1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali
2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan.
4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk dalam hidupnya.
5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup
6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.
7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.
8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan.
9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.
10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang penganguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.
11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan meyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa
Selama ini banyak orang yang nggak sadar kalau sebenarnya meja kerja mencerminkan kepribadian dan gaya kerja pemakainya. Tatanan atau susunan barang-barang di meja Anda konon bisa mengungkapkan siapa diri Anda sesungguhnya. Bukan itu saja, keadaan meja Anda juga bisa mengungkapkan cara kerja Anda sehari-hari. Paling tidak demikian menurut Liza Kanarek dalam bukunya `Everything`s Organized`.
Nah di bawah ini adalah empat jenis meja kerja yang akan mengungkapkan rahasia kepribadian dan cara kerja Anda:
* Meja berantakan Di atas meja ini, kertas-kertas, buku-buku, dokumen, alat tulis, dan surat-surat dibiarkan dalam keadaan `semrawut`. Tapi herannya pemilik meja ini tidak merasa terganggu dengan kondisi mejanya. Sebenarnya pengguna meja ini adalah pekerja yang kreatif tapi sayangnya mereka kurang bisa diandalkan. Mereka kurang bisa bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya. Mereka juga mudah panik dan sulit membagi pekerjaan berdasarkan skala prioritas. Tetapi memang, jika moodnya lagi bagus, mereka bisa menyelesaikan tugas dengan tuntas dan memuaskan, tapi tetap dengan meja yang berantakan. Karena untuk tipe ini, agaknya akan sulit bekerja dengan kondisi meja yang rapih.
* Meja kosong Meja ini nyaris selalu terlihat kosong melompong. Di atasnya hanya terdapat komputer dan telepon. Semua peralatan kerja lainnya seperti kertas, alat tulis, kamus dan buku-buku diletakkan dalam laci meja, sekalipun pemakainya sedang bekerja. Mereka baru mengambilnya jika ingin menggunakannya. Pemilik meja ini menunjukkan pribadi yang serius dan disiplin dalam bekerja. Jarang sekali mereka beranjak dari kursi sebelum pekerjaan selesai. Mereka juga tidak terpengaruh pada lelucon apapun yang dilontarkan ketika tengah bekerja. Karena memang, pada dasarnya `sense of humor` mereka sangat rendah. Sehingga mereka pun cenderung kaku dalam pergaulan.
* Meja friendly Meja jenis ini terlihat semarak. Di atasnya terdapat foto-foto pribadi dan keluarga, boneka lucu, dan berbagai macam pernak-pernik. Alat tulis dan buku-buku disusun dalam wadah yang unik dengan warna-warna ceria. Mereka yang memiliki meja ini adalah orang yang terbuka dan humoris, mereka seringkali menjadi penghibur orang-orang sekantor. Walaupun terlihat santai, tapi mereka cukup kreatif. Mereka juga cukup bisa diandalkan dan bertanggung jawab terhadap semua tugas yang dibebankan padanya. Mereka bisa menjadi sahabat bagi teman-temannya di kantor.
* Meja formal Meja ini selalu tampak rapih dan bersih. Buku-buku dan file-file dokumen tersusun rapih di atas meja. Apa yang terlihat di meja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Mereka yang memiliki meja ini termasuk orang yang serius dalam bekerja. Tetapi mereka bukanlah orang yang `kaku`, mereka cukup fleksibel menghadapi rekan-rekan di kantor. Mereka bisa membedakan dengan baik kapan waktu untuk bekerja dan kapan waktu untuk bercanda. Mereka juga cukup dewasa dalam menghadapi setiap masalah. Nah mulai sekarang coba perhatikan deh meja rekan-rekan Anda di kantor. Siapa tau dengan mengetahui profil meja rekan Anda, Anda lebih mudah untuk mengetahui siapa yang paling cocok bekerja sama dengan Anda.
Lalu bagaimana dengan meja Anda sendiri...?
From: [mailto:dyoshida@binus.ac.id] di Milis Manajemen http://groups.yahoo.com/group/manajemen
Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin
redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang
yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena ¡pecah kongs dengan Surya
Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak
menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan power
yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita,
tiba-tiba saya mengundurkan diri.
Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan
sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang
beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah
Tinggi Publisistik di Jakarta
walau harus menanggung sendiri beban uang
kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan
diri dari Metro TV.
Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya
kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa
mengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam.
Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan
tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.
Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak
lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya
ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi
Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka
hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu
selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan
habis. Karena itu, dia
selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika
keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain.
Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun
persediaan keju tidak akan pernah habis.
Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak
sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat
lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan oleh
seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak
perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia
memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang
hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu
sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi
sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak
dibandingkan di tempat lama.
Pesan moral buku
sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa
nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi
perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah,
dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.
Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang
menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang
mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang
selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudah
tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera jiwa saya.
Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.
Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikan
Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin
disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah
sejak lama saya
ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.
Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa
tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang
sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing,
mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata
tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di ajang
pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai
dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah
mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia
tidak bahagia.
Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga
menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka
tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi
apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata
putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling
banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka
tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.
Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),
kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar
dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan
Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis
untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih
menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya
sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini
memiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang saya
kerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara
mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.
Juga ada Wahyu Aditya yang sangat
bahagia dengan pilihan hatinya untuk
menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat
beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi.
Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka
mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.Simak juga bagaimana Gde Prama
memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan
komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku
ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai
public speaker.
Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan
yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak
tahu bagaimana cara mencapainya.
Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang
dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu
gembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu
seperti rekreasi.
Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satu
personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone.
Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak
heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu
melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. Semua karena
saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya.
Hidup saya, katanya.
Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka
yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah
menemukan lentera jiwa mereka
Semoga bermanfaat..
source: http://kickandy com/?ar_id= MTEzOA==