancer is about 12%. (T)
2. Asian women have a higher rate of breast cancer than Caucasians. (F)
3. The acute myelogenous leukaemia cell was the first tumourigenic cell identified. (T)
4. Stem cells have the potential for self-renewal, developing into multiple lineages and extensive proliferation. (T)
5. Human breast cancer stem cells have been found to produce breast cancer when transplanted into mice. (T)
6. The CD44+CD24− subset of cancer cells is a homogeneous population of cancer cells. (F)
7. Putative breast cancer stem cells originate from mammary epithelial stem cells and transit amplifying cells. (T)
8. Typical cytotoxic regimens that target rapidly dividing cells are likely to eradicate breast cancer stem cells. (F)
9. Gene profiling is useful in identifying the metastatic potential of a particular type of breast cancer. (T)
10. Aberrant signalling pathways of TGF-β, Wnt, Notch and Hedgehog can transform mammary epithelial stem cells into putative breast cancer stem cells. (T)
"Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suufering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved"
(Karakter tidak bisa berkembang di dalam kemudahan dan kecukupan. Hanya melalui pengalaman cobaan dan penderitaan, jiwa diperkuat, visi menjadi bersih, ambisi diilhami, dan sukses dapat dicapai)
pernyataan diatas perkataan Helen Keller (1880-1968). wanita luar biasa, ia menjadi buta dan tuli di usia 19 bulan, namun berkat bantuan keluarganya dan bimbingan Annie Sullivan (yang dapat melihat secara terbatas) kemudian berhasil menjadi manusia buta tuli pertama yang lulus dengan predikat cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904.
sumber: Inspiring words, hal 21-22
Kata-kata tanpa tindakan adalah pembunuhan idealisme. Hanya tindakan yang memberi kekuatan pada kehidupan, dan hanya self control yang membuat sebuah tindakan menjadi mempesona (Paul Richter)
dalam Inpiring word hal. 126.
Seorang anak laki2 tunanetra duduk di tangga sebuah bangunan dengan sebuah topi terletak di dekat kakinya. Ia mengangkat sebuah papan yang bertuliskan: 'Saya buta, tolong saya.' Hanya ada beberapa keping uang di dalam topi itu.
Seorang pria berjalan melewati tempat anak ini. Ia mengambil beberapa keping uang dari sakunya dan menjatuhkannya ke dalam topi itu. Lalu ia mengambil papan, membaliknya dan menulis beberapa kata. Pria ini menaruh papan itu kembali sehingga orang yang lalu lalang dapat melihat apa yang ia baru tulis.
Segera sesudahnya, topi itu pun terisi penuh. Semakin banyak orang memberi uang ke anak tuna netra ini. Sore itu pria yang telah mengubah kata-kata di papan tersebut datang untuk melihat perkembangan yang terjadi. Anak ini mengenali langkah kakinya dan bertanya, 'Apakah bapak yang telah mengubah tulisan di papanku tadi pagi? Apa yang bapak tulis?'
Pria itu berkata, 'Saya hanya menuliskan sebuah kebenaran. Saya menyampaikan apa yang kamu telah tulis dengan cara yang berbeda.' Apa yang ia telah tulis adalah: 'Hari ini adalah hari yang indah dan saya tidak bisa melihatnya.'
Bukankah tulisan yang pertama dengan yang kedua sebenarnya sama saja?
Tentu arti kedua tulisan itu sama, yaitu bahwa anak itu buta.
Tetapi, tulisan yang pertama hanya mengatakan bahwa anak itu buta. Sedangkan, tulisan yang kedua mengatakan kepada orang-orang bahwa mereka sangatlah beruntung bahwa mereka dapat melihat. Apakah kita perlu terkejut melihat tulisan yang kedua lebih efektif?
Moral dari cerita ini: Bersyukurlah untuk segala yang kau miliki. Jadilah kreatif. Jadilah innovatif. Berpikirlah dari sudut pandang yang berbeda dan positif.
Ajaklah orang-orang lain menuju hal-hal yang baik dengan hikmat. Jalani hidup ini tanpa dalih dan mengasihi tanpa rasa sesal. Ketika hidup memberi engkau 100 alasan untuk menangis, tunjukkan pada hidup bahwa engkau memiliki 1000 alasan untuk tersenyum.
Hadapi masa lalumu tanpa sesal.
Tangani saat sekarang dengan percaya diri.
Bersiaplah untuk masa depan tanpa rasa takut.
Peganglah iman dan tanggalkan ketakutan.
Orang bijak berkata, 'Hidup harus menjadi sebuah proses perbaikan yang terus berlanjut, membuang kejahatan dan mengembangkan kebaikan... Jika engkau ingin menjalani hidup tanpa rasa takut, engkau harus memiliki hati nurani yang baik sebagai tiketnya.
Hal yang terindah adalah melihat seseorang tersenyum..
Tapi yang terlebih indah adalah mengetahui bahwa engkau adalah alasan di belakangnya! !!
May God bless you all....